Jerat Hukum Abraham Samad

Jumpa Pers Ketua KPK Periode 2011-2015 Abraham Samad
Sumber :
  • VIVAnews/ Muhamad Solihin

VIVA.co.id - Badai tuduhan terus berhempas ke KPK. Setelah, hampir semua pimpinan KPK terjerat kasus, kini giliran Ketua KPK yang baru saja diberhentikan sementara oleh Presiden Joko Widodo, Abraham Samad. 

Jaksa Agung Tak Buru-buru Deponering Samad dan Widjojanto

Penetapan tersangka ini di tengah kisruh KPK dan Polri pasca penetapan tersangka calon Kapolri Komjen Budi Gunawan, yang status tersangkanya dianulir pengadilan dalam sidang praperadilan. Usai sidang, Budi pun tetap tidak bisa menduduki kursi Trunojoyo 1. Mahfum, jika banyak yang mengkaitkan penetapan tersangka ini terkait konflik KPK dan Polri.

Polda Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat (Polda Sulselbar) menetapkan Samad sebagai tersangka pada Selasa, 17 Februari 2015. Alumnus Universitas Hasanuddin, Makassar itu diduga memalsukan dokumen milik seorang wanita cantik bernama Feriyani Lim, 28 tahun. 

Dokumen itu berupa Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga, dan Paspor. Kasus dugaan pemalsuan dokumen yang melibatkan Samad terjadi pada 2007 lalu.

Atas perbuatan itu, dia dijerat Pasal 263, 264, 266 KUHP dan Pasal 93 Undang-undang No 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan yang telah dilakukan perubahan pada UU nomor 24 Tahun 2013 dengan ancaman hukumannya maksimal 8 tahun penjara. ).

Polda Sulselbar menjadwalkan pemeriksaan perdana bagi Samad pada Jumat, 20 Februari 2015. Mereka sudah menyiapkan segala sesuatu untuk memeriksanya.

"Penyidik untuk memeriksa beliau sudah dipersiapkan," kata Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Sulselbar, Komisaris Besar Polisi Endi Sutendi, Kamis 19 Februari 2015 malam.

Pantauan VIVA.co.id sehari sebelum pemeriksaan, ruang pemeriksaan untuk Abraham Samad sudah dijaga ketat. Nantinya Samad akan diperiksa oleh empat orang penyidik dan hanya boleh didampingi oleh tiga orang pengacara. Polda pun menyiapkan 40 orang personel dari satuan Sabhara dan Provost untuk mengamankan jalannya pemeriksaan dari hal-hal yang tak diinginkan.

Dengan demikian, Endi berharap Samad bersikap kooperatif dengan memenuhi panggilan dan pemeriksaan tersebut. Meskipun, jika memang berhalangan atau berhalangan, penasehat hukumnya dipersilakan menyampaikannya kepada penyidik.

"Itu jadi pertimbangan penyidik untuk melakukan proses pemeriksaan beliau selanjutnya," ujar Endi.

Endi menyatakan, bagaimana langkah penyidik selanjutnya tergantung pemeriksaan besok. Namun menurutnya, apabila Samad kooperatif, proses hukum akan lebih baik.

"Kalau datang insya Allah lancar," terangnya.

Bisa di Jakarta

Terhadap kasus Samad itu, Markas Besar Polri membuka kemungkinan yang bersangkutan bisa diperiksa di Jakarta. Meskipun, dia ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Polda Sulselbar.

"Itu bisa saja dalam pemeriksaan. Untuk efisiensi, seseorang sebagai saksi atau tersangka," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri, Kombes Pol Rikwanto.

Namun, Rikwanto menjelaskan bahwa opsi itu bisa dilakukan dengan syarat mendapatkan izin dari penyidik Polda Sulselbar.

"Tapi harus koordinasi ke penyidik, apakah harus menghadap ke sana atau di Jakarta," terangnya.

Apabila penyidik tidak mengizinkan, terpaksa Samad harus memenuhi perintah mereka dengan datang langsung ke Polda Sulselbar.

"Kalau penyidik bilang harus ke Sulselbar harus ke sana," ucap Rikwanto.

Sikap Samad

Usai ditetapkan sebagai tersangka, Samad segera memberikan responsnya melalui salah satu kuasa hukum Samad, Nursyahbani Katjasungkana. Samad memutuskan untuk tidak memenuhi panggilan pemeriksaan perdana sebagai tersangka di Polda Sulselbar tersebut. Salah satu alasannya adalah karena isi surat panggilan yang dilayangkan dinilai masih belum jelas.

"Tidak akan hadiri panggilan sampai ini ada kejelasan lebih lanjut," kata Nursjahbani di Gedung KPK, Jakarta, Selasa 17 Februari 2015.

Nursjahbani menuturkan, pada surat panggilan terhadap Samad itu, tidak mencantumkan Sprindik dan surat penetapan tersangka. Selain itu, dia menyebut, surat panggilan itu tidak menjelaskan mengenai tempus delicti (waktu kejadian perkara). Bahkan, aktivis LBH ini sempat menunjukkan surat panggilan pemeriksaan terhadap Abraham Samad. Surat panggilan tersebut bernomor SP.Pgl/208/II/2015/Ditreskrimum.

Pada surat panggilan tersebut, dijelaskan bahwa Abraham dipanggil untuk didengar keterangannya dalam perkara tindak pidana pemalsuan surat atau tindak pidana administrasi kependudukan yang diatur dalam Pasal 264 ayat 1 subs Pasal 266 ayat 1 KUHPidana atau Pasal 93 Undang Undang RI Nomor 23 Tahun 2006 yang telah diperbaharui dengan Undang Undang Nomor 24 Tahun 2013.

"Oleh karena itu saya sebagai kuasa hukum yang sudah diberikan surat kuasa sejak kemarin menyarankan untuk tidak dulu menghadiri surat panggilan sebelum ada kejelasan dan memenuhi syarat-syarat sebagai surat panggilan yang benar," ujar dia.

Nursjahbani juga menilai bahwa perkara yang menjerat kliennya itu merupakan bagian dari kriminalisasi. Nuansa politik kental di dalamnya.

"Kalau kita lihat dari konteks politiknya itu bagian dari kriminalisasi, itu sudah jelas, tapi kita lihat lagi tuntutannya," tegas Nursjahbani.

Tak lama kemudian, Samad memberikan keterangan pers. Dia mengaku tidak mengetahui mengenai perkara dugaan pemalsuan dokumen yang sangkakan kepadanya dan menyebut tidak bisa menerima penetapan tersangka yang dilakukan oleh kepolisian.

"Saya tegaskan bahwa sebagai warga negara yang baik, saya menghormati proses hukum ini. Meskipun dalam hati kecil saya, tidak bisa menerima karena apa yang dituduhkan, atau apa yang ditersangkakan kepada saya," kata Samad. (Baca: ).

Samad mengklaim bahwa dia tidak pernah melakukan tindakan kejahatan pemalsuan Kartu Tanda Penduduk, Kartu Keluarga dan Paspor. Bahkan, ia mengaku tidak mengenal sosok Feriyani Lim, wanita yang melaporkannya ke kepolisian.

"Saya juga tidak tahu persis tentang yang dituduhkan mengenai pemalsuan dokumen. Karena, saya perlu jelaskan alamat tadi yang disampaikan itu sejak tahun 1999, saya beralamat di rumah saya di Jalan Mapala. Oleh karena itu, secara pribadi saya bingung dengan KK yang dimaksud, karena itu adalah ruko," urainya.

Menurut Samad, dia tengah melakukan koordinasi dengan tim kuasa hukumnya sebelum menentukan langkah-langkah hukum lebih lanjut terkait perkaranya ini.

"Kita sudah membahas berbagai langkah yang akan dilakukan dan insya Allah tim hukum saya akan menelaah lebih jauh, dan tentunya mempersiapkan langkah-langkah pembelaan yang lebih komprehensif," imbuh.

Samad melanjutkan, kasus yang tengah menjeratnya ini merupakan risiko dalam melakukan pemberantasan korupsi. Dia mengaku siap untuk menghadapi proses hukum, lantaran dia telah berkomitmen mewakafkan diri sejak bergabung KPK.

"Semoga Tuhan YME Allah SWT tetap memberikan pencerahan kepada kita semua, agar supaya kita bisa melihat kebenaran itu. Walaupun kebenaran itu akan kita temukan di dalam kegelapan," ujarnya.

Terhadap posisinya sebagai Ketua KPK, Samad juga tidak keberatan untuk mundur. Sebab, itu sudah menjadi standar bagi semua pimpinan KPK, termasuk dirinya.

"Standar bagi pimpinan KPK dan tidak ada masalah untuk hal itu," kata dia.

Patuhi Hukum

Penetapan tersangka Abraham Samad mengundang berbagai reaksi dari sejumlah kalangan. Misalnya saja di DPR. Wakil Ketua Komisi III DPR, Desmon J Mahesa meminta Samad segera meninggalkan KPK dan tidak perlu mencontoh Bambang Widjojanto.

"Tak perlu lagi mondar-mandir ke KPK. Bila tak mundur dan mondar-mandir seperti yang dilakukan Bambang Widjojanto, ini akal-akalan dan mencari-cari cara untuk mendapatkan simpati," katanya.

Menurut Desmond, status tersangka Samad ini membuktikan bobroknya pimpinan KPK saat ini. Meskipun, dia tidak bisa menutupi keterkejutannya dengan penetapan status tersangka terhadap Samad itu.

Sementara, Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie, meminta Samad menghadapi proses hukum. Karena, polisi tidak akan menetapkan status tersangka tanpa dasar.

"Saya rasa polisi punya data. Hadapi saja dengan baik dan tenang," sarannya.

Pastikan Tak Hadir

Meski demikian, Anggota kuasa hukum Ketua KPK non aktif, Abraham Samad, Dadang Trisasongko memastikan kliennya tidak akan menghadiri pemeriksaan di Polda Sulselbar. Alasannya, Samad memiliki agenda lain yang sifatnya mendesak.

"Kami sudah ngobrol, dan ternyata tadi Pak samad ada acara lain yang harus dia hadiri sendiri. Kita minta itu ditunda," kata Dadang saat dihubungi VIVA.co.id, Kamis 19 Februari 2015.

Menurut Dadang, penasehat hukum yang ada di Makassar akan menyerahkan surat pemberitahuan bahwa Samad tidak hadir bisa hadir secara langsung di polda. Karena di sana, mereka juga memiliki tim lawyer yang akan mendampingi Samad.

"Tapi kami juga menyarankan, mengusulkan kalau bisa pemeriksaan nantinya dilakukan di Jakarta biar lebih praktis karena yang bersangkutan tinggalnya di Jakarta," ujarnya.

Terkait detail acara yang membuat Samad tidak bisa hadir, Dadang mengaku tidak tahu secara persis. Yang dia ketahui hanya, acara tersebut sudah dijadwalkan dua minggu yang lalu sehingga akhirnya diputuskan tidak bisa hadir.

"Saya nggak tahu persis (apakah personal atau terkait KPK), tapi pastinya bertabrakan dengan pemeriksaan itu," katanya lagi.

Dadang menegaskan sudah menyiapkan segala kemungkinan dalam menghadapi pemanggilan penyidik Polda Sulselbar. termasuk kemungkinan dipanggil atau dijemput paksa jika dalam tiga kali pemanggilan tidak hadir.

"Segala kemungkinan kami siapkan, tapi kayanya tidak akan sampai ke situ, jemput paksa, penangkapan atau penahanan. Kami berharap, tidak akan sampai ke situ," jelasnya.

Dadang memastikan, pada pemanggilan kedua atau ketiga, Samad akan hadir langsung. Hanya saja, dia meminta agar pemeriksaan dilakukan di Jakarta.

"Ya, kami di sini, model, pola pimpinan KPK yang menghargai hukum seperti BW yang menghadiri pemeriksaan," ucapnya.

Jaksa Agung: Deponering Widjojanto dan Samad Pekan Depan

(Muhammad Noer/Makassar)

Baca Juga:

Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti.

Dua Mantan Pimpinan KPK Harusnya Sampai Pengadilan

"Karena di situlah ujung keadilan itu didapatkan," ujar kapolri.

img_title
VIVA.co.id
4 Maret 2016