Untung Rugi Penghapusan BBM Premium

SPBU Pertamina
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

VIVA.co.id - Kebutuhan akan minyak bumi yang diolah menjadi bahan bakar minyak (BBM) seakan tidak pernah surut. Sejak pertama mesin buatan Nikolaus Otto masuk ke jalur produksi massal, saat itu pula permintaan akan BBM naik pesat.

Premium Mau Ditarik dari Pasaran, Ini Tahapannya

Seiring dengan perkembangan teknologi mesin yang semakin canggih, kebutuhan akan BBM yang berkualitas ikut meningkat. Mesin-mesin kendaraan, seperti mobil dan motor terbaru didesain dengan angka kompresi yang tinggi.

Langkah ini dilakukan, karena campuran bahan bakar dengan udara yang kepadatannya tinggi akan bisa menghasilkan pembakaran yang jauh lebih besar.

Premium Mulai Dihapus dari Pasaran

Hal ini, otomatis membuat tenaga mesin menjadi lebih baik. Selain itu, pemakaian bahan bakar juga bisa dikurangi, karena bahan bakar yang lebih sedikit, namun dibakar dalam tekanan yang lebih tinggi akan bisa menghasilkan tenaga yang sama seperti bahan bakar banyak yang tekanannya rendah.

Salah satu kelemahan dari minyak bumi yang diolah menjadi bahan bakar adalah sifatnya yang mudah terbakar, jika dimasukkan ke dalam tempat yang bertekanan tinggi. Itulah sebabnya, mengapa produsen otomotif memiliki standar jenis bahan bakar yang diperbolehkan diisi ke kendaraan buatan mereka.

Ahok akan Hapus Premium, Ini Kata Menteri ESDM

Semakin tinggi kompresi yang dilakukan oleh mesin, maka BBM yang masuk harus semakin berkualitas. Jika hal ini tidak dipatuhi, campuran BBM dengan udara yang masuk ke ruang mesin akan meledak sebelum proses pembakaran berlangsung. Akibatnya, gejala knocking, atau ngelitik akan langsung dirasa oleh pengemudi.

Indonesia satu-satunya ‘peminum’ RON 88

Jenis bahan bakar yang tersedia di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) dibedakan dari oktan yang dikandungnya. Oktan adalah senyawa kimia yang terkandung di setiap bahan bakar. Senyawa ini yang menentukan seberapa besar tekanan dapat diterima bahan bakar, sebelum terkabar dengan sendirinya.

Oktan ini, kemudian dijadikan sebagai acuan dasar jenis BBM yang dijual ke konsumen, yang dikenal dengan nama Research Octane Number, atau RON. Di dunia, saat ini, tersedia BBM dengan beberapa pilihan RON, mulai dari 88 hingga 100.

Dikutip dari Carbibles, mesin kendaraan yang memiliki angka kompresi 9:1 masih ideal menggunakan BBM RON 88, sedangkan jika angka kompresinya berada di antara 9:1 dan 10:1, BBM yang cocok adalah RON 92. Untuk mobil-mobil berperforma tinggi yang memiliki kompresi di atas 10:1, maka mesin akan bekerja maksimal jika diisi BBM RON 95 ke atas.

Di Indonesia, saat ini, Pertamina hanya menyediakan tiga jenis BBM, yakni RON 88 (premium), RON 92 (pertamax) dan RON 95 (pertamax plus). Sementara itu, perusahaan minyak asal Belanda, Shell, menjual BBM jenis RON 92 (super) dan RON 95 (V-Power).

Kehadiran BBM premium di Indonesia, sebenarnya sudah sangat tidak ideal, namun pemerintah masih terus mempertahankannya, dengan alasan masih banyak dibutuhkan oleh masyarakat di Tanah Air. Bahkan, saat ini kita menjadi satu-satunya negara yang masih mengonsumsi BBM jenis ini.

"Di pasar minyak luar negeri itu sudah tidak ada RON 88. Kalau pun Pertamina beli RON 88, tentunya harus pesan dulu ke penjual, yang nantinya akan memproses pengolahan lanjutan RON 92 menjadi RON 88," ujar Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas, Faisal Basri.

Penggunaan premium tentu saja otomatis membuat pemakaian bahan bakar menjadi lebih boros. Ujung-ujungnya, pemerintah harus lebih banyak mengimpor BBM ini, yang berarti akan semakin menambah berat beban anggaran negara.

Itulah sebabnya mulai Januari 2015 lalu, Presiden Joko Widodo memberi instruksi, agar harga jual premium dievaluasi setiap bulannya, tergantung dari harga minyak dunia. Artinya, subsidi yang diberikan pemerintah bisa sedikit berkurang.

Pertamina siapkan pertalite

Pertengahan April 2015 ini, pemerintah kembali membuat kebijakan baru terkait BBM bersubsidi. Rencananya, pemerintah akan menghapus premium dan menggantikannya dengan BBM lain yang diberi nama dengan pertalite.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Sofyan Djalil, mengungkapkan, BBM jenis baru yang akan dikeluarkan oleh PT Pertamina (Persero) memiliki kandungan RON 91.

Sofyan mengatakan, rencana Pertamina tersebut, sudah sejalan dengan upaya pemerintah untuk mendorong modernisasi kilang yang dimiliki Pertamina saat ini.

"Nanti, begitu kilang kami sudah dimodernisasi, yang akan kami berlakukan adalah RON 92. Sekarang orang, bahkan cenderung Ron 95 standar Euro," ujarnya di kompleks Istana Kepresidenan, Jumat 17 April 2015.

Langkah ini, juga mendapat dukungan dari beberapa pelaku industri otomotif, di antaranya Honda dan Mazda. Mereka mengatakan, semua jajaran produk yang diluncurkan sudah dirancang, agar bisa menggunakan bahan bakar RON 91.

Hal ini diungkapkan langsung Fedy Dwi Parileksono, Public Relation Expert Sales and Marketing Department PT Mazda Motor Indonesia, saat dihubungi VIVA.co.id.

Menurut Fedy, hal itu karena setiap mobil Mazda yang dijual di Indonesia tidak disarankan menggunakan premium. Ia mengatakan bahwa semua mobil Mazda minimal menggunakan bahan bakar dengan RON 91.

"Kalau konsumen Mazda masih pakai premium juga akan memengaruhi garansi,” ujar Fedy.

Senada dengan Fedy, General Manager Sales Division PT Astra Honda Motor (AHM), Thomas Wijaya, juga mengaku bahwa Honda telah mempersiapkan teknologi full injection sejak 2008, sebagai langkah antisipasi penghapusan premium.

“Untuk teknologi, pihak Honda sudah mengantisipasi hal ini, sehingga pembakaran yang dihasilkan untuk motor kami (Honda) pastinya akan lebih baik, apabila dari RON 88 naik ke yang lebih tinggi, dan pastinya akan lebih hemat,” kata Thomas.

Harapan para pelaku usaha

Jakarta dikabarkan akan menjadi sasaran pertama pemasaran Pertalite, BBM yang diklaim lebih berkualitas dibanding Premium itu.

"Akhir April ini, mudah-mudahan sudah bisa kita pasarkan di masyarakat, yang pasti product performance-nya lebih baik," ujar Vice President Corporate Communication Pertamina, Wianda Pusponegoro.

Pertalite akan dikonsentrasikan di wilayah Jakarta. Wianda mengklaim, Hiswana Migas sebagai penyalur, sudah siap dengan produk baru ini.

"Intinya di DKI dulu, Hiswana Migas kan juga sudah siap. Misalnya, SPBU di Kuningan, Abdul Muis, akan kita launching dulu," jelasnya.

Sementara itu, Pengusaha SPBU mengharapkan, margin penjualan Pertalite lebih baik daripada margin Premium. "Mendekati, atau sama dengan Pertamax," kata Ketua Himpunan Wiraswasta Minyak Bumi dan Gas (Hiswana Migas), Eri Purnomohadi.

Eri memaparkan, margin penjualan premium saat ini masih sekitar Rp277 per liter, sedangkan margin pertamax Rp375 per liter. Dia mengaku belum mendapatkan informasi dari Pertamina berapa harga jual resmi pertalite nantinya.

Produsen otomotif juga diperkirakan akan terkena dampak negatif dari rencana penghapusan Premium ini. PT AHM menyatakan, jika kebijakan ini akan memengaruhi daya beli masyarakat akan kendaraan bermotor. Tak hanya sepeda motor, kondisi itu juga akan berlaku pada kendaraan roda empat. Terlebih, penjualan sepeda motor saat ini tengah anjlok.

“Kami harus lihat dulu, harga dari bahan bakar baru ini, apakah memiliki harga yang sama dengan premium, atau mengalami kenaikan. Bila mengalami kenaikan, berapakah kenaikannya? Kalau (kenaikan) masih di bawah Rp1.000, mungkin tidak terlalu berpengaruh. Namun, akan sangat berpengaruh apabila sudah di atas itu (Rp1.000),” ujar Thomas Wijaya.

Namun, dari sisi harga jual, produsen menyatakan tidak akan terpengaruh, karena jenis bahan bakar yang mereka gunakan untuk merakit unit kendaraan adalah diesel dan gas, bukan bensin. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya