Cekcok Maut Polisi Versus Polisi

Ilustrasi peluru.
Sumber :
  • Reuters

VIVA.co.id - Derai tangis masih tak terbendung di mata Eka Kumala Sari, 36 tahun, pada Kamis 30 April 2015. Kesedihannya memuncak saat melihat terakhir kalinya sang suami Brigadir Dedi Sofian dilepas ke liang kubur. Dengan berat hati, ibu empat anak ini pun merelakan suaminya pergi selama-lamanya.

Sehari sebelumnya, Eka menjadi orang satu-satunya yang melihat langsung nasib tragis suaminya. Di depan matanya, Brigadir Dedi ditembak dengan jarak dekat sebanyak tiga kali oleh rekannya sendiri, Briptu Suprianto Sigiro.

Tengah hari pada Rabu 29 April 2015 saat itu benar-benar menjadi hal yang tak terlupakan oleh Eka. Cekcok mulut sang suami dengan rekannya tersebut tak akan pernah disangka Eka sebagai penyebab suaminya meregang nyawa.

"Sudah dicoba dipisahkan, tetapi kalah dengan mereka yang berantem," ujar Eka.

Tak jelas bagaimana situasinya, tiba-tiba Briptu Sigiro yang sudah sejak kehadirannya membawa senjata laras panjang, langsung melepaskan tembakan sebanyak tiga kali ke tubuh Brigadir Dedi.

Satu di kaki kiri, satu peluru di pundak dan satu lagi bersarang di kepala belakang dan menembus hingga ke kening Brigadir Dedi.

Eka pun langsung berteriak histeris dan sempat meminta Sigiro juga untuk menembak dirinya. Namun Sigiro justru meminta Eka untuk menembak dia.

Tak mau penuhi permintaan aneh itu, Eka langsung berlari keluar rumah. Kemudian dia mendengar tembakan berikutnya.

Pelajar yang Diduga Tembak Kepala Sendiri Dimakamkan

Briptu Sigiro pun tewas bersimbah darah, tepat di bawah kaki Brigadir Dedi yang sudah meregang nyawa. Sigiro rupanya bunuh diri.

Penyalahgunaan Senjata

Kisruh tewasnya dua personel Satpolair Polres Serdang Bedagai ini kemudian memantik sejumlah spekulasi. Belakangan terkuak motif keributan kedua polisi yang terkenal akrab tersebut ditengarai masalah uang.

"Pelaku (Briptu Sigiro) sering memberi pinjaman kepada warga dan personel lainnya, sedangkan korban (Brigadir Dedi) sebagai penagih utang," kata Kapolda Sumatera Utara, Irjen Pol Eko Hadi Sutedjo, Kamis 30 April 2015.

Kuat dugaan, salah satu pihak ingkar janji hingga terjadi pertengkaran di antara keduanya. "Inil ah yang kemudian menjadi pemicu pertengkaran keduanya," ujar Eko.

VIDEO: Pria Ini Tewas Loncat dari Mal Senayan City

Meski begitu, munculnya kejadian ini tetap mengarah pada indikasi kelalaian polisi saat diberi kewenangan memegang senjata. Sebab, diketahui saat kejadian Briptu Sigiro sedang tidak bertugas.

Menurut keterangan Kabid Humas Polda Sumatera Utara Kombes Pol Helfi Assegaf, Briptu Sigiro saat kejadian baru selesai melaksanakan tugas patroli.

"Sebelum kejadian, Briptu Sigiro baru saja selesai melaksanakan tugas patroli. Usai bertugas, seharusnya senpi itu tidak boleh dibawa pulang," ujarnya seperti dikutip dari harian lokal setempat.

Kapolri baru, Jenderal Badrodin Haiti, mencium ada indikasi kelalaian dari kejadian itu. Kepemilikan senjata laras panjang jenis SS1 V2 yang menjadi saksi bisu tewasnya Brigadir Dedi, menurutnya memang patut dievaluasi.

"Ada dua kemungkinan pelanggaran. Pertama, pelanggaran dilakukan karena anggotanya sendiri. Kedua, ada faktor kelalaian dari pimpinan yang lemah mengawasi anggotanya dalam menggunakan senjata api," ujar Badrodin.

Tes Kejiwaan Polisi

Dugaan Motif Polisi Sayat Leher di Markas Polda Jatim

Sehari kemudian, pada Kamis 30 April 2015, usai pemakaman kedua personil Satpolair Polres Serdang Bedagai, di Kepolisian Daerah Sumatera Utara sepertinya mulai khawatir akan terjadi kejadian serupa.

Kapolda Sumatera Utara Irjen Pol Eko Hadi Sutejo, langsung mengeluarkan instruksi untuk kembali mengevaluasi kepemilikan senjata api di setiap personil bawahannya.

Kepemilikan senjata api pun mulai diperketat. Kewenangan kapan penggunaannnya juga diperketat sedemikian rupa. Sehingga tidak semua personel polisi bisa mendapatkan senjata api.

"Saya prihatin dengan kejadian ini. Saya kira, kejadian ini disebabkan oleh ketidakmampuan anggota polisi dalam mengendalikan diri," ujar Eko.

Bersamaan dengan itu, Eko pun menerbitkan instruksi agar setiap personel polisi yang sudah diberi kewenangan memegang senjata untuk diperiksa kejiwaannya. Dengan harapan, dapat dilacak siapa saja personel polisi yang memiliki kejiwaan yang layak untuk memegang senjata.

"Penggunaan senjata akan diperketat dan tiap personel yang memegang senjata akan diuji kejiwaannya," ujar Eko.

Untuk diketahui, prosedur penggunaan senjata api telah diatur dalam Perkapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Perkapolri Nomor 1 tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian.

Dalam ketentuannya, senjata api hanya boleh digunakan ketika dalam menghadapi kejadian luar biasa, membela orang lain terhadap ancaman kematian dan atau luka berat dan mencegah terjadinya kejahatan berat atau yang mengancam jiwa.

Selain itu, senjata api juga digunakan untuk menahan, mencegah dan menghentikan seseorang yang sedang melakukan tindakan yang sangat membahayakan jiwa serta menangani situasi yang membahayakan jiwa di mana langkah-langkah yang lebih lunak tidak cukup.

Sementara itu, dalam Perkap Nomor 04 tahun 2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan Psikologi Bagi Calon Pemegang Senjata Api Organik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Non-Organik Tentara Nasional Indonesia, juga mengatur cukup rinci bagaimana proses seorang polisi bisa memiliki senjata api. Meski begitu, tak dicantumkan jadwal berkala perihal pemeriksaan psikologi terhadap para pemiliknya. (ren)

 Ilustrasi/Penembakan

Ujung Maut Masalah Pelik Polisi

Kasus pembunuhan oleh aparat penegak hukum menjadi sorotan publik.

img_title
VIVA.co.id
30 Maret 2016