Ribut Tak Berujung Ahok dan Dewan DKI

Basuki Tjahaja Purnama dan Prasetyo Edi
Sumber :
  • ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

VIVA.co.id - Ruang pimpinan DPRD DKI Jakarta memanas. Mereka murka. Penyebabnya tak lain karena kelakuan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. DPRD menuding Ahok biang keladinya.

Kendaraan yang Lintasi Medan Merdeka Mulai Dialihkan

Seakan tak ada habisnya, kali ini pimpinan dewan itu bahkan mengancam akan menggulingkan Ahok. Meski diterpa dengan berbagai ancaman yang menyangkut jabatannya, namun Ahok tetap santai.

Tak ada kegelisahan yang terpampang di raut wajah mantan Bupati Bangka Belitung itu. Dengan ciri khas bernada tinggi, Ahok menantang balik DPRD untuk membuktikan semua tudingan yang dilontarkan kepadanya.

"Saya sih enggak mau pusing, mau kerja saja lah. Banjir sekarang lagi begitu banyak. Mau kerja saja," ujar Ahok, di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa, 17 Februari 2015.

Ia menyayangkan, parlemen daerah batal melayangkan hak interpelasi padanya. Padahal bila dewan menggunakan hak untuk meminta keterangan mengenai kebijakan pemerintah eksekutif itu, kata Ahok, ia akan menggunakan hak jawabnya untuk menjelaskan sedetail mungkin tentang kisruh APBD DKI 2015, di forum terbuka yang bisa disaksikan secara langsung oleh masyarakat umum.

"Kalau dia enggak berani hak interpelasi, gimana saya bisa jawab? Kalau saya berhak, saya yang ingin interpelasi DPRD sebetulnya. Interpelasi kan hak tanya. Supaya biar jelas. Sayang undang-undang enggak ngatur," kata Ahok.

Terkait dengan hal itu, Ahok juga tak peduli lagi jika Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetio Edi Marsudi kecewa padanya. "Terserah dialah mau kecewa mau apa. Dia kecewa karena kita enggak bisa ikuti maunya dia kali," tambah dia.

Menurutnya, Prasetyo Edi adalah orang yang sangat berjasa atas dilantiknya Ahok sebagai Gubernur DKI. Karena, politisi PDIP itulah yang menggagas dilakukannya rapat paripurna pengumuman status Ahok sebagai Gubernur DKI pada tanggal 14 November 2014 yang lalu di tengah penolakan yang dilakukan oleh Kubu Merah Putih (KMP) pada saat itu di DPRD DKI.

Ahok kembali menegaskan, ia bukan gubernur yang sudi untuk berkompromi sekecil apapun dengan DPRD DKI terkait penyusunan anggaran daerah."Satu sen pun saya tidak mau berkompromi dengan mereka. Makanya ini sejarah, kenapa seorang Gubernur DKI ada ribut dengan DPRD," ujarnya.

Maka dari itu, ia mendorong DPRD untuk segera melayangkan hak interpelasinya terkait hal ini. "Nanti kita buktiin sajalah di interpelasi. Santai saja. Enggak usah perang di media. Suruh dia rapat pimpinan, interpelasi. Nanti dia gunakan hak tanya, kita punya hak jawab," jelas dia.

Ancaman dewan

Seluruh unsur pimpinan di DPRD DKI bersepakat untuk melayangkan hak angket kepada Ahok dalam rapat pimpinan (rapim) yang mereka selenggarakan pada Senin, 16 Februari 2015 kemarin.

DPRD DKI menganggap, Ahok telah melakukan pelanggaran berat karena mengirimkan dokumen APBD DKI tahun 2015 dengan rincian yang berbeda dengan yang telah disepakati oleh DPRD, ke Kementerian Dalam Negeri.

Untuk melaksanakan hak angket ini, DPRD DKI kemudian akan membuat tim yang bertujuan untuk menginvestigasi pelanggaran prosedur yang telah dilakukan oleh Ahok.

"Semua kebijakan gubernur, bahkan keputusan DPRD, harus berlandaskan pada aturan. Seluruh prosedur jangan dilanggar. Kesepakatan pelaksanaan hak angket ini sudah disetujui oleh seluruh pimpinan DPRD," ujar ketua fraksi PDIP DPRD DKI, Jhonny Simanjuntak.

Jhonny menambahkan, draf yang diserahkan untuk supervisi ke Kementerian Dalam Negeri bukan rancangan yang disepakati bersama dengan DPRD dan Gubernur.

Dalam rapat pimpinan yang dilakukan secara tertutup dan dihadiri seluruh ketua fraksi berpendapat bahwa hal tersebut merupakan pelanggaran yang disengaja.

DPRD menganggap, Ahok punya perangkat birokrasi yang paham aturan dan seharusnya tidak melakukan pelanggaran tersebut. "Bagi kita pengebirian terhadap fungsi-fungsi DPRD," katanya.

Adapun pelaksanaan hak angket, diatur oleh pasal 331 - 335 Undang-Undang Nomor 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3).

Berdasarkan landasan hukum tersebut, panitia angket yang dibentuk DPRD berhak memanggil pejabat pemerintah provinsi untuk meminta keterangan atau menunjukkan dokumen-dokumen yang terkait dengan permasalahan yang terjadi.

Hasil dari investigasi panitia angket, kemudian akan dilaporkan dalam rapat paripurna yang dilaksanakan paling lambat 60 hari sejak dibentuknya panitia tersebut.

Massa Demo dari Bekasi dan Tangerang Mulai Berdatangan

Akar masalah

Kisruh antara Pemprov DKI dan DPRD DKI berawal dari tuduhan Ahok terhadap salah seorang anggota DPRD DKI yang diduga telah berkirim surat kepada Kementerian Dalam Negeri hingga Kemendagri akhirnya mengembalikan rancangan APBD DKI 2015 ke Pemprov DKI.

Oknum DPRD tersebut, kata Ahok, masih berupaya untuk meloloskan anggaran sebesar Rp8,8 triliun yang pengajuannya sebenarnya sudah pernah ia coret sebelum APBD DKI 2015 disahkan  DPRD DKI pada tanggal 27 Januari 2015 yang lalu.

Pemerintah Provinsi DKI menyerahkan Peraturan Daerah (Perda) mengenai APBD DKI 2015 kepada Kementerian Dalam Negeri pada tanggal 2 Februari 2015. Namun demikian, Kemendagri menyerahkannya kembali kepada Pemprov DKI pada pekan lalu dikarenakan dokumen APBD tersebut dinilai berantakan dan masih kurang lengkap.

Ketua DPRD DKI Jakarta, Prasetyo Edi Marsudi, mengatakan, dia merasa ditipu oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Menurutnya, Pemprov telah mengirimkan Perda Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI tahun 2015 ke Kementerian Dalam Negeri, namun rincian APBD yang telah dikirimkan itu ternyata berbeda dengan rincian yang telah disetujui dan disahkan dewan dalam rapat paripurna yang dilakukan pada tanggal 27 Januari 2015.

"Ini seperti saya menyuruh eksekutif membeli rokok Djarum, tetapi saya malah dibelikan rokok Dji Sam Soe," ujar Prasetyo.

Prasetyo menambahkan, berdasarkan surat penjabaran APBD DKI 2015 yang dikirimkan oleh Kemendagri pada tanggal 6 Februari 2015, Pemprov DKI diketahui telah melanggar beberapa peraturan.

Peraturan itu antara lain Permendagri No. 13 tahun 2006, pasal 87 ayat (4) tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. "Format APBD yang dikirim oleh eksekutif tidak sesuai dengan Permendagri tersebut," kata Prasetyo.

Untuk menyelesaikan masalah ini, Prasetyo meminta Ahok kembali melakukan pembahasan bersama dengan DPRD. Serta bukannya menuduh DPRD mengirimkan 'APBD tandingan' ke Kemendagri demi menyertakan anggaran siluman sebesar Rp8,8 triliun yang menurut Prasetyo, dituduhkan oleh Ahok masih berusaha dimasukkan oleh oknum DPRD ke dalam rincian APBD itu.

"Untuk APBD ini, ayolah dibahas bersama. Kita ini mitra. Saya bukan kacung eksekutif dan begitu pula sebaiknya," jelas dia.

Selain itu, Prasetyo juga meminta secara khusus kepada Ahok untuk lebih beretika dalam berbicara. Beberapa perkataan Ahok di media, kata Prasetyo, telah membuat opini seolah-olah DPRD DKI ingin menggagalkan pengajuan APBD yang dilakukan oleh Pemprov DKI karena DPRD tidak berhasil memasukkan pos anggaran yang diinginkan.

"Saya, ketua DPRD, menjadi seakan mau mencopet atau apalah bahasanya dia. Mereka bilang saya menipu. Yang tertipu itu saya. Ini jadi masalah buat saya, karena saya harus bertanggungjawab kepada 106 anggota DPRD," jelas dia.

"Saya ingin mengklarifikasi pernyataan gubernur di sini, bahwa saya bukan oknum. Saya sebagai pimpinan lembaga di sini melihat bahwa rancangan APBD 2015 yang dikirimkan ke sana ternyata bukan yang kita bahas dan sepakati," tambah Prasetyo.

Posko logistik demo 4 November

Ini Lokasi Posko Makanan, Minuman dan Medis untuk Pendemo

Ada empat posko yang disiapkan.

img_title
VIVA.co.id
4 November 2016