RI Blakblakan Goda Pebisnis Asia Afrika

Presiden Joko Widodo saat pidato di World Economic Forum di Jakarta beberapa waktu lalu.
Sumber :
  • REUTERS/Beawiharta

VIVA.co.id - Peringatan 60 tahun Konferensi Asia Afrika menjadi momen penting bagi Indonesia. Kehadiran ratusan pebisnis besar di kawasan Asia Afrika seolah tak ingin dilewatkan begitu saja.

KAA Usai, Bandung Masih Euforia

Targetnya, menggaet masuk investor asing itu, sehingga akan menumbuhkan iklim investasi di Tanah Air. Hasil konkret yang diharapkan, pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat meningkat.

Bahkan, untuk meyakinkan calon investor, Presiden Joko Widodo secara terang-terangan mengaku tidak keberatan menerima telepon dari investor, jika menemui kesulitan ketika berinvestasi di Indonesia. Jokowi berharap, cara itu akan mendorong banyak investor asing menanamkan modalnya di dalam negeri.

"Jika Anda menemui masalah, telepon saya," kata Presiden dalam acara World Economic Forum on East Asia (WEF-EA) 2015 di Jakarta, Senin 20 April 2015. Mantan wali kota Solo itu meminta para investor melihat peluang yang besar di Indonesia.

Apa yang disampaikan Jokowi, bisa jadi merupakan bentuk janjinya kepada para investor asing bahwa kondisi ekonomi Indonesia akan membaik di masa mendatang.

Menurut Jokowi, seperti halnya dunia yang saat ini sedang berada dalam masa transisi, Indonesia dan negara berkembang lainnya juga mengalami keadaan yang sulit. Akan tetapi, Jokowi tetap meyakini, selama ada kendala pasti tetap selalu ada kesempatan.

"Faktanya, kendala yang kami hadapi adalah peluang bagi Anda,” kata Jokowi yang juga mantan gubernur DKI Jakarta tersebut.

Di sisi lain, dia menjelaskan bahwa jika Tiongkok berubah, Jepang berubah, maka Indonesia juga akan berubah. Dia pun berpendapat, karena rakyat Indonesia berkata bahwa negara ini harus melakukan perubahan.

Suatu perubahan, katanya, bisa jadi menyakitkan. Namun, tidak ada proses tanpa melalui suatu perubahan dan tidak ada pencapaian tanpa suatu usaha.

Jokowi pun memberikan contoh, setelah tahun 1997, Asia Tenggara mengalami krisis keuangan. Banyak orang yang bertanya-tanya, apakah Indonesia akan bertahan?

"Sudah hampir 20 tahun berlalu, Indonesia saat ini menjadi negara demokrasi yang stabil. Bhinneka Tunggal Ika lebih kuat dari sebelumnya. Indonesia telah menjadi lima besar negara dengan ekonomi terbesar di Asia serta merupakan pemain kunci di G-20," tegasnya.

Selain itu, dia melanjutkan, rakyat Indonesia sangat bijaksana dan memiliki potensi yang besar. Oleh sebab itu, Jokowi mengundang para investor asing dengan keyakinan 100 persen, Indonesia akan bangkit.

"Saya berharap setelah berada di Jakarta, Anda bisa melihat peluang yang luar biasa di sini. Silakan Anda berinvestasi di Indonesia," kata Jokowi.

VIDEO: Megawati di Barisan Depan Saat Napak Tilas KAA

Potensi besar

Tidak hanya itu, Jokowi, dalam sambutannya pada acara Asian African Business Forum (AABS) di Jakarta Convention Center, Selasa 21 April 2015, mengatakan bahwa kawasan Asia dan Afrika memiliki potensi yang sangat besar. Namun, selama ini, potensi itu belum digali dengan baik.

"Saya mengajak negara-negara di kawasan Asia dan Afrika untuk meningkatkan kerja sama, khususnya dalam bidang ekonomi dan perdagangan. Pasalnya, kerja sama antarbenua itu masih belum optimal," ungkapnya.

Ini Jalur yang Akan Ditutup Besok

Kedua kawasan tersebut, terangnya, memiliki sumber daya alam dan ekonomi yang besar, dengan pertumbuhan ekonomi di atas rata-rata pertumbuhan ekonomi dunia.

Untuk diketahui, pada 2013 dan 2014, pertumbuhan ekonomi Asia rata-rata 4,9 persen, sedangkan Afrika 4,3 persen. Produk domestik bruto (PDB) kedua kawasan pada 2014 mencapai 51 persen dari PDB dunia.

"Kontribusi investasi (Asia-Afrika ke dunia) juga meningkat cukup tajam, dari 13,2 persen pada 2000 menjadi 41,5 persen di tahun 2013," kata Jokowi.

Namun, ungkapnya, negara-negara Asia-Afrika juga memiliki sejumlah tantangan. Pertama, jumlah penduduk Asia-Afrika mencapai 5,4 miliar jiwa, mewakili 75 persen dari total penduduk dunia.

Selain itu, sebagian besar penduduk Asia-Afrika masih miskin dan menjadi korban konflik.

Kedua, inflasi negara-negara di kawasan Asia-Afrika masih di atas rata-rata dunia. Misalnya, pada 2013 inflasi di Timur Tengah, Afrika Utara, Afganistan, dan Pakistan mencapai 9 persen.

"Rata-rata inflasi di negara-negara Afrika mencapai 6,6 persen, di Asia 4,7 persen, dan ASEAN 4,6 persen," tuturnya.

Atas dasar itu lah, dia menyampaikan, peningkatan kerja sama perdagangan Asia-Afrika belum mencerminkan yang sesungguhnya. Hal itu, terlihat dari ekspor Asia ke Afrika hanya mencapai 26 persen, sedangkan ekspor Afrika ke Asia hanya tiga persen.

"Saya percaya, forum ini bisa merealisasikan semangat Bandung untuk meningkatkan kerja sama perdagangan dan investasi yang saling menguntungkan, sehingga memberikan sumbangan dan kemajuan ekonomi untuk kesejahteraan rakyat di kedua kawasan," ungkapnya.

Kebijakan kondusif bagi pengusaha

Hal lainnya yang tidak kalah penting, orang nomor satu di Indonesia tersebut menegaskan bahwa pemerintahannya telah menyederhanakan kebijakan dan proses investasi serta perizinan usaha. Dan juga menyempurnakan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih.

Oleh karena itu, Jokowi mengajak negara-negara di Asia dan Afrika menciptakan peraturan dan regulasi yang ramah dan kondusif bagi dunia usaha.

Hal tersebut, ujar Jokowi, agar peningkatan kerja sama di Asia dan Afrika bisa berjalan dengan maksimal. Peluang investasi di kedua kawasan masih sangat besar, khususnya di sektor manufaktur, pertanian, infrastruktur, dan energi.

"Saya mengajak negara-negara sahabat Asia dan Afrika untuk mengembangkan sistem peraturan dan regulasi yang ramah kepada dunia usaha. Misalnya, mempermudah lisensi dunia usaha, melindungi investasi, dan mendorong sektor swasta untuk menanamkan investasi, termasuk melalui kemitraan pemerintah dan swasta," kata Jokowi.

Indonesia saat ini, menurut Jokowi, telah melaksanakan berbagai kebijakan yang kondusif bagi para pelaku usaha. Antara lain, menyederhanakan kebijakan dan proses investasi dan perizinan usaha serta menyempurnakan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih.

Selain itu, mendorong realokasi subsidi bahan bakar minyak (BBM) ke sektor yang lebih produktif dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia. (art).

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya