Kerja Kebut Pimpinan Baru KPK

Plt ketua KPK Taufiequrachman Ruki di dampingi oleh empat wakil ketua KPK yaitu Johan Budi, Adnan Pandu, Indriyanto Seno Adjie dan Zulkarnaen gelar jumpa pers di Kantor KPK, Jumat (20/2/2014).
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ahmad Rizaluddin

VIVA.co.id - Presiden Joko Widodo melantik tiga pimpinan baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Istana Negara, Jakarta, pada Jumat pagi, 20 Februari 2015. Mereka adalah Taufiequrachman Ruki, Indrianto Seno Aji, dan Johan Budi.

Ketiga orang itu hanya pimpinan sementara. Mereka ditunjuk Presiden sebagai Pelaksana Tugas, menggantikan Abraham Samad dan Bambang Widjojanto yang dinonaktifkan karena berstatus tersangka dan Busyro Muqodas yang masa jabatannya berakhir pada Desember 2014.

Kebijakan Kepala Negara mendaulat ketiga orang itu adalah jalan pintas agar KPK tak lumpuh setelah ditinggalkan ketua dan dua wakil ketuanya. Disebut jalan pintas karena tak melalui tahapan seleksi sebagaimana mestinya menyusul kondisi yang darurat. Ditambah perseteruan lembaga itu dengan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) yang belum sepenuhnya mereda.

Tapi tugas dan tanggung jawab Taufiequrachman Ruki, Indrianto Seno Aji, dan Johan Budi bukan pekerjaan jalan pintas meski menjabat hanya sampai Desember 2015. Mereka bersama dua Wakil Ketua yang lain, Adnan Pandu Praja dan Zulkarnaen, segera bekerja melanjutkan tugas besar pemberantasan korupsi.

Kisah Jenderal Hoegeng, Sosok Polisi Sejati Indonesia

Optimisme

Sebagian kalangan menilai formasi baru pimpinan KPK itu tak buruk-buruk amat. Taufiequrachman Ruki dan Johan Budi bukan orang baru. Taufiequrachman adalah pensiunan Polisi yang menjabat Ketua KPK periode 2003 hingga 2007. Johan ialah Deputi Bidang pencegahan KPK dan sebelumnya populer sebagai Juru Bicara lembaga itu.

Indriarto Seno Aji tak pernah menjabat apapun di KPK tapi dia dikenal sebagai ahli hukum. Dia adalah Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia dan sering diminta menjadi saksi ahli untuk beberapa kasus pidana di sejumlah persidangan. Saat perkara yang melibatkan petinggi KPK pada masa Bibit-Chandra, Indrianto selalu dirujuk untuk memberikan pandangannya perihal hukum.

Taufiequrachman disebut telah memahami seluk-beluk KPK dan kasus korupsi di Tanah Air, terutama kasus yang terkategori besar atau berskala besar. Segera seusai dikukuhkah oleh Presiden, Taufiequrachman menyatakan bahwa salah satu kasus yang menjadi prioritasnya adalah perkara rekening tak wajar alias rekening gendut Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan, cikal-bakal ketegangan KPK dengan Polri.

“(kasus rekening gendut Budi Gunawan) itu kasus yang akan kita tangani, adanya putusan praperadilan jadi faktor bagaimana kita akan menangani itu," kata Taufiequrachman.

Namun dia telah mengambil ancang-ancang untuk memperbaiki hubungan KPK dengan Polri agar polemik Cicak versus Buaya segera berakhir dan tak terulang lagi. Katanya, peran Polisi dalam membantu tugas KPK tak bisa dikecilkan sehingga hubungan kedua lembaga harus harmonis dan saling berkoordinasi.

Taufiequrachman memperingatkan kepada para koruptor bahwa dia tak main-main. Dia meminta koruptor berhati-hati jika berhadapan dengannya. “Taufiq is comeback (Taufik kembali menjadi pimpinan KPK),” katanya.

Johan tak menjanjikan banyak hal. Dia senada dengan Taufiequrachman bahwa hubungan KPK dengan Polri harus ditata ulang sehingga saling mendukung. Dia bahkan menilai perbaikan hubungan KPK dengan Polri adalah prioritas.

Johan meyakinkan publik bahwa dia akan tegas menolak intervensi dalam bentuk apa pun terhadap KPK meski ditunjuk oleh Presiden. Dia mempersilakan publik menilai kinerjanya selama sepuluh bulan mendatang. "Kalau soal independensi, tentu publik yang bisa menilai. Kalau kamu tanya saya, saya pasti independen.”

Indrianto Seno Aji hampir tak memberikan pernyataan apa pun seputar penunjukannya sebagai Pelaksana Tugas pimpinan KPK. Sebuah lembaga swadaya masyarakat, Koalisi Masyarakat Sipil Anti Korupsi (KMSAK), memperingatkan Presiden untuk mewaspadai pengangkatan Indrianto yang bisa jadi malah membahayakan penanganan berbagai kasus korupsi di KPK.

Menurut Alvon Kurnia Palma, aktivis KMSAK, Indrianto selama ini dikenal sangat dekat dengan Orde Baru dan berseberangan dengan KPK. Indrianto juga banyak mendampingi para pelaku tindak pidana korupsi, perbankan, pelanggaran HAM, dan kasus-kasus lain.

Alvon mengungkap beberapa rekam jejak Indrianto, di antaranya, pernah memberikan bantuan hukum terkait kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Dia, katanya, juga pernah menjadi ahli hukum pidana yang diundang Bareskrim Mabes Polri dalam gelar perkara kasus surat fiktif kredit pada Bank Century.

Sejauh ini tak ada sanggahan dari Indrianto soal tuduhan itu. Dia hanya berkomentar: "Tidak masalah, itu masa lalu. Itu artinya backward (belakang), kita sekarang melihat forward (ke depan).” Dia pun berjanji bekerja secara profesional sebagai komisioner KPK.


Kapolri Pimpin Kenaikan Pangkat 11 Pati Polri, Ada Kapolda Gorontalo Irjen Pudji

Siasat baru

Taufiequrachman, yang ditetapkan sebagai Ketua sementara KPK, mengungkapkan mekanisme baru kerja pimpinan KPK, yang kemudian dinilai sebagai strategi atau siasat baru lembaga itu memerangi koruptor. Dia tak menjelaskan secara terperinci melainkan hanya mengubah pola pembagian kerja bidang pencegahan dan penindakan. Ringkasnya, tak ada lagi pembagian tugas pimpinan di bidang pencegahan dan bidang penindakan. Semua dikerjakan bersama oleh lima ketua dan empat wakil ketua.

"Tahun ini kita garap bersama-sama. Kalau ada posisi-posisi deputi yang kosong akan segera kita isi, baik internal maupun eksternal, akan dilakukan sesuai prosedur," ujarnya.

Menurutnya, siasat itu bagian dari upaya mengatasi berbagai soal yang mendera KPK belakangan. Katanya, pimpinan KPK harus kompak. “Kita harus segera bangkit kembali dari suasana ini, melangkah ke depan, tidak bisa lagi meratapi merenungi hal yang lalu. Kita sudah mulai melangkah."

Taufiequrachman mengaku bahwa formasi baru pimpinan KPK telah menginventarisasi masalah-masalah internal dan menetapkan program prioritas. Inventarisasi itu berdasarkan saran dan pertimbangan Abraham Samad dan Bambang Widjojanto, yang diberhentikan sementara.

Tapi Taufiequrachman tak menyebut kasus tertentu yang akan ditangani. Abraham Samad dan Bambang Widjojanto pun, katanya, tak merekomendasikan satu pun kasus yang harus diutamakan untuk dituntaskan selama periode singkat itu.

Sedikitnya ada lima kasus korupsi yang telah masuk/melewati tahap penyelidikan, yakni kasus BLBI, skandal Bank Century, suap perkara minyak dan gas (migas) yang melibatkan mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik, suap yang melibatkan mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, dan rekening gendut jenderal Polisi.


Polri Petakan Jalur Rawan Kecelakaan Saat Mudik, Terutama di TransJawa

1. BLBI

BLBI adalah skema bantuan (pinjaman) yang diberikan Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami masalah likuiditas saat krisis moneter di Indonesia tahun 1998. Pada Desember 1998, BI telah menyalurkan BLBI sebesar Rp147,7 triliun kepada 48 bank. Audit BPK menyimpulkan telah terjadi indikasi penyimpangan sebesar Rp138 triliun.

KPK telah memulai penyelidikan atas kasus itu. Komisi juga telah memeriksa sejumlah orang, di antaranya, tiga mantan Menteri Koordinator Perekonomian, yakni Kwik Kian Gie (menjabat tahun 1999-2000), Rizal Ramli (menjabat tahun 2000-2001), dan Dorodjatun Kuntjoro Jakti (menjabat tahun 2001-2004). KPK juga memeriksa mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), I Gede Putu Ary Suta, dan mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara, Laksamana Sukardi.

2. Bank Century

Kasus skandal Bank Century mengemuka pada tahun 2009. Kasus itu bermula dari penyertaan modal sementara (PMS) senilai total sejumlah Rp 6,7 triliun yang dikucurkan dalam kurun waktu delapan bulan oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

Kasus itu adalah salah satu tata cara penanganan terhadap bank gagal yang dilakukan oleh Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK) yang beranggotakan Menteri Keuangan, Bank Indonesia (BI) dan Lembaga Pengawas Perbankan (LPP).

KPK telah menjebloskan mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia, Budi Mulya, ke penjara. Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi memvonis Budi dihukum penjara selama 10 tahun dan denda sebesar Rp500 juta subsidair lima bulan kurungan. Budi mengajukan banding tapi Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat hukumannya menjadi 12 tahun penjara.

Dalam surat dakwaan untuk Budi Mulya, terubgkap peran mantan Wakil Presiden RI, Boediono. Di antaranya, dalam dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum KPK, Boediono selaku Gubernur BI saat itu disebut menandatangani perubahan peraturan Bank Indonesia (PBI) agar Bank Century memenuhi persyaratan mendapatkan fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP).


3. Migas

Kasus itu telah menjerat beberapa pejabat penyelenggara negara sebagai, di antaranya, mantan Menteri ESDM Jero Wacik dan mantan Ketua Komisi VII DPR Sutan Bhatoegana. Kasus itu adalah hasil pengembangan dari kasus SKK Migas yang prosesnya sudah selesai di persidangan.

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi memvonis mantan Kepala SKK Migas, Rudi Rubiandini, tujuh tahun penjara -lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut sebelumnya yaitu 10 tahun- karena terbukti menerima suap dari Kernel Oil.

4. Akil Mochtar

Kasus ini melibatkan mantan hakim konstitusi dan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Akil Mochtar. Akil divonis hukuman penjara seumur hidup oleh majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada Juni 2014. Dia dinyatakan terbukti bersalah menerima hadiah dan tindak pidana pencucian uang terkait kasus sengketa Pilkada di MK.

Akil Mochtar ditangkap KPK atas dugaan penyuapan pada awal Oktober 2013. KPK menyita mata uang dolar Singapura serta AS senilai kurang lebih Rp3 miliar di kediamannya. KPK kemudian menyatakan Akil Mochtar sebagai tersangka kasus suap penanganan perkara pilkada Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan Tengah dan Kabupaten Lebak, Banten.

Kasus suap itu merembet ke banyak orang. Akil menerima suap dari penanganan belasan sengketa pilkada di MK, antara lain, Pilkada Empat Lawang (Rp10 miliar dan 500.000 dolar Amerika Serikat), dan Pilkada Kota Palembang (sekitar Rp3 miliar), Pilkada Kabupaten Buton (Rp1 miliar), Pilkada Kabupaten Pulau Morotai (Rp2,989 miliar), Pilkada Kabupaten Tapanuli Tengah (Rp1,8 miliar), dan menerima janji pemberian terkait keberatan hasil Pilkada Provinsi Jawa Timur (Rp10 miliar).

Akil juga terbukti menerima Rp125 juta dari Wakil Gubernur Papua periode tahun 2006-2011, Alex Hesegem. Pemberian uang itu terkait sengketa Pilkada Kabupaten Merauke, Kabupaten Asmat, Kabupaten Boven Digoel, Kota Jayapura, dan Kabupaten Nduga.

5. Rekening gendut

Kasus itu mengakibatkan ketegangan antara KPK dengan Polri. Mulanya adalah penetapan status tersangka oleh KPK terhadap Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan, yang sempat menjadi calon Kepala Polri. Budi disebut sebagai satu dari enam perwira polisi yang, menurut Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), memiliki rekening tak wajar atau populer disebut rekening gendut.

Budi dituduh melakukan transaksi dalam jumlah besar, tak sesuai dengan profilnya. Bersama anaknya, Budi disebutkan telah membuka rekening dan menyetor masing-masing Rp 29 miliar dan Rp 25 miliar.

Budi mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan tersangka kepada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Majelis Hakim kemudian membatalkan status tersangka itu karena dianggap tak sah. KPK kemudian mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung atas putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.


Belum usai

Kasus yang mendera KPK belum akan usai dalam waktu dekat. Sebab dua wakil ketua yang lain, yakni Adnan Pandu Praja dan Zulkarnaen, juga dilaporkan ke Polisi atas tuduhan pelanggaran hukum.

Adnan dilaporkan ke Mabes Polri dengan tuduhan perampokan perusahaan dan kepemilikan saham secara ilegal di PT Desy Timber di Berau, Kalimantan Timur, tahun 2006. Zulkarnaen juga akan dilaporkan terkait dugaan suap penanganan korupsi dana hibah Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat (P2SEM) Jawa Timur pada 2008. Ketika itu, Zulkarnain menjabat sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.

Kalau Adnan Pandu Praja dan Zulkarnaen ditetapkan sebagai tersangka, mereka juga akan diberhentikan sementara sebagai wakil ketua KPK, sama seperti Abraham Samad maupun Bambang Widjojanto. Itu artinya, dua pimpinan KPK akan kembali lowong.

Selain itu, seorang penyidik KPK, Novel Bawesdan, juga telah resmi menjadi tersangka kasus penganiayaan narapidana pencuri sarang walet di Bengkulu pada tahun 2004. Dia menjalani pemeriksaan pada 27 Februari 2015.

Novel Bawesdan merupakan penyidik KPK yang berperan penting dalam mengungkap sejumlah tindak pidana korupsi yang dibongkar KPK. Namanya populer ketika ia membongkar mega skandal korupsi di tubuh institusi tempatnya bekerja yakni di Polri.

Kepala Bareskrim Mabes Polri, Komisaris Jenderal Polisi Budi Waseso, memastikan tetap melakukan pemeriksaan terhadap pimpinan KPK yang diduga melakukan tindak pidana, termasuk Adnan Pandu Praja dan Zulkarnaen yang masih dalam tahap pendalaman.

Budi Waseso menegaskan kasus pidana yang melibatkan para pimpinan KPK tidak ada kaitan dengan perintah Presiden Joko Widodo yang meminta agar hubungan KPK-Polri tetap harmonis. Menurutnya, Bareskrim tetap memeriksa Zulkarnaen dan Adnan Pandu Praja.

"Yang bersalah harus tetap diproses sesuai hukum, masa hukum bisa digituin, ya, enggaklah, kita tidak boleh melanggar UU dan kita tidak boleh memberhentikan yang bersalah," katanya.

Baca berita lain:



Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya