Bencana Reklamasi Laut Jakarta

Tolak Reklamasi Pantai
Sumber :
  • VIVAnews/Anhar Rizki Affandi

VIVA.co.id - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, akhirnya menguatkan niat mereka untuk menyulap wilayah lautan utara ibu kota menjadi daratan, alias mereklamasinya.

Mega proyek yang digagas sejak zaman pemerintah Gubernur Fauzi Bowo itu digadang-gadang sangat berguna untuk menangkal banjir air pasang laut, alias banjir rob yang selama ini rutin menerjang wilayah pesisir utara Jakarta.

Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, mengatakan sebenarnya untuk menangkal bencana banjir rob tak cukup hanya dengan reklamasi laut saja.

Namun, harus juga menerapkan sebuah sistem tata kelola kota air yang matang, yang disebutnya dengan nama water front city, alias kota pesisir.

Menurut Ahok--panggilan akrab Basuki--, reklamasi sudah layak dilakukan, karena saat ini Jakarta tengah membutuhkan lahan untuk mendirikan kawasan water front city untuk menangkal banjir.

Ahok menuturkan, water front city adalah suatu konsep, di mana pembangunan suatu kota dilakukan dengan mengedepankan pembuatan waduk dan tanggul laut di berbagai wilayah kota.

"Jadi, Jakarta itu harus mainnya di waduk, tanggul, waduk, tanggul," kata Ahok baru-baru ini di Jakarta.

Ahok meyakini, jika kota pesisir air yang digagasnya itu berjalan sesuai rencana, sebagian besar wilayah Jakarta Utara akan terbebas dari bencana banjir rob.

Tapi berkaca dari pengalaman yang sudah-sudah, Ahok tak ingin ada kegagalan, yang pada akhirnya membuat mega proyek reklamasi hanya menjadi sebuah proyek pengurukan laut semata tanpa ada hasil dalam mengatasi banjir.

Ahok mencontohkan, apa yang pernah terjadi dengan kawasan elit Pantai Indah Kapuk (PIK). Kawasan yang sedianya dibangun untuk mengurangi dampak banjir, kini justru menjadi biang kerok pemicu banjir.

Hal itu disebabkan, kelalaian pengelola yang tidak menyiapkan sistem pengelolaan penampungan air yang terkonsep.

"Makanya Kapuk Kamal tenggelam. Harusnya di sekitarnya itu dibangun waduk, ini malah dibikin jadi kawasan bisnis," ujar Ahok.

Ahok mengeluarkan izin pelaksanaan reklamasi proyek Pluit City. Izin pelaksanaan reklamasi untuk Pulau G (Pluit City) tersebut, dituangkan dalam Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 2238 Tahun 2014 tertanggal 23 Desember 2014 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau G kepada PT Muara Wisesa Samudera, entitas anak PT Agung Podomoro Land Tbk.

Giant Sea Wall

Selain pembangunan water front city, dalam mega proyek reklamasi laut itu juga direncanakan pembangunan sebuah tanggul berukuran raksasa penahan gelombang, atau Giant Sea Wall.

Tanggul raksasa itu, direncanakan dibangun dalam tahap B dan tahap C, alias tahap akhir dari reklamasi.

Tanggul raksasa itu akan dibangun Pemerintah Pusat melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.

Namun, tanggul raksasa itu baru akan bisa dibangun setelah tiga tahun proyek reklamasi dilakukan.

Sebab, hingga saat ini, masih dibutuhkan sebuah perencanaan dan uji kelayakan untuk membangunnya.



Reklamasi picu bencana ekosistem


Sementara itu, dalam sebuah proyek reklamasi laut, tidak akan lepas dari terjadinya sebuah kerusakan ekosistem air di sekitar proyek reklamasi berjalan.

Hal itu, juga diperkirakan bakal terjadi di laut utara Jakarta, saat mega proyek reklamasi mulai dilakukan.

Wahana Lingkungan Hidup Jakarta menyebutkan, kerusakan ekosistem laut akan berimbas dengan penurunan pendapatan nelayan pesisir utara Jakarta.

Sebab, reklamasi akan merusakan kehidupan biota laut yang selama ini menjadi sumber penghasilan ekonomi nelayan.

"Dari data kami, diperkirakan ada 12 ribu nelayan yang mengeluh terkait reklamasi," kata Direktur Walhi Jakarta, Puput TD Putra, Rabu 22 April 2015.

Menurut Walhi, jika itu terjadi, sama saja artinya reklamasi adalah bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).

Pemerintah Kaji Lebih Dalam Reklamasi Teluk Benoa

"Kehidupan nelayan sudah menyedihkan, apalagi kalau di reklamasi, bisa-bisa mereka jadi pemulung, memungut botol minuman," ujarnya.

Selain kerusakan ekosistem laut, reklamasi laut juga bisa menyebabkan tenggelamnya sejumlah pulau di laut Jawa. Sebab, reklamasi memicu terjadinya abrasi, alias pengikisan tanah oleh pergerakan angin di pulau.

Saat ini, Walhi tetap akan terus mengkampanyekan, serta mensosialisasikan betapa bahayanya jika reklamasi itu tetap dilanjutkan. "Pokoknya kita akan gugat, namanya lingkungan itu HAM," katanya.

Restu pusat

Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti, menyatakan reklamasi boleh dilakukan, asal disediakan penampungan air seluas wilayah yang direklamasi.

"Kalau wilayah air tidak dibuat, saya tidak setujui. Tetapi, kalau itu (penampungan air) akan dibuat dan sudah dibuat, baru oke," ujar Susi.

Reklamasi, ia menjelaskan, merupakan cara pembangunan yang tidak berkelanjutan. Sebab, tidak memperhatikan aspek lingkungan di masa depan.

"Intinya, reklamasi itu intervensi manusia ke alam dengan berbagai tujuan," kata Susi.

Jika hal itu tetap dilakukan, masyarakat yang akan menerima akibatnya. Banjir di Jakarta merupakan salah satu bukti dampak negatif reklamasi.

Sebanyak 17 pulau di utara Jakarta, akan direklamasi untuk proyek tersebut. Menurut Susi, hal itu akan menjadi bom waktu bagi Jakarta, jika tidak diimbangi dengan relokasi tampungan air yang sesuai.

"Ini yang saya tidak mau di Jakarta. Jangan pulaunya dulu direklamasi. Nanti pulaunya jadi, bendungannya tidak mau dibikin. Akhirnya, bendungan pemerintah yang mengeluarkan APBN lagi, ini oportunisme dari pengusaha yang mau enak sendiri," kata Susi. (asp)

Tokoh Agama Hindu Dukung Reklamasi Teluk Benoa Duduki DPRD Bali

Aktivis Anti Reklamasi Teluk Benoa Dilaporkan ke KIP

Pelaporan terkait transparansi keuangan organisasi tersebut.

img_title
VIVA.co.id
11 Agustus 2016