Semua Anggota DPR Kantongi Paspor Diplomatik, Apa Perlu?

Setya Novanto
Sumber :
  • ANTARA/Rosa Panggabean

VIVA.co.id - Dewan Perwakilan Rakyat meminta paspor diplomatik untuk 560 anggotanya. Dengan alasan bahwa fasilitas tersebut, untuk menunjang tugas parlemen sebagaimana diamanatkan UU tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD, agar ikut aktif menjalankan politik luar negeri.

Para pimpinan DPR pun mengaku telah melakukan komunikasi intensif dengan pemerintah untuk memuluskan rencana tersebut. 

Paspor Diplomatik Bagi Seluruh Anggota DPR Dinilai Tak Perlu

Sebenarnya, seberapa perlunya paspor diplomatik tersebut bagi para anggota dewan yang terhormat? Dan, bagaimana reaksi dari pemerintah dan pihak terkait lainnya?

“Kami ingin menegaskan di sini bahwa diplomasi parlemen cenderung semakin penting dalam memajukan kepentingan nasional," kata Ketua DPR Setya Novanto, saat pidato pembukaan masa sidang III DPR dalam sidang paripurna pada Senin kemarin, 23 Maret 2015.

Kementerian Luar Negeri mengaku memang telah ada usulan masuk ihwal itu. Wakil Menteri Luar Negeri RI, A.M. Fachir menjelaskan bahwa memang ada pembicaraan antara pimpinan DPR dengan Menlu Retno LP Marsudi. "Namun, sebelum keputusan diambil," kata Fachir kepada VIVA.co.id, Selasa 24 Maret 2015.

Fachir menjelaskan, ada dua Undang-undang yang harus dipertimbangkan. Pertama, UU MD3 pasal 69 ayat 2. Isinya, selain tugas pokok mengenai perancangan anggaran, anggota dewan juga mendukung upaya pemerintah dalam melaksanakan politik upaya luar negeri.

Kedua, UU nomor 6/2011 tentang Keimigrasian. yang kemudian diikuti Peraturan Pemerintah nomor 31 tahun 2013. Isinya, paspor diplomatik hanya diberikan kepada utusan, atau pejabat resmi yang ditunjuk oleh Pemerintah RI, atau diberikan tugas resmi diplomatik oleh Menlu.

Hanafi Rais: Paspor Diplomatik DPR Dukung Kinerja Pemerintah

"Jika tidak ada tugas tersebut, paspor diplomatik tidak mungkin diterbitkan," kata Fachir.

Fachir menjelaskan, sebelum sebuah paspor diplomatik diterbitkan harus melalui proses cek dan verifikasi. Tujuannya, agar diberikan exit permit (izin meninggalkan negara) oleh Kementerian Luar Negeri.

Exit permit ini hanya diberikan oleh pemegang paspor dinas dan paspor diplomatik, dengan sebelumnya mencantumkan tujuan yang jelas dari perjalanan itu.

Bagaimana dengan paspor diplomatik anggota DPR? Fachir menyatakan bahwa sebelum ada penerbitan paspor diplomatik bagi anggota DPR, perlu ada mekanisme yang lebih jelas untuk mencegah, agar dokumen tersebut betul-betul digunakan untuk kepentingan diplomatik.

Namun, Fachir menilai, sulit rasanya menerbitkan paspor diplomatik untuk semua anggota DPR yang jumlahnya mencapai 500 orang lebih.

"Saya saja sebagai wakil menteri luar negeri, baru diizinkan untuk menggunakan paspor diplomatik kalau tengah bertugas. Kalau untuk kepentingan pribadi, saya akan menggunakan paspor biasa," ujar mantan Dubes RI untuk Mesir itu.

Komisi I: Dengan Paspor Diplomatik, DPR Jadi Agen Diplomasi

*

Rawan Penyimpangan

Pakar Hukum Internasional dari Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana, berpendapat, tidak tepat jika semua anggota DPR diberikan fasilitas paspor diplomatik. Sebab, berdasarkan aturan yang berlaku, yang berhak atas paspor diplomatik hanya mereka yang termasuk ke dalam klasifikasi ketua dan wakil ketua lembaga negara.

Dijelaskannya, penerbitan paspor diplomatik dilakukan oleh Menteri Luar Negeri berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 31 tahun 2013 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

Dalam pasal 37 ayat (1) disebutkan paspor diplomatik diberikan untuk warga Indonesia yang akan melakukan perjalanan keluar wilayah Indonesia dalam rangka penempatan, atau perjalanan untuk tugas yang bersifat diplomatik.

Menurut Hikmah, bila semua anggota DPR diberi paspor diplomatik, belum tentu mereka melakukan tugas yang bersifat diplomatik. Selain itu, di dalam pasal 37 ayat (2), diatur dengan jelas siapa saja yang bisa memperoleh paspor diplomatik.

"Lagipula di dalam pasal tersebut, tidak disebut seluruh anggota lembaga negara berhak memegang paspor diplomatik," katanya.

Menurut Hikmahanto, jika seluruh anggota DPR pada akhirnya memiliki hak memegang paspor diplomatik, pejabat tinggi lainnya seperti anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), seluruh hakim agung, dan pejabat lain juga menuntut hak serupa.

"Akibatnya, jumlah pemegang paspor diplomatik pun akan tidak terkendali dan bila terjadi penyimpangan oleh oknum pemegang paspor diplomatik, yang menanggung beban dan malu adalah negara Republik Indonesia," kata dia.

Penyimpangan itu bisa dilakukan dengan menyalahgunakan paspor diplomatik untuk bukan tujuan kediplomatikan seperti wisata atau tujuan pribadi.

Pemegang paspor diplomatik, ujar dia, bukan berarti memiliki kekebalan diplomatik sepenuhnya. Berdasarkan Konvensi Wina tentang Hubungan Diplomatik tahun 1961 lalu, kekebalan yang dimiliki hanya terbatas di negara tempat diplomat ditugaskan.

"Selama perjalanan melewati sejumlah negara untuk mencapai negara tempat dia bertugas, maka diplomat tersebut tidak memiliki kekebalan diplomatik," kata mantan Dekan Fakultas Hukum UI itu.

Dia mencontohkan, mantan Presiden Chile, Augusto Pinochet. Pinochet tetap ditangkap oleh Inggris untuk dideportasi ke Spanyol, karena telah melakukan pelanggaran hak asasi manusia. Sebanyak 2.025 kasus pelanggaran HAM terjadi di rezimnya.

"Dia ditangkap, ketika tengah berobat ke Inggris tahun 1998 lalu. Pengadilan Inggris menganggap, dia tidak memiliki kekebalan diplomatik walau telah menggunakan paspor diplomatik," ujar Hikmahanto.

Alasannya, karena Pinochet tidak sedang menjalankan fungsi kediplomatikan. Sebab itu, Hikmahanto menilai wacana pemberian paspor diplomatik bagi anggota DPR perlu ditinjau ulang.

Tidak perlu

Pakar Diplomasi dari Universitas Paramadina, Dinna Wisnu, juga menilai paspor diplomatik bagi anggota DPR itu tidak akan memberikan manfaat, tetapi justru menambah beban negara.

Ditanya pendapatnya atas usul tersebut, Dinna dengan tegas menjawab tidak setuju. "Saya nggak setuju dan tidak perlu. Saya tahu repotnya orang mengurus protokoler," ujarnya.

Alih-alih mendatangkan manfaat, fasilitas paspor diplomatik bagi anggota DPR justru berpotensi menambah beban. Sebab, semua fungsi diplomatik harus mendapatkan fasilitas diplomatik.

"Perlunya untuk apa? Apa perlu? Karena bebannya ke pajak, fasilitas protokoler itu dibayar dengan pajak. Itu justru akan menambah beban untuk KBRI kita di luar negeri harus entertain," katanya.

Menurut dia, sekarang saja tanpa paspor diplomatik, para pegawai KBRI di Singapura dan Malaysia, misalnya, sudah terlalu sibuk jadi among tamu, karena pejabat-pejabat Indonesia yang datang. Bahkan, hanya untuk transit pun harus dilayani khusus. “Biaya tinggi kan?” kata Dinna.

Antisipasi DPR

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi I DPR, Tantowi Yahya, mengatakan, kekhawatiran berbagai pihak kalau paspor diplomatik akan diselewengkan, sebenarnya sudah diantisipasi.

Menurut dia, paspor diplomatik yang akan diperoleh seluruh anggota DPR hanya digunakan untuk bertugas. Aturan teknisnya, DPR akan berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri.

"Kesekjenan DPR dan Kementerian Luar Negeri sudah menyiapkan berbagai langkah antisipatif preventif," kata Tantowi.

Langkah itu antara lain, hanya berlaku untuk kunjungan dinas sebagaimana yang diatur oleh UU serta Tatib dan Peraturan yang akan dirumuskan oleh DPR dan Kemlu dan hanya berlaku untuk anggota saja.

Menurut Tantowi, dengan diterapkannya paspor diplomatik ini, tugas lain DPR selain legislasi, pengawasan, dan anggaran, yakni agen diplomasi.

"Diyakini, apabila dilakukan secara bersama-sama, tugas diplomasi yang selama ini hanya dilaksanakan oleh pemerintah melalui para diplomat di Kementerian Luar Negeri akan semakin mudah dan produktif," kata Ketua DPP Golkar ini.

Meski setiap anggota DPR dibekali paspor diplomatik, kata Tantowi, bukan berarti seluruh anggota punya kewenangan melakukan hubungan diplomasi. "Siapa pun yang melakukan peran diplomasi, haruslah berkordinasi dengan Kemlu," katanya.

Selama ini, DPR sudah melakukan itu. Bahkan, kolaborasi DPR dengan Kemenlu berjalan baik dan bisa tampil lebih baik di forum-forum internasional.

Untuk itu, bagi Tantowi sangat relevan, bahkan mendesak ketika Ketua DPR Setya Novanto meminta Pemerintah mengeluarkan paspor diplomatik untuk anggota dewan.

"Permintaan ini tidaklah berlebihan, mengingat banyak negara di dunia yang sudah memberlakukannya," katanya. (asp)

![vivamore="
Baca Juga
:"]

[/vivamore]
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya