Ketika Senjata Usik Kedamaian Serambi Mekkah

Prajurit TNI AD berjaga di lokasi KTT APEC di Bali
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Nyoman Budhiana

VIVA.co.id - Letusan senjata yang terjadi Senin, 24 Maret 2015 di Desa Batee Pila, Kecamatan Nisam Antara, Aceh Utara, mengusik kedamaian Aceh yang tercipta sejak penandatanganan MoU Helsinki di Kota Vantaa, Finlandia pada 15 Agustus 2005 lalu.

Puluhan personel TNI-Polri keluar masuk daerah yang masih didominasi kawasan hutan pegunungan tersebut. Mereka menenteng senjata laras panjang, sambil mengamati pergerakan orang di dalam hutan. Warga resah, seolah mengingatkan masa kelam mereka akan konfrontasi Gerakan Aceh Merdeka dengan TNI belasan tahun silam.

Keberadaan anggota TNI-Polri di daerah tersebut merupakan reaksi atas terbunuhnya Sertu Indra Irawan dan Serda Hendrianto, dua personel intel Kodim 0103 Aceh Utara. Dua prajurit itu tewas setelah sempat diculik kelompok bersenjata di Aceh Utara.

Peristiwa naas tersebut terjadi setelah kedua korban bertemu Kepala Mukim Daud di Desa Alue Mbang, Kecamatan Nisam Antara, Senin, 23 Maret 2015. Saat jalan pulang, mereka dihadang 15 orang bersenjata laras panjang.

Saat itu Serda Hendri dan Serda Indra sedang melakukan pengumpulan informasi tentang keberadaan kelompok bersenjata pimpinan Din Minimi. Kelompok bersenjata itu membawa paksa dua sersan itu entah ke mana. Sejak saat itu mereka dinyatakan hilang.

Sehari berselang, kedua anggota TNI itu ditemukan tewas mengenaskan. Komandan Resort Militer (Korem) 011/Lilawangsa, Kolonel Inf Achmad Daniel Chardin, mengatakan jenazah korban ditemukan tak jauh dari rumah Mukim Daud.

Kedua Anggota Intel TNI Angkatan Darat itu ditemukan tak bernyawa lagi dengan posisi telungkup, tangan terikat dan hanya menggunakan celana dalam. Dari sekitar lokasi penemuan jasad korban, ditemukan 12 selongsong peluru AK 47 dan tiga butir selongsong jenis M162

Kuat dugaan, korban ditembak belasan kali dari jarak dekat menggunakan senjata jenis AK 47 dan M 16.

"Korban ditembak di dada, dari bawah gerahang tembus kepala dan di bahu," kata Kolonel Inf Achmad Daniel Chardin, kepada VIVA.co.id saat dijumpai di rumah sakit Kesrem, Selasa 24 Maret di Lhokseumawe.

Panglima Kodam Iskandar Muda, Mayor Jenderal TNI Agus Kriswanto, geram mendengar kabar anak buahnya tewas di tangan kelompok bersenjata. Agus mengatakan, kejadian ini jelas mencederai kedamaian di Aceh yang selama ini berjalan dengan baik.

"Biar hukum yang bertindak dan jika saatnya memang TNI butuh bertindak, maka akan bertindak," tegasnya.

Agus menyatakan, TNI menyerahkan proses penyelidikan tewasnya dua anggota Kodim Aceh Utara kepada kepolisian. Dia mengaku tidak akan mencampuri tugas kepolisian dalam mengungkap kasus ini. Namun bila diperlukan, pasukan TNI siap diterjunkan, mengingat sasarannya adalah anggota TNI.

"Kami akan siap sedia jika polisi meminta bantuan TNI untuk mengungkap motif penembakan terhadap dua personel kodim tersebut," ujar Agus.

Mantan Panglima Divisi 2 Kostrad ini enggan menduga-duga dari kelompok mana pelaku berasal. Dia memasrahkan pengusutan kasus ini kepada kepolisian. "Saya masih menghargai aturan hukum dan menghargai rakyat," ucapnya.

Sejak saat itu, Polda Aceh dibantu Polres Lhokseumawe, Polres Aceh Utara ditambah pasukan TNI mengejar kelompok yang menembak dua personel intel Kodim 0103 Aceh Utara tersebut. Diduga kelompok tersebut masih berada dalam kawasan hutan Nisam Antara. [


Kriminal Murni

Sementara itu, Kepala Kepolisian Daerah Aceh, Inspektur Jenderal Husein Hamidi menduga pelaku penculikan dan penembakan Sertu Indra Irawan dan Serda Hendrianto merupakan kelompok yang pernah melakukan kriminal di Langsa dan Aceh Timur.

"Kelompok tersebut pernah melakukan kriminalitas di Aceh Timur. Mereka menggunakan senjata campuran, ada yang AK45 dan M16," kata Kapolda Aceh, Irjen Pol Husein Hamidi, Rabu 25 Maret, di Aceh Utara.

Husein mengungkapkan masih ada kelompok-kelompok sipil yang menggunakan senjata bekas konflik di Provinsi Aceh. Hingga saat ini belum bisa dipastikan jumlah senjata api yang masih beredar di kalangan masyarakat.

"Beberapa waktu yang lalu pernah ditemukan 2 pucuk senjata jenis AK 45 pada dilakukan sweeping oleh Polres Aceh Utara," ujar Husein Hamidi.

Kapolda membantah penculikan dan pembunuhan anggota TNI AD ini terkait kelompok ISIS. Menurut dia, aksi yang dilakukan kelompok bersenjata yang kerap melakukan kriminal di wilayah Aceh. "Ini kriminal murni tunggu saja, pelaku penembakan anggota TNI Kodim Aceh Utara pasti ketemu," terang dia.

Kendati demikian, kata Husein, peristiwa ini semakin menegaskan bahwa kelompok sipil bersenjata muncul kembali ke permukaan, setelah sebelumnya mereka sempat lenyap. Mereka kini mulai berkeliaran, mengganggu keamanan dan melakukan tindak kriminal di Aceh.

"Kita belum tahu siapa pelaku [penembakan intel Kodim]. Namun, yang jelas, kelompok bersenjata. Selama ini ada beberapa kasus kekerasan dan pemerasan yang terjadi di Aceh Timur dan Aceh Utara. Hal ini memperjelas bahwa masih ada kelompok kriminal di Aceh," ujarnya.

Menurut Kapolda, kemunculan kelompok sipil bersenjata itu bukan sebagai pertanda awal bahwa akan muncul kembali gerakan kelompok bersenjata pasca perundingan damai 10 tahun silam. Dia menduga, kelompok ini hanya kelompok kecil yang beraksi karena kecewa terhadap kepemimpinan gubernur dan wakil gubernur Aceh.

Korem  011/Lilawangsa, Kolonel Infanteri Achmad Daniel Chardin, menduga ada tiga kelompok sipil bersenjata di Aceh Utara. Mereka selama ini berkeliaran di kawasan Kecamatan Nisam Antara dengan jumlah anggota diperkirakan sebanyak 10 hingga 15 orang.

Tiga kelompok itu masing-masing dipimpin oleh Bahar, Dahlan dan Din Minimi. []

Namun, pihaknya belum bisa memastikan kelompok mana yang bertanggung jawab atas kematian dua anggota TNI yang tewas diberondong senjata tersebut. "Tidak bisa menjustice (menuduh) kelompok mana yang menembak, akan kami telusuri dengan pihak Kepolisian, mudah-mudahan segera ditemukan," kata Kolonel Daniel.

Bupati Aceh Utara, Muhammad Taib yang juga mantan GAM menambahkan, pelaku penculikan dan penembakan dua intel kodim Aceh Utara itu kelompok yang pernah bergabung dalam GAM. Mereka kelompok yang tidak bergabung dengan Partai Aceh.

"Ada orang lama dan ada juga orang baru, yang jelas orang-orang yang terlibat dalam penculikan dan penembakan intel Kodim itu ingin cepat kaya," kata Taib.

Tangani Kasus di Aceh Singkil, Pemerintah Diminta Hati-hati

Motif Ekonomi

Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh, Safaruddin, menilai aksi penculikan yang berujung tewasnya dua anggota TNI ini merupakan bentuk kriminal murni yang diduga kuat bermotif ekonomi dan tidak ada kaitannya dengan kebencian kelompok bersenjata Aceh terhadap TNI.

Dia juga membantah aksi tersebut terkait dengan kelompok bersenjata Din Minimi, yang selama ini disebut sebagai salah satu pihak yang dicurigai. []

Paska insiden penembakan dua anggota TNI, Safaruddin mengaku sempat dihubungi Din Minimi, dan menyatakan bahwa kelompoknya bukan pelaku penculikan dan penembakan dua anggota TNI itu. Mereka bahkan, tidak memiliki kebencian terhadap institusi TNI.

"Aksi penculikan itu dilakukan oleh kelompok lain yang juga masih menggunakan senjata api," kata Safaruddin di Aceh, Rabu, 25 Maret 2015.

Safaruddin menyatakan, pelaku merupakan kelompok senjata yang memanfaatkan senjata yang masih beredar untuk kepentingan ekonomi Sementara kelompok Din Minimi mengakui bahwa aksinya hanya untuk memperjuangkan hak-hak reintegrasi yang hanya dinikmati segelitir anggota GAM paska damai.
 
Selain dana reintegrasi untuk mantan pejuang GAM, Din Minimi lanjut Safaruddin, juga mengaku ikut memperjuangkan dana reintergrasi bagi anggota TNI/Polri yang menjadi korban saat konflik mendera Aceh.

"Ketidakpuasan akan pembagian dana reintegrasi dinilai menjadi penyebab masih banyaknya senjata yang beredar di Aceh saat ini," terang dia.

Apapun penyebabnya, pengerahan pasukan TNI bersenjata di Aceh Utara untuk mencari pelaku dianggap meresahkan masyarakat sekitar. Oleh sebab itu, Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh mendesak pimpinan TNI menarik pasukannya dari Kecamatan Nisam Antara, Aceh Utara.

Perwakilan KontraS Aceh Hendra Saputra mengatakan, pasca kejadian tewasnya dua intel Kodim 0103 di Dusun Batee Pila, Kecamatan Nisam Antara. Wilayah itu mulai mendapatkan penjagaan ketat dari TNI dan kepolisian.

"Akibat dari peristiwa ini masyarakat merasa tidak nyaman biar pun dalam situasi damai. TNI dan kepolisian masih bersiaga di sekitar Nisam Antara," ujar Hendra, Kamis 26 Maret 2015.

KontraS mengkhawatirkan, bila munculnya kasus penculikan dan penembakan terhadap dua TNI tersebut, justru akan membuka ruang keterlibatan TNI untuk menuntaskan kriminalitas di Aceh. Padahal, ranah itu harusnya menjadi kewenangan dari kepolisian.

"Kasus ini diserahkan saja ke pihak kepolisian, mereka yang bertanggung jawab untuk menangkap pelaku penembakan pasukan TNI," ucap Hendra.

Kepolisian Aceh, selaku penanggung jawab keamanan di Aceh, harus mengungkapkan motif kriminalitas bersenjata api yang marak terjadi di Aceh. Bila kriminal bersenjata api terus dibiarkan, diprediksi perdamaian akan terganggu.

"Meningkatnya angka kriminalitas bersenjata di pantai timur dua bulan terakhir menunjukan bahwa aparat penegak hukum belum mampu mengungkapkan dalangnya dan motifnya, sehingga membuat masyarakat tidak aman," katanya.

DPR RI menanggapi serius penembakan dua anggota TNI ini. Ketua Komisi I DPR RI Mahfudz Siddiq, mengatakan DPR RI akan mengirimkan tim gabungan ke Aceh terkait peristiwa penculikan yang berujung tewasnya dua anggota Kodim 0103 Aceh Utara. Tim DPR akan menginvestigasi kejadian tersebut.

DPR Pantau Peristiwa Pembakaran Gereja di Aceh

"Kita bentuk tim anggotanya dari Komisi I dan III. Tim akan berangkat ke Aceh hari Minggu siang," kata Mahfudz di DPR RI, Jakarta, Kamis 26 Maret 2015. [] (umi)

![vivamore="
Polisi Aceh Gagalkan Pernikahan Anggota Kelompok Din Minimi
Baca Juga :"]

[/vivamore]
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya