Posisi Tawar Indonesia Lebih Baik atas Brasil

Presiden Bertemu Menlu dan Dubes Indonesia Untuk Brazil di Istana Negara
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Ismar Patrizki

VIVA.co.id - Ada-ada saja sikap yang ditunjukkan oleh Presiden Brasil, Dilma Rousseff, yang dengan 'tak sopan' telah menolak nota kepercayaan Duta Besar Indonesia untuk Brasil, Toto Riyanto. Respons berlebihan ini pun dinilai akibat negara tersebut mengecam keras keputusan Indonesia yang mengeksekusi mati salah satu warganya yang menjadi gembong narkoba.

Apa boleh buat, penolakan itu pun berimbas langsung pada hubungan diplomatik kedua negara. Tak hanya itu, kerja sama ekonomi yang selama ini sudah terjalin akan turut memburuk.

"Hal ini tak pernah terjadi sebelumnya. Kita menyampaikan protes keras dan memanggil Toto Riyanto kembali ke Tanah Air. Ini adalah masalah martabat bangsa, masalah kedaulatan karena kehadiran duta besar di sana bukan mengatasnamakan pribadi tapi membawa surat kepercayaan Presiden RI," ujar Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi, di Istana Merdeka, Jakarta, Selasa 24 Februari 2015.

Ketegasan juga diperlihatkan oleh Presiden Joko Widodo yang menyampaikan bahwa tak ada yang bisa mengintervensi pemberlakuan eksekusi mati kepada gembong narkoba. Menurutnya, hukuman mati masih sah dalam hukum positif di Indonesia.

Akan tetapi, bukannya melunak, pemerintah Brasil justru terlihat makin kukuh mempertahankan sikapnya. Buktinya, Rousseff dengan berani menyatakan, insiden penolakannya tidak akan menyebabkan dampak negatif.

Presiden Brasil itu beranggapan, perdagangan negaranya dengan Indonesia hanya sebesar US$4 miliar atau sekitar Rp51 triliun pada 2014. Jumlah itu, disebutnya tidak sampai satu persen dari total perdagangan Brasil dengan negara-negara lain yang mencapai US$454 miliar atau Rp5.871 triliun. Artinya, terhentinya perdagangan dengan Indonesia, tidak akan banyak berpengaruh.

Indonesia tak perlu takut


Nasi sudah menjadi bubur, persoalan ekonomi juga ikut terseret di dalam hubungan kedua negara yang makin memanas. Namun, bicara mengenai kehormatan bangsa, apa yang dilakukan Indonesia mutlak harus dilakukan dan tidak perlu takut dengan tekanan Brasil.

Wakil Presiden, Jusuf Kalla juga buka suara. JK, demikian panggilan akrabnya, menegaskan bahwa pemerintah akan meninjau kembali kerja sama ekonomi antar kedua negara.

"Ya, kalau Dilma turunkan sikap politiknya, kita juga turunkan sikap politik kita, bisa juga turunkan sikap ekonomi kita," ujarnya di Kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Jakarta, Selasa 24 Februari 2015.

Wapres mengungkapkan, Indonesia memiliki posisi tawar yang lebih besar. Itu, karena, Indonesia lebih banyak membeli produk Brasil ketimbang negara tersebut.

"Kita banyak beli pesawat. Kalau begitu, kita juga bisa mengurangi impor dari Brasil, termasuk alutsista (alat utama sistem persenjataan)," tuturnya.

Menurut JK, banyak alternatif negara produsen barang impor yang bisa menggantikan posisi Brasil. Untuk itu, katanya, pemerintah tidak akan gentar dalam mengambil sikap tegas.

"Lagi dipertimbangkan. Kami periksa dulu, macam apa kita punya komitmen, kontraknya," jelasnya.

Senada dengan JK, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Tedjo Edhy Purdijatno, mengatakan, pemerintah Indonesia mempertimbangkan untuk pembatalan pembelian alutsista untuk TNI dari Brasil. Namun, lanjutnya, pertimbangan tersebut apakah membatalkan atau tetap melanjutkan kerja sama akan dibahas terlebih dahulu oleh menteri luar negeri dan menteri pertahanan.

Tedjo mengungkapkan, Indonesia memang sedang dalam proses membeli beberapa alutsista, di antaranya pesawat tempur. Sayangnya, dia tak menjelaskan nilai dari kerja sama tersebut.

"Kita perlu membahasnya karena sudah membayar pesawat tempur yang sudah dipesan. Akan tetapi, kita nggak rugi, nanti ada perhitungannya," tuturnya.

Dukungan terhadap pertimbangan untuk meninjau kembali kerja sama ekonomi antara Indonesia dan Brasil terus mengalir. Menggambarkan bahwa Indonesia tidak perlu ragu-ragu dalam mengkaji hubungan diplomatiknya dengan Brasil.

Direktur Pusat Studi Kebijakan Publik, Sofyano Zakaria, menjelaskan, apabila hubungan dagang diancam dibekukan maka tak akan berdampak besar bagi perekonomian Tanah Air. Alasannya, hubungan dagang dengan Brasil tergolong kecil baik mengenai alutsista, daging ayam maupun daging sapi.

Menurut Sofyano, kalau pelaksanaan eksekusi mati terhadap warga negara Brasil menjadi alat negara itu untuk menekan Indonesia maka pemerintah tidak perlu berpikir panjang untuk 'memutuskan' hubungan diplomatiknya dengan Brasil.

"Kedaulatan negara ini di atas segala-galanya. Ini yang harus ditegakkan oleh pemerintah kita. Jangan sampai, pemerintah melayani permintaan Brasil yang menolak eksekusi mati warganya. Jelas, Brasil sudah menghina harga diri bangsa Indonesia," tegasnya kepada VIVA.co.id.

Langkah Jokowi berikutnya?

Di sisi lain, Jokowi masih terus menunggu perkembangan berikutnya dan belum memberikan kepastian mengenai hubungan kedua negara.

Mantan gubernur DKI Jakarta itu menyebutkan, keberlanjutan hubungan dagang dan ekonomi dengan Brasil akan ditentukan setelah ada perkembangan mengenai masalah pelecehan itu.

"Lihat perkembangan, karena kita ada hubungan dagangnya, hubungan ekonomi ada. Ya, kita lihat perkembangannya," ungkap presiden.

Meski demikian, lanjut Jokowi, pemerintah Indonesia tentu ingin bersahabat baik dengan negara mana pun, termasuk Brasil. Tapi, katanya, kalau kejadian seperti itu, pemerintah tetap harus bersikap tegas.

Dalam hal ini,  presiden juga belum berencana untuk mengevaluasi hubungan diplomatiknya dengan Brasil. "Belum. Kita masih tunggu perkembangan," katanya.

Baca juga fokus lainnya

Indonesia Jamin Tak Ada Hukuman Mati untuk Jessica
Warga Australia Andrew Chan dan Myuran Sukumaran saat masih berada di Bali.

Ibu Mendiang Bali Nine: Pak Jokowi, Anda Begitu Kejam

Menurutnya, nyawa Myuran Sukumaran diambil secara brutal April 2015.

img_title
VIVA.co.id
27 Juli 2016