Giliran Media Massa Jadi Sasaran Tembak Polri

Aksi Protes Jurnalis Jakarta
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id - Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Polri terus membidik pihak-pihak yang ditengarai melakukan perbuatan tidak menyenangkan kepada Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan.

Budi Waseso Mengaku Jadi 'Anak Emas' Budi Gunawan

Kali ini, majalah Tempo yang menjadi sasaran tembak penyidik Polri. Tempo dilaporkan Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia (GMBI) atas pemberitaan yang memuat aliran dana Komjen Budi Gunawan pada 22 Januari 2015 lalu.

Ketua GMBI, Mohamad Fauzan Rachman melaporkan pemberitaan di majalah Tempo edisi "Bukan Sembarang Rekening Gendut", tanggal 19 Januari 2015, halaman 34-35.

Dalam laporannya, Fauzan menuduh Tempo dengan sengaja membocorkan rahasia perbankan dengan membeberkan data transaksi keuangan Budi Gunawan.

Setali tiga uang, Bareskrim Polri langsung bergerak cepat. Satu bulan, setelah laporan itu masuk, Bareskrim langsung memproses laporan tersebut. Tapi kali ini, Bareskrim melimpahkan penanganan kasus tersebut ke Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Polda Metro Jaya.

Ihwal tindak lanjut pelaporan kasus yang menjerat Tempo itu baru diketahui, ketika Dewan Pers diminta penyidik Polda Metro Jaya sebagai saksi ahli. Para penyidik itu pun mendatangi kantor Dewan Pers di Kebon Sirih, Jakarta, Selasa 3 Maret 2015, guna meminta saran Dewan Pers terkait dugaan pelanggaran kode etik majalah Tempo.

"Ada tiga orang (penyidik) meminta keterangan saksi ahli, Pak Heru Cahyo (anggota Dewan Pers)," kata Ketua Komisi Hukum Dewan Pers Yosep Adi Prasetyo, saat ditemui di gedung Dewan Pers, Jakarta.

Komjen Budi Gunawan Bagi-bagi Bingkisan di Car Free Night

Heru Cahyo ditunjuk oleh Ketua Dewan Pers Bagir Manan untuk menjadi saksi ahli.

Yosep menegaskan, laporan terhadap pemberitaan majalah Tempo yang memuat aliran dana Budi Gunawan tidak dapat dijerat tindak pidana. Sebab, pemberitaan yang dimuat Tempo merupakan hasil investigasi yang digunakan untuk informasi publik.

Menurut dia, profesi seorang wartawan harus dilindungi, karena pekerjaan jurnalisme adalah pekerjaan yang menantang bahaya.

"Investigasi adalah induk dari jurnalisme. Pekerjaan jurnalistik ini istimewa dan dilindungi," ujar pria yang akrab disapa Stanley ini.

Bahkan, lebih dari itu, Yosef menilai dalam melakukan investigasi, wartawan dalam keadaan tertentu diperbolehkan melanggar kode etik. "Boleh melanggar
kode etik, asal investigasi tersebut berguna untuk kepentingan publik," tambahnya.

Bagi dia, wartawan memang sering menghadapi dilema seperti kasus yang menimpa Tempo saat ini. Jika hasil investigasinya disampaikan dalam pengadilan, dapat meruntuhkan kepercayaan terhadap wartawan itu sendiri. Namun, jika tidak dibuka, para wartawan bisa menghadapi risiko hukum.

"Kredibilitas media akan diuji, apakah tunduk pada ancaman hukuman, atau tegas dalam prinsip demokrasi," tegas mantan komisioner Komnas HAM ini.

Sementara itu, Wakapolri Komisaris Jenderal Badrodin Haiti menegaskan bahwa kasus majalah Tempo masih didalami Dewan Pers. Penyidik, kata dia, hanya meminta pertimbangan Dewan Pers selaku ahli untuk menangani kasus tersebut.

"Ya, itu yang memeriksa Dewan Pers, bukan penyidik," ujar Badrodin, saat ditemui di PTIK, Jakarta Selatan.

Badrodin mengatakan, Polri bisa saja menaikkan status kasus ini ke penyidikan, dengan menetapkan wartawan Tempo sebagai tersangka, jika dalam pertimbangannya, Dewan Pers menyatakan terdapat unsur pidana dalam pemberitaan yang dimuat majalah Tempo terkait Budi Gunawan.

"Ya, kan nanti ada pertimbangan Dewan Pers, apakah penuhi unsur tindak pidana, atau nggak," ujarnya.

Dalam laporannya terkait pemberitaan majalah Tempo, GMBI menggunakan Pasal 47 ayat 1 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, serta Pasal 11 Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Klarifikasi Tempo

Redaktur Pelaksana majalah Tempo, Budi Setyarso, saat dikonfirmasi mengaku Tempo belum menerima informasi apa pun terkait laporan itu. Tempo, kata dia, hanya mengetahui adanya tindak lanjut laporan tersebut melalui Wakapolri Komjen Badrodin Haiti yang disampaikan di media massa.

Menurutnya, dalam keterangannya, Badrodin mengatakan bahwa penyidik Polri hari ini menemui Dewan Pers untuk meminta pertimbangan terhadap laporan pemberitaan majalah Tempo terkait Budi Gunawan.

"Kami belum terima panggilan, atau berkas formal berkaitan hal itu," kata Budi saat dikonfirmasi VIVA.co.id.

Menurut Budi, dalam pemberitaan majalah Tempo edisi "Bukan Sembarang Rekening Gendut", Tempo memang melakukan investigasi beberapa hal tentang Budi Gunawan dalam kapasitasnya sebagai calon Kapolri. Dari hasil investigasi itu, Tempo memaparkan beberapa data transaksi keuangan Budi Gunawan.

Budi mengklaim, sebelum hasil investigasi itu disampaikan dalam naskah berita, Tempo selalu melakukan kajian dari sisi editor. Baik itu dari aspek hukum, tata bahasa maupun keamanan naskah. Termasuk, mengkaji berita tersebut melanggar hukum, atau tidak.

"Itu tidak bermasalah, artinya publik berhak tahu calon Kapolrinya," ujarnya.

Kendati demikian, Tempo lanjut dia, masih menunggu tindak lanjut dari laporan pemberitaan Tempo soal Budi Gunawan yang kini ditangani penyidik Polda Metro Jaya. Namun, Budi tetap menganggap, institusi yang paling berhak menyelesaikan persoalan ini adalah Dewan Pers.

"Kami selalu berpedoman pada Undang-undang Pers. Apa pun keputusan mereka (Dewan Pers) kami akan turuti. Umumnya mereka akan mediasi, mengkaji apa yang disebut penilaian. Kami kira itu jalur terbaik," paparnya.

Komjen BG: Pak Kapolri Masih Lama Pensiun

Sementara itu, Aliansi Jurnalis Independen Indonesia (AJI Indonesia) mendesak Bareskrim Polri untuk menggunakan Undang-undang Pokok Pers dalam menyelesaikan kasus perselisihan yang disebabkan oleh pemberitaan majalah Tempo.

Ketua Umum AJI Indonesia, Suwarjono, menegaskan bahwa pemberitaan majalah Tempo tentang dugaan aliran dana Komjen Budi Gunawan merupakan bentuk pemenuhan hak konstitusional warga negara Indonesia untuk memperoleh informasi.

Suwarjono meminta Wakapolri Badrodin Haiti menjamin tidak akan mengkriminalisasi kerja pers memberitakan dugaan korupsi. Sebab, laporan Tempo terkait dugaan rekening gendut Budi Gunawan adalah produk pers, atau karya jurnalistik.

"Laporan Majalah Tempo harus dilihat sebagai upaya pers nasional untuk memenuhi hak konstitusional warga negara untuk memperoleh informasi, sebagaimana dijamin Pasal 28 F Undang-undang Dasar 1945," kata Suwarjono dalam keterangan persnya.

Suwarjono menjelaskan, aturan yang mewajibkan penyelenggara negara melaporkan harta kekayaan membuktikan bahwa sistem hukum Indonesia menggolongkan informasi tentang harta kekayaan penyelenggara negara sebagai informasi publik.

"Jelas bahwa publik memiliki hak untuk mengetahui fakta berkaitan dengan harta kekayaan penyelenggara negara. Jelas pula bahwa pemberitaan majalah Tempo merupakan bagian dari pemenuhan hak itu. Ganjil jika pemenuhan hak warga atas informasi malah dipidanakan," terang dia.

Suwarjono mengingatkan cara Polri mengelola berbagai persoalan terkait konflik kelembagaan antara Polri dan Komisi Pemberantasan Korupsi justru mengesankan Polri resisten terhadap upaya pemberantasan korupsi di lingkungan Polri. Hal itu, justru merugikan citra Polri dalam upaya pemberantasan korupsi.

"Segala gerakan anti korupsi yang terkait dengan institusi Polri justru mendapat ancaman serius dari Polri. Termasuk, pemberitaan majalah Tempo, yang kini terancam dikriminalisasi. Sebagai penegak hukum, Polri memiliki tanggung jawab untuk menjaga tata perundangan di Indonesia. Termasuk, menempatkan kasus-kasus pers untuk ditangani sesuai UU Pokok Pers," ujar Suwarjono.

Sementara itu, Ketua Bidang Advokasi AJI Indonesia, Iman D. Nugroho menyerukan kepada seluruh media di Indonesia untuk tidak gentar dengan ancaman kriminalisasi yang saat ini diancamkan pada Tempo. "Memberitakan kasus dugaan korupsi dengan cara-cara sebagaimana diatur dalam Kode Etik Jurnalistik (KEJ) adalah aktivitas yang dilindungi UU Pers, tidak ada alasan bagi pers takut," kata Iman.

Polisi, tambah Iman, harus memahami fungsi pers sesuai UU Pers. Bila ada sengketa pemberitaan, hendaknya dikembalikan lagi kepada mekanisme penyelesaian sesuai UU Pers. "Artinya, melaporkan hal itu pada Dewan Pers, dan akan diselesaikan dengan cara yang diatur UU Pers, bukan mengkriminalisasi jurnalisnya," tegas Iman.

Ancaman Pidana

Terlepas dari isi pemberitaan Tempo yang kini dipersoalkan, Pengamat Perbankan, Augustinus Mangasa Sipahutar, mengatakan Undang-undang Nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan memberikan jaminan kerahasiaan bank, guna melindungi kepentingan nasabah penyimpan dana dan simpanannya. Untuk itu, segala tindakan yang membocorkan kerahasiaan bank itu dapat dipidana.

Ancaman sanksi pidana bagi pihak yang dengan sengaja membocorkan data perbankan sebagaimana diatur dalam Pasal 47 ayat 1 UU Perbankan akan dipidana penjara sekurang-kurangnya dua tahun penjara, maksimal empat tahun penjara dan denda sekurang-kurangnya Rp10 miliar, dan paling banyak Rp200 miliar.

"Inti dari rahasia perbankan itu, tidak diperkenankan siapa pun memberitahukan rekening saldo, transaksi yang dilakukan pemegang rekening oleh pihak mana pun, kecuali ada penetapan pengadilan," kata Agustinus kepada VIVA.co.id.

UU Perbankan, lanjut Agus, memberikan pengecualian rahasia perbankan bisa dibocorkan, atau diberikan kepada pihak lain, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 41A, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, dan Pasal 44A. Namun, di luar itu, terdapat sanksi pidana bagi mereka yang dengan sengaja membocorkan data perbankan.

"Artinya, siapa pun. Apakah dia pers, direksi, karyawan, atau gubernur bank sentral itu sama aja," tegasnya.

Terkait kasus yang menjerat Tempo, Agus berpandangan, bisa saja dijerat dengan UU tersebut, karena masuk kriteria sanksi pidana yang dimaksud UU tentang rahasia perbankan. Hanya saja, ada kode etik, atau aturan-aturan dalam jurnalistik yang juga perlu dihormati.

"Dibuktikan aja pelanggarannya. Benar nggak dia (Tempo) melanggar," ujar Ekonom Management and Economics Development Studies ini.

Dalam mempublikasikan data-data perbankan, Agustinus menyarankan media massa agar lebih bijak, dengan tidak menyebut secara gamblang sumber dana dalam transaksi tersebut, dan dari bank mana transaksi itu berasal.

Bila itu terus dilakukan, dikhawatirkan akan menggerus kepercayaan masyarakat terhadap bank dan merugikan bank itu sendiri.

Sebab, menurut dia, dalam bisnis perbankan, kepercayaan, dan kerahasiaan simpanan nasabah menjadi yang utama. Tiap-tiap bank, wajib menjaga data kerahasiaan nasabah berikut dana simpanannya.

"Nah, kalau itu terjadi, terpublikasi di pers, ini akan mengundang orang untuk menarik uangnya di bank (rush). Mereka menganggap tidak aman di bank itu. Perbankan itu kan prinsipnya kepercayaan, karena mengelola uang," ujarnya. (asp)



Baca juga:

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya