Melawan 'Begal' Partai Politik

Menkumham Yasonna Laoly
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma

VIVA.co.id - Partai Golkar kubu Aburizal Bakrie telah mendaftarkan gugatan terhadap keabsahan penyelenggaraan Musyawarah Nasional Partai Golkar di Ancol dan pengurus DPP Partai Golkar kubu Agung Laksono.

Gugatan didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Senin 16 Maret 2015. Bukan cuma Agung Laksono cs yang digugat. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Hamonangan Laoly juga diseret ke pengadilan.

Menteri asal PDI Perjuangan itu digugat lantaran dinilai memanipulasi putusan Mahkamah Partai Golkar, meskipun belum menerbitkan Surat Keputusan (SK) pengesahan DPP hasil Munas Ancol.

Padahal, menurut kubu ARB, Mahkamah Partai tidak memenangkan satu pihak pun. Penegasan ini juga sudah disampaikan Ketua Mahkamah Partai, Profesor Muladi.

Kubu ARB menilai Yasonna telah memperlihatkan keberpihakannya kepada kubu Agung Laksono. Oleh karena itu, kubu ARB menilai telah cukup bukti bahwa Menkumham melakukan perbuatan melawan hukum sebagai penguasa.

"Telah cukup membuktikan bahwa Menkumham melakukan perbuatan melawan hukum," kata Yusril dalam keterangan persnya, Selasa, 17 Maret 2015.

Yusril juga menjelaskan alasan mencabut gugatan ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat dan mengajukan gugatan baru di Pengadilan Jakarta Utara. [Baca ]

Pada gugatan sebelumnya yang sudah dicabut, tergugat hanya satu, yakni kubu Agung Laksono. Dalam gugatan yang baru, kubu ARB menggugat Agung Laksono cs, sekaligus Menteri Yasonna Laoly.

Sidang perdana dijadwalkan akan digelar pada Rabu 25 Maret 2015. Kepastian itu disampaikan Kepala Humas Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Wisnu Wicaksono, Rabu sore, 18 Maret 2015.

Kata Wisnu, pihak pengadilan telah menyiapkan tiga hakim untuk menyidangkan gugatan tersebut. Ketiga hakim itu yakni, Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Lilik Mulyadi, Ifa Sudewi, dan Dasna.

"Sesuai surat edaran Mahkamah Agung, sidang gugatan perdata umumnya berlangsung selama lima bulan. Itu pun tergantung kedisiplinan dari pihak-pihak yang terkait dengan perkara," ujar Wisnu.

Politikus Budi Supriyanto Didakwa Disuap Ratusan Ribu Dolar



Ajukan Hak Angket

Tak cukup sampai di pengadilan. Kubu ARB bersama mitranya di Koalisi Merah Putih akan mengajukan hak angket terhadap kebijakan Menkumham Yasonna Laoly.

Ketua Fraksi Partai Golkar Ade Komarudin mengatakan, hak angket ini sebagai peringatan terhadap pemerintah dan Presiden Joko Widodo agar tidak melakukan intervensi dan ikut campur dalam internal partai politik.

Rencana pengajuan hak angket ini juga dilakukan dalam dua kasus sekaligus. Selain terhadap Partai Golkar, Menteri Yasonna Laoly juga dianggap mengintervensi internal Partai Persatuan Pembangunan (PPP). [Baca ]

"Karena konsolidasi demokrasi terganggu ulah Saudara Menteri (Yasonna). Bahkan, kami khawatir kebijakan Menkumham ini dijadikan alat kekuasaan," kata Ade.

Sikap Yasonna selama ini bisa berdampak pada partai lain selain PPP dan Partai Golkar. Upaya hak angket harus digulirkan, agar ke depan tidak bertambah buruk.

Ia berharap dengan digulirkannya hak angket, akan menyelamatkan partai lain dari berbagai upaya intervensi yang dilakukan pemerintah melalui tangan Menkumham.

"Ini bukan hanya solidaritas KMP terhadap PPP dan Golkar. Jangan sampai menimpa partai lain. Ini bisa membahayakan demokrasi Indonesia," kata Ade.

Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie, mengatakan, pengajuan hak angket telah memenuhi syarat, yakni didukung paling sedikit 25 anggota DPR atau dua fraksi. "Sekarang jumlahnya sudah lebih dari 25 orang dan sudah lebih dari dua fraksi."

Dalam kesempatan itu, ARB menjelaskan bahwa sikap Koalisi Merah Putih sangat jelas, yaitu mendukung penggunaan hak angket.

Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua Dewan Kehormatan Partai Amanat Nasional Amien Rais pun sudah tegas menyatakan sikapnya mendukung hak angket. Begitu juga Partai Keadilan Sejahtera.

"Demokrasi dicabik-cabik. Makanya, marilah kita bersatu untuk menjaga dari begal demokrasi ini," kata ARB.

Bahkan, Ketua DPP PDI Perjuangan, Effendi Simbolon, juga mendukung upaya Golkar dan KMP untuk mengajukan hak angket terhadap Menkumham, Yasonna Laoly.

Effendi Simbolon menilai, rekannya di PDI Perjuangan itu tidak netral dalam mengeluarkan kebijakan dengan menunjukkan keberpihakan terhadap salah satu kubu.

"Saya juga bisa merasakan. Mungkin Menkumham juga harus lebih arif, menarik diri untuk tidak ikut salah satu pihak, harus ada pemisahan," kata Effendi.

Menurut Effendi, seharusnya Yasonna bisa melakukan mediasi terlebih dahulu sebelum mengambil satu keputusan penting. Dalam waktu sepekan, kata Effendi, bisa dilakukan mediasi antara satu pihak dan pihak lain.

Menkumham, kata Effendi, juga tidak dalam posisi mengesahkan berdasarkan Mahkamah Partai, yang sebenarnya tidak ada keputusan untuk memenangkan salah satu kubu. "Ya, mudah-mudahan Laoly lebih dewasa," kata Effendi.



"Pembegal partai politik"

Terkait kebijakannya itu, Menteri Yasonna Laoly dinilai tengah melakukan penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power.

Bendahara DPP Partai Golkar, Bambang Soesatyo, mengaku mencium aroma "busuk" di balik keputusan mantan anggota DPR dari Fraksi PDI Perjuangan itu, yang dengan begitu reaktif mengesahkan kepengurusan Golkar kubu Agung Laksono.

"Menkumham melakukan tindakan begal politik. Jika ini dibiarkan akan berdampak bagi partai-partai lain. Hari ini Golkar dan PPP, bisa saja berikutnya partai lain juga akan mengalami tindakan abuse of power," kata Bambang.

Anggota Komisi III dari Fraksi PKS, Aboe Bakar Al-Habsy, menyebut Yasonna Laoly sebagai "pembegal partai politik".

"Karena sudah dua kali melakukan sikap yang agak aneh. Jadi, sahabat kita, Laoly ini, ketika pertama belum 24 jam sudah ada putusan PPP," kata Aboe Bakar.

Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini mengatakan, partainya siap mendukung rencana hak angket yang akan diajukan KMP terkait manuver Yasonna pada kisruh partai politik.

"PKS akan kompak mengikuti keputusan KMP. Demi membangun kebersamaan, PKS akan kompak mendukung keputusan KMP," kata Jazuli. [Baca ]

Peneliti Politik IndoStrategi, Pangi Syarwi Chaniago, melihat pemerintah saat ini sedang melakukan intervensi terhadap partai politik melalui Yasonna Laoly.

Pangi menilai, demi kekuasaan, pemerintah secara tak langsung merusak citra, kredibilitas dan profesionalisme Kemenkumham dengan mengambil keputusan sepihak memenangkan kubu Agung Laksono.

Partai Golkar, kata Pangi, sejak awal sangat didambakan untuk bergabung ke koalisi pemerintah. Namun, Golkar di bawah kepemimpinan Aburizal Bakrie tetap memilih berada di luar pemerintahan.

Dengan disahkannya kepengurusan Agung Laksono, secara otomatis Golkar sudah berada di dalam pemerintahan.

"Sebelumnya, saya nggak berani mengatakan pemerintah intervensi internal Golkar. Sekarang nampak terang, sebelumnya masih buram. Saya kira ini politik canggih dan keren yang dimainkan (political game) oleh pemerintah dengan menggunakan legitimasi tangan Kemenkumham," ujar Pangi.

Pengamat politik UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta ini menyayangkan keputusan yang diambil Menkumham Yasonna Laoly. Padahal, akan lebih bijak jika Yasonna menunggu putusan pengadilan, mengkajinya dan baru mengesahkan kepengurusan salah satu kubu.

"Andaikan ARB berada di gerbong KIH, saya yakin Yasonna akan mengesahkan kepengurusan ARB," kata Pangi.

Bertemu Menteri Australia, Yasonna Bahas Soal Terorisme

Pakar Hukum Tata Negara, Irman Putrasidin, menilai Menteri Yasonna terlalu terburu-buru mengambil keputusan atas sengketa kepemimpinan Partai Golkar. Keputusan Menteri yang mengakui salah satu kubu pun telah mendahului putusan pengadilan.

Keputusan itu mengakibatkan konflik internal di partai itu kian runcing. "Makanya Menkumham pelan-pelan harus menata diri kembali, tidak perlu mengacak-acak kehidupan partai politik," kata Irman dalam sebuah diskusi publik di Jakarta, Rabu, 18 Maret 2015.

Dia menilai, kekeliruan Menteri Yasonna juga terjadi pada konflik di PPP. Dalam konflik di partai Ka'bah itu, Yasonna tidak punya dasar hukum untuk mengajukan banding setelah putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang membatalkan Surat Keputusan Menkumham.

"Karena pemerintah bisa banding jika urusannya menyangkut pemerintahan, bukan soal siapa pengurusnya. Itu bukan urusan pemerintah," katanya.



Yasonna siap hadapi

Dikritik, Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H Laoly, pun mengaku siap menghadapi gugatan pengurus Golkar kubu ARB di pengadilan. Sebagai warga yang sadar hukum, Yasonna siap menghadapi gugatan itu.

"Silakan saja, kami akan layani. Kalau digugat, kami layani. Nggak apa-apa," kata Yasonna di Istana Negara, Jakarta, Senin 16 Maret 2015.

Meski begitu, Yasonna berharap kedua kubu dapat menyelesaikan masalah internalnya sendiri. Jelang pendaftaran pilkada serentak pada Juni 2015, menurut Yasonna, menjadi momentum Golkar untuk bersatu.

"Itu yang kami khawatirkan. Itu nanti kan merugikan Golkar sendiri. Saya kira ini momentum rekonsiliasi lah, karena itu kan kepengurusannya hanya sampai 2016. Kalaupun menurut Mahkamah Partai, ini kan yang memutuskan Mahkamah Partai, bukan saya," ujar Yasonna.

Dia juga berharap konflik kedua kubu tidak menimbulkan konflik horizontal. Termasuk aksi saling hantam kedua kubu dalam memperebutkan legitimasi.

"Kami harap jangan. Ini negara hukum. Negara hukum kan harus taat hukum, keputusan kami digugat, ya silakan saja," kata Yasonna.

Terkait dengan hak angket yang akan diajukan anggota dewan, Yasonna sudah pernah menyatakan siap untuk menghadapinya. Yasonna mengatakan akan menjelaskan mengapa dia mengeluarkan kebijakan seperti itu.

"Kalau kurang jelas yang saya jelaskan, akan saya jelaskan sejelas-jelasnya," kata Yasonna, di Istana Negara, Jakarta, Jumat 13 Maret 2015.

Yasonna mengatakan, keputusannya memenangkan kubu Agung Laksono tidak dilakukan sendiri. Sebelum mengeluarkan kebijakan itu, Yasonna mengaku meminta berbagai masukan dan pertimbangan dari pihak yang berkompeten.

"Saya ajak teman, tanya pakar, saya ajak staf ahli, saya timbang-timbang. Akhirnya saya putuskan," kata Yasonna.

Jika keputusannya menimbulkan berbagai reaksi, itu dinilainya sebagai sebuah risiko yang memang harus dia ambil. Sebab, setiap keputusan apakah memenangkan Munas Bali atau Ancol, juga tetap akan berdampak.

Saat disinggung bahwa putusan memenangkan kubu Agung karena lebih dekat dengan Koalisi Indonesia Hebat, Yasonna membantahnya. Dia mengaku punya hubungan dan kedekatan dengan Aburizal Bakrie maupun Sekjen DPP Golkar versi Munas Bali, Idrus Marham.

"Pak ARB juga dekat dengan kami. Saya memutuskan juga bertemu dengan teman-teman seberang (kubu Munas Bali), saya tidak mau sebut siapa," kata Yasonna.

Baik dari kubu Munas Bali maupun Munas Ancol, kata Yasonna, adalah teman baiknya. Dia mengaku tidak enak mengambil keputusan seperti itu. Tapi, biar bagaimana pun, keputusan harus diambil.

"Saya tidak menikmati ambil keputusan ini, karena dua-duanya teman saya. Pak Idrus (Idrus Marham) teman saya di Komisi II, kawan baik. Pak Priyo (Priyo Budi Santoso), Ade Komarudin (Ketua Fraksi Golkar), Bamsoet (Bambang Soesatyo), Pak Supit (Ahmad Nur Supit) itu ketua saya di Banggar. Coba bayangkan. Tapi, saya berdasar undang-undang saja deh, biar jelas," ujar Yasonna.

Partai Pendukung Ahok Pakai Janji Tertulis Biar Tak Membelot
![vivamore=" Baca Juga
:"]

[/vivamore]
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya