Menanti Dampak KAA 2015 bagi Dunia

Delegasi Peserta KAA Ramaikan Historical Walk 2015
Sumber :
  • ANTARA/Hafidz Mubarak

VIVA.co.id - Pasukan defile pembawa bendera negara peserta Konferensi Asia Afrika (KAA) mulai berderap dari Hotel Savoy Homann, Bandung, menuju Gedung Merdeka tepat pukul 09.15 WIB, Jumat, 24 April 2015. Di belakangnya, diikuti barisan anak kecil dan mojang Bandung.

Kemudian, tiba barisan yang ditunggu oleh semua orang, yakni 22 kepala negara peserta KAA. Terlihat di barisan depan, Presiden Joko Widodo didampingi Ibu Iriana.

Presiden Tiongkok, Xi Jinping dan Ibu Negara, Peng Liyuan, ikut berjalan di samping kanan Jokowi. Sementara itu, di sebelah kiri, terlihat Perdana Menteri Malaysia, Najib Tun Razak dan Ibu Negara, Rosmah Mansor. Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Ibu Mufidah Kalla berjalan di samping kiri PM Negeri Jiran itu.

Mereka semua mengenang kembali peristiwa yang terjadi 60 tahun lalu, ketika pendiri bangsa, Soekarno, memimpin barisan kepala negara Asia-Afrika menuju Gedung Merdeka, tempat diselenggarakannya pertemuan kepala negara. Aksi jalan kaki tersebut kemudian disebut "historical walks".

Dalam pidatonya, mantan Gubernur DKI Jakarta itu kembali mengingatkan mengenai cita-cita yang dulu dimiliki oleh penggagas KAA, yakni Soekarno, Jawaharlal Nehru, Mohammad Ali Bogra, Sir John Kotelawala, dan U Nu.

"India, Pakistan, Sri Lanka, Myanmar, dan Indonesia adalah sebuah cita-cita. Cita-cita tentang sebuah kehidupan merdeka, adil, dan sejahtera. Cita-cita yang menginspirasi lahirnya Semangat Bandung," kata Jokowi.

Jokowi mengenang, saat KAA dihelat tahun 1955, hanya ada tiga negara dari kawasan Afrika yang berpartisipasi. Bahkan, Sudan yang ketika itu belum merdeka, hanya membawa sebuah kain putih bertuliskan negaranya.

"Dia belum merdeka dan belum memiliki bendera kenegaraan," ujar Jokowi.

Kini, ketika KAA dikenang kembali 60 tahun kemudian, situasi telah berubah. Saat itu, konferensi hanya dihadiri oleh 29 negara, maka kini membengkak menjadi 91 negara yang mengikuti KAA.

"Namun, tetap dengan semangat yang sama untuk menghadapi tantangan yang berbeda," kata Jokowi.

Presiden turut menyinggung usai 60 tahun berlalu, dunia masih tetap berutang kepada Palestina, karena hingga kini mereka masih diokupasi oleh Israel.

"Kemerdekaan Palestina harus terus kita perjuangkan. Kita harus bahu-membahu meningkatkan kemakmuran rakyat melalui kerja sama ekonomi dan perdagangan demi kesejahteraan rakyat di masing-masing negara," tutur Jokowi yang disambut tepuk tangan meriah para pemimpin negara lainnya.

Peringatan puncak diakhiri dengan penandatanganan salah satu dari tiga dokumen KAA yakni Pesan Bandung 2015. Indonesia memilih Tiongkok sebagai perwakilan dari negara Asia. Sementara itu, Swazilan mewakili negara dari kawasan Afrika.

Sambangi RI, Sekjen OKI Bahas Upaya Pemberantasan Terorisme

Monumen Solidaritas Asia Afrika


Tiga Dokumen KAA

Pekan KAA dimulai pada Minggu, 19 April 2015 di gedung Jakarta Convention Centre (JCC). Saat itu, para pejabat tinggi setingkat direktur jenderal berkumpul untuk merampungkan sisa 10 persen tiga dokumen KAA.

Tiga dokumen itu sebelumnya telah dibahas di masing-masing perwakilan negara untuk PBB di New York, Amerika Serikat. Ketiga dokumen tersebut terdiri atas Pesan Bandung 2015, kemitraan strategis baru Asia-Afrika (NAASP), dan deklarasi terhadap perjuangan rakyat Palestina.

Menteri Luar Negeri RI, Retno L.P Marsudi, menjelaskan, Pesan Bandung 2015 berisi komitmen negara-negara di kawasan Asia dan Afrika terhadap solidaritas dunia, pertumbuhan ekonomi, dan hubungan sosial kultural. Dokumen NAASP berisi rencana untuk mengimplementasikan Pesan Bandung.

Dengan adanya dokumen NAASP, maka kerja sama di antara negara Asia-Afrika menjadi lebih fokus, terstruktur, sistematis, dan intensif. Sementara itu, dokumen deklarasi Palestina berisi dukungan penuh negara peserta KAA terhadap perjuangan Palestina yang belum merdeka sepenuhnya.

Namun, baru memasuki hari pertama, pertemuan KAA berjalan alot. Pembahasan yang diprediksi selesai pukul 18.00, tiba-tiba molor hingga pukul 23.00 WIB. Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri RI, Yuri O. Thamrin, sempat keluar dari ruang sidang di Assembly Hall untuk menghirup udara segar di jeda break.

Penyebab alotnya pembahasan dokumen KAA di ruang sidang, karena negara anggota khususnya dari kawasan Afrika tidak sepakat mengenai isu reformasi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) yang tertulis di dalam dokumen NAASP.

"Mereka minta jangan selektif, tetapi memilih bahasa yang tidak bertentangan dengan posisi semua orang. Jadi, digunakan bahasa yang umum dan bisa mengakomodasi posisi-posisi yang berbeda. Itu tantangannya," kata mantan Duta Besar RI untuk Kerajaan Inggris itu.

Muncul informasi yang beredar bahwa beberapa negara di kawasan Afrika menuntut diberikan jatah kursi di DK PBB. Sebab, di organisasi itu, belum ada perwakilan dari kawasan Afrika.

Wakil Tetap Indonesia di PBB, Desra Percaya yang ditemui di Jakarta Convention Centre, mengatakan sudah ada kesepakatan bahwa perwakilan dari kawasan Asia Afrika harus lebih banyak lagi. Desra menambahkan, Indonesia pun setuju dengan adanya perluasan anggota DK PBB.

"Di sisi lain, DK PBB dituntut untuk lebih demokratis dan sistem veto yang harus dihapuskan. Tetapi, itu merupakan situasi yang kemungkinan besar sulit terjadi, karena prosesnya sulit dan telah dikunci oleh DK PBB agar tidak terjadi," kata Desra.

Namun, dokumen tersebut bisa rampung, setelah semua perwakilan negara Asia-Afrika sepakat untuk mengadopsi dokumen yang telah diketuk palu di New York. Desra enggan merinci kalimat detail yang ada di dalam dokumen sebelum didebatkan di Jakarta.

"Intinya, di paragraf keempat berisi adanya keperluan menekankan kembali multilateralisme, merevitalisasi Majelis Umum PBB, reformasi DK PBB, dan kesepakatan mengenai perwakilan Asia-Afrika harus ditambah," kata dia.

Sementara itu, dokumen deklarasi terhadap perjuangan rakyat Palestina dan Pesan Bandung 2015 mulus disetujui oleh 107 negara perwakilan Asia-Afrika.

"Dukungan terhadap Palestina itu kan besar, sehingga lebih mudah untuk menyepakati dokumennya. Kami mengutuk serangan Israel dan ingin ada proses rekonstruksi dibantu dan janji itu dilaksanakan," ujar Yuri.

Seluruh perwakilan Asia-Afrika juga sepakat untuk mendukung dan berharap Palestina segera menjadi anggota PBB. Total untuk dokumen NAASP terdiri atas 32 butir yang tertulis dalam 8 lembar dokumen.

Dokumen deklarasi perjuangan terhadap warga Palestina terdiri atas 15 butir. Sementara itu, dokumen Pesan Bandung 2015 terdiri atas 41 poin.

Megawati: Perang Tak Selesaikan Masalah Timur Tengah

Penandatanganan Pesan Bandung 2015



Tak Bisa Instan

Kendati KAA telah resmi ditutup pada Jumat kemarin, namun, tidak serta merta ketiga dokumen yang dihasilkan bisa langsung dirasakan manfaatnya oleh negara peserta. Apalagi Palestina.

Selain itu, dokumen tersebut tidak memiliki kekuatan secara hukum. Artinya, terbuka celah besar pelanggaran komitmen di antara negara peserta KAA sendiri.

Namun, Direktur Jenderal Asia Pasifik dan Afrika Kemlu RI, Yuri O. Thamrin, menjelaskan, ketiga dokumen itu mengikat secara moral. Jika ada yang melanggar, secara moral juga akan dipertanyakan.

Dia turut menjelaskan, di dalam dokumen NAASP juga telah tercantum langkah tindak lanjut usai KAA berakhir. Salah satunya, pertemuan rutin di antara menlu se-Asia Afrika tiap dua tahun sekali dan dihelat di sela Sidang Majelis Umum PBB.

Duta Besar Palestina untuk Indonesia, Fariz Mehdawi pun menyadari, dokumen KAA tidak bisa terasa dampaknya secara instan. Namun, paling tidak ada tekanan signifikan yang disuarakan oleh dua per tiga penduduk dunia di kawasan Asia dan Afrika yang meminta agar Israel segera hengkang dari tanah Palestina.

Mehdawi mengatakan, Israel perlu diberikan tekanan yang bertubi-tubi dari dunia internasional. Tujuannya, agar mereka bersedia menepati janji dan membiarkan Palestina merdeka. Sebagai negara yang kini masih dijajah, Mehdawi paham betul, tidak mudah untuk meraih kemerdekaan. Bahkan, membutuhkan waktu ratusan tahun.

"Berapa lama waktu yang dibutuhkan bagi Indonesia untuk merdeka? 350 tahun. Sementara itu, Afrika Selatan juga membutuhkan waktu ratusan tahun supaya mereka bisa menyuarakan one man one vote. India butuh waktu 400 tahun," kata dia yang ditemui di Hotel Borobudur, beberapa waktu lalu.

Menurut pakar hubungan internasional dari Universitas Padjajaran, Teuku Rezasyah, dengan adanya ketiga dokumen KAA menunjukkan keseriusan para pemimpin negara Asia-Afrika untuk tetap konsisten dan menjalankan harapan Dasasila Bandung.

"Ini menunjukkan negara di kawasan Asia-Afrika, kendati pergerakannya lambat, tetapi mereka tetap konsisten dalam semangat Bandung. Terbukti tiga generasi presiden, mulai dari pendiri kemerdekaan, membangun kemerdekaan, dan melanjutkan kemerdekaan," papar pengajar yang akrab disapa Reza itu yang dihubungi VIVA.co.id melalui telepon pada Jumat malam, 24 April 2015.

Menurut Reza, dari deklarasi negara Asia-Afrika, terlihat internalisasi di kedua kawasan. Terlihat negara peserta tetap ngotot untuk menjalankan Semangat Bandung, contoh menegakkan Hak Asasi Manusia, keterikatan pada piagam PBB, penyelesaian krisis dilakukan secara adil, kerja sama selatan-selatan, dan menolak adanya keterlibatan pihak luar dalam krisis yang terjadi di kawasan Asia-Afrika.

"Terlebih semua hal itu disuarakan di Bandung, kota yang mengklaim ibu kota kawasan Asia Afrika," kata Reza.

Pesan serupa, ujar Reza juga berlaku untuk deklarasi mengenai perjuangan rakyat Palestina. Dengan disuarakan melalui KAA, mengingatkan kepada dunia adanya utang bahwa Palestina belum merdeka hingga kini.

"Di tahun 1955, Palestina diundang oleh Indonesia sebagai masyarakat dan bukan disebut negara. Wilayah mereka saat itu dicaplok oleh Israel, sehingga semakin mengecil. Tetapi, saat itu, Palestina mendapat kehormatan ke KAA," papar Reza.

Melalui dokumen itu, Reza melanjutkan, negara Asia-Afrika menunjukkan kepada dunia bahwa Palestina masuk ke dalam radar mereka.

KAA Bukan Ajang Pamer Kedekatan RI dengan Tiongkok



Kedekatan Tiongkok

Selain menghasilkan tiga dokumen, KAA juga menjadi pentas bagi Presiden Joko Widodo menunjukkan kedekatan hubungan Indonesia dengan Tiongkok. Sinyalemen kedekatan terasa ketika awal pertemuan tingkat kepala negara Asia Afrika yang dimulai pada Rabu lalu.

Saat sesi foto dan posisi duduk Presiden Xi Jinping selalu berada di samping Jokowi. Kemesraan itu kian terasa ketika acara jamuan makan malam di Istana Merdeka.

Warna kemeja batik yang dikenakan Xi dan Jokowi sama-sama biru, walaupun berbeda motif. Kemesraan terus berlanjut, saat di hari puncak peringatan 60 tahun KAA, Xi diberi kehormatan napak tilas di samping Jokowi. Bahkan, di saat penandatanganan Pesan Bandung, Indonesia menunjuk Tiongkok sebagai perwakilan negara dari Asia.

Presiden Joko Widodo dan Presiden Xi Jinping

Wakil Presiden Jusuf Kalla membantah KTT Asia Afrika menjadi ajang pamer kedekatan. Dia menjelaskan kesamaan warna kemeja batik hanya kebetulan semata.

"Oh tidak. Baju itu kan dipilih masing-masing. Mereka memilih secara bersamaan dan diberikan warnanya itu," kata JK.

Dia pun menjelaskan, Indonesia siap bekerja sama dengan siapa pun untuk merealisasikan visi poros maritim. Termasuk, jika harus bersinergi dengan ambisi Jalur Sutera Maritim Tiongkok.

"Ya, dengan siapa saja, karena apabila bersamaan, Tiongkok ingin meningkatkan 'jalur sutera' dengan misalnya Jepang, yang juga merupakan negara kepulauan, sebenarnya sama saja," tuturnya.

Di mata Reza, kedekatan yang coba disampaikan oleh Jokowi belum tentu akan mencerminkan kebijakan luar negeri Indonesia ke depan. Bisa jadi, mantan wali kota Solo itu memainkan politik wayang orang Jawa, sehingga bisa menaikkan posisi tawar Indonesia di dunia internasional.

"Pak Jokowi memiliki latar budaya Jawa dan orang Jawa kerap bermain wayang. Apa yang terjadi di depan panggung, belum tentu mencerminkan kejadian di balik layar," ujar Reza.

Artinya, bisa saja Jokowi menciptakan impresi dengan Tiongkok, sambil menanti negara lain juga melakukan pendekatan ke Indonesia.

"Bisa saja Tiongkok mengatakan kepada Indonesia: 'Anda ingin mengerjakan proyek ini, butuh dana berapa?' Sementara itu, tidak mungkin keseluruhan proyek dikerjakan oleh Tiongkok, pasti dibagi juga ke negara lain," kata dia.

Lagipula, Reza menambahkan, jika Indonesia benar-benar memilih untuk mendekatkan diri ke Tiongkok, berpotensi menciptakan rasa tersinggung yang cukup besar ke beberapa negara antara lain Jepang, India, Amerika Serikat, Uni Eropa, Rusia, dan Australia. (art)

Menlu RI, Retno LP Marsudi.

RI Terima 200 Permintaan Bantuan Negara Lain

Jumlahnya terus bertambah hingga saat ini.

img_title
VIVA.co.id
9 November 2015