Situs e-Commerce Menjamur, Butuh Peta Jalan

Ilustrasi bisnis online atau belanja online
Sumber :
  • iStock

VIVA.co.id - Para investor asing tertarik dengan potensi pasar e-commerce di Indonesia. Mereka menggelontorkan dana ratusan juta dolar untuk bisa menyedot rupiah ke kantong. Para pemain asing ‘menyusup’ ke tubuh para pemain e-commerce lokal.

Empat Alasan Bisnis E-Commerce RI Terbesar di Asia

Ada juga yang tiba-tiba muncul dengan membawa bendera sendiri atas nama ekspansi. Bahkan ada sebagian dari mereka yang sempat lokal dan merajai pasar namun harus ‘menyerah’ dengan iming-iming akuisisi.

Saat ini Indonesia dipenuhi ratusan e-Commerce. Sebut saja Lazada, Blibli, Elevenia, Tokopedia, Kaskus, OLX, Blanja, Zalora, Bukalapak, Dinomarket, dan banyak lainnya. Kebanyakan dari mereka mendapat pendanaan dari pihak asing.

E-Commerce 'Bonek' Berambisi Taklukkan Ibu Kota

Membuat e-commerce lokal menjadi raja di negeri sendiri sepertinya merupakan suatu hal yang sulit. Aturan yang akan dibuat pemerintah sendiri terkesan ‘tes pasar’. Tadinya pemerintah ingin mengeluarkan pajak e-commerce namun kemudian ditunda dengan alasan ‘pasar yang baru tumbuh’ sehingga tidak bisa dipaksa dalam bentuk aturan, apalagi dipajaki.

Menurut pendiri Indotelko Forum, Doni Darwin, tidak ada salahnya jika pajak e-commerce itu diterapkan karena saat ini omset para pelaku e-commerce itu pun sudah banyak yang mencapai miliar rupiah.  Hal ini, menurut dia, dianggap tidak adil. Pasalnya, banyak perusahaan lokal maupun UKM yang sudah berentitas PT namun selalu dikejar-kejar pajak.

Pemain e-Commerce Taruh Harapan ke Kabinet Baru Jokowi

“Hal yang aneh jika pemerintah menunda PPn dan PPh bagi e-commerce. Apalagi ada yang sudah punya omset miliaran rupiah, sebulan bisa mencapai Rp100 juta. Jadi kala menunda tanpa ada jalan keluar bagi isu pajaknya, itu bukan jalan keluar tapi menunda masalah. Tapi kami tetap tidak menganjurkan ada pajak lain di luar PPn dan PPh hanya karena ada transaksi online. Itu baru namanya membunuh industri,” kata dia.

Dia mengusulkan, untuk urusan PPh dan PPn rasanya layak jika diterapkan. Jika pun ditunda, minimal e-Commerce harus memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) terlebih dulu dengan masa transisi 3 tahun.  Setelah itu, baru dikenakan PPn atau PPh.

“Lihat dulu, e-commerce jenis apa, di level apa, yang layak dibebaskan. Masa iya ada pemain didukung investor besar mau dilolosin begitu saja pajaknya. Ini bablas namanya. Pendataan ini bisa dianggap sebagai pembiasaan agar pelaku usaha tertib administrasi dan salah satu upaya menumbuhkan e-commerce lokal agar bisa berkuasa di negeri sendiri,” jelas dia.

Dikatakannya, untuk menumbuhkan e-commerce lokal harus dimulai dari sekarang. Selain aturan yang jelas, e-commerce juga harus dimudahkan dalam prosesnya, misalnya dimudahkan pembuatan atau pendirian badan usaha, pembuatan NPWP dan lainnya. Selain itu, kata dia, pemerintah harus bisa mendorong e-commerce asing untuk mendirikan badan usaha di Indonesia. “Minimal biar kena PPh,” katanya.

Potensi e-Commerce Indonesia

Data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) terbaru, yang dilakukan bersama Puskakom UI, menunjukan jika pengguna internet di Indonesia pada 2014 baru mencapai penetrasi 34,9 persen atau total 88,1 juta. Dari angka tersebut, sebanyak 34 persen mengaku kerap mencari informasi di Internet mengenai jasa atau produk yang akan dibeli. Sedangkan 27 persen di antara 88,1 juta itu teridentifikasi sebagai pengguna internet yang pernah berbelanja online. Dari data itu bisa dilihat jika 34 persen yang kerap mencari informasi berpotensi menjadi pembeli jasa atau produk.

“Sebagian besar pengguna internet Indonesia adalah orang yang bekerja atau wiraswasta, sekitar 55 persen dari total pengguna. Meski lebih dari 80 persen pengguna internet menggunakan jejaring sosial namun porsi jual beli online juga cukup besar, yakni sekitar 11 persen,” ujar Ketua Umum APJII, Sammy Pangerapan.

Menurut data Redwing Asia, pasar e-Commerce di Indonesia meningkat cukup pesat dari USD1 miliar pada 2012 dan diperkirakan melonjak 250 persen dalam tiga tahun, tepatnya 2015 ini.

"Tahun ini, penetrasi internet akan melebihi 30 persen. Jumlah penjualan ritel online hanya sebesar 0,7 persen dari total penjualan ritel, namun diproyeksikan akan bertumbuh sepuluh kali lipat dalam lima tahun mendatang. Ritel online sedang tumbuh pesat di luar Jakarta, dan di sanalah tempat di mana posisi terkuat Lippo," ujar CEO Matahari Mall, Hadi Wenas.

Toko online milik Grup Lippo ini sendiri telah siap menantang para pemain lain. Setelah mendapatkan suntikan dana dari induk usaha sebesar US$500 juta,  tambahan dana lagi sekitar US$200 juta dari dua bank raksasa, Credit Suisse dan Merril Lynch. Mereka yakin dengan merekrut pekerja lokal, maka tidak akan sulit untuk menjadi toko online terbesar di tanah air.

Selain Hadi, nama-nama besar lain seperti Emirsyah Satar (ex CEO Garuda Indoensia) dan Rudy Ramawy (ex Google Indonesia) juga menjadi bagian dari Matahari Mall. Sedangkan Elevenia, yang menjadi bagian dari XL Axiata, masih mempertahankan Hasnul Suhaimi sebagai komisaris di toko online yang merupakan perusahaan gabungan SK Planet dan Axiata.

Zalora dan Lazada mendapatkan pendanaan dari Rocket Internet. Sedangkan Blanja.com merupaan afiliasi Telkom dengan eBay. Alibaba dikabarkan juga akan merambah pasar e-Commerce Indonesia dengan meluncurkan AliExpress Indonesia. Atau Rakuten perusahaan asal Jepang itu juga menggelar situs belanja online di Indonesia.

Baidu, perusahaan asal Tiongkok, memang belum memperlihatkan tanda-tanda tertarik menggelar lapak online-nya. Menurut Managing Director Baidu, Bao Jianlei, tahun ini mereka akan membuka sub-kanal khusus untuk e-commerce.

Menunggu Roadmap e-Commerce Indonesia

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Rudiantara, mengemukakan bahwa pemerintah saat ini terus menyiapkan peta jalan (roadmap) untuk industri e-commerce. Pria kelahiran Bogor ini pun menargetkan road map tersebut akan rampung di pertengahan tahun 2015.

"Rencananya roadmap e-commerce itu Juli tapi Agustus paling lambat sudah selesai," ujar Rudiantara. 

Dijelaskannya, perkembangan roadmap industri belanja online tersebut masih dalam tahap usulan-usulan dari berbagai pihak. Kemudian, setelah road map itu rampung, kata Rudiantara, maka pemerintah membuat Rencana Peraturan Pemerintah (RPP). Dalam tahap membuat RPP ini, dilibatkan berbagai instansi terkait, seperti di antaranya Direktorat Jenderal Bea Cukai, Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan, Kementerian Perekonomian, dan lainnya.

Menurut Redwing Asia, meski e-commerce berpotensi besar di Indonesia namun kendalanya pun besar. Selain masalah metode pembayaran yang masih mengandalkan transfer bank, penyedia e-commerce juga dihadapkan oleh tantangan distribusi logistik. Ini akibat dari jumlah penduduk lebih dari 250 juta yang tersebar di 17.000 pulau. Inilah beberapa hal yang harusnya bisa masuk ke dalam roadmap e-Commerce Indonesia, khususnya payment gateway.

“Faktor yang kami percaya mampu meningkatkan pertumbuhan e-commerce adalah perpaduan bisnis antara perusahaan kecil dan menengah, yang mewakili 90 persen dari seluruh perusahaan di negara ini. Ada sekitar 40 juta UKM di negara ini. Ini model yang sama yang pernah diterapan Alibaba, Taobao dan TMall. Mereka memfasilitasi UKM untuk bisa berjualan online. Mereka juga harus punya komponen sosial yang kuat, merefleksikan kebiasaan para pembeli di Indonesia,” ujar pihak Redwing.

Jadi, menurut laporan Redwing, yang menjadi pemenang di ranah e-commerce adalah mereka yang bisa memiliki terobosan dalam membuat kemudahan berbelanja online, mampu membantu UKM (yang notabene kurang memiliki teknologi), sekaligus menunjukkan kepada pembeli jika berbelanja online itu bisa cukup menyenangkan, aman dan murah.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya