Unjuk Gigi Perusahaan Teknologi di Gempa Nepal

Reruntuhan bangunan akibat gempa di Nepal
Sumber :
  • REUTERS/Navesh Chitrakar

VIVA.co.id - Gempa di Nepal membuat duka yang mendalam bagi keluarga yang ditinggalkan. Sebanyak lebih dari 7.000 orang tewas, kebanyakan tertimbun oleh runtuhan gempa.

Di Nepal, Pangeran Harry Disambut Lima Perawan

Data satelit canggih yang dimiliki negara maju menunjukkan, terjadi pergeseran lempengan benua. Bahkan, sampai membuat gunung tertinggi di dunia di Nepal menyusut satu inci.

Teknologi canggih menjadi hal yang cukup membantu, namun yang paling dibutuhkan tetap komunikasi untuk bisa membuat mereka tetap terhubung, saling mengabarkan.

Ini Status Tiga Pendaki Indonesia yang Hilang di Nepal

Informasi mengenai korban yang masih hidup, atau mereka yang masih berada di area bahaya, merupakan hal yang langka untuk didapatkan jika tanpa komunikasi. Apalagi, saat gempa melanda, jalur komunikasi terputus.

Perusahaan teknologi dan penyedia telekomunikasi pun berupaya unjuk gigi. Kebanyakan mereka membantu para korban dengan menggratiskan layanan. Mulai dari Apple sampai Viber, Google, bahkan Microsoft. Mereka menawarkan sesuatu yang berbeda satu sama lain, sesuai dengan kemampuan dan teknologi yang mereka miliki.

Antisipasi Krisis, Kemlu Latih Diplomat Muda

Sayangnya, dilansir NPR.org, semua aplikasi yang mereka tawarkan membutuhkan infrastruktur jaringan yang baik. Sedangkan saat gempa terjadi, semua jaringan terputus .

Meskipun para korban merasa bahagia karena telah dibantu, namun tetap saja, pengguna merasakan kesulitan saat menggunakan aplikasi bantuan itu. Menurut data Bank Dunia, Nepal masuk dalam daftar negara dengan penetrasi internet yang rendah.

Data mereka menunjukkan, hanya 13 persen dari total populasi di Nepal, yang kerap menggunakan internet secara regular. Bahkan, di wilayah Kathmandu, pengguna internetnya hampir tidak ada. Populasi di Nepal, saat ini mencapai 28 juta jiwa.

Data otoritas telekomunikasi di Nepal, menunjukkan penetrasi ponsel di negara itu mencapai angka lebih dari 80 persen, dengan 23 juta penduduknya telah menggunakan ponsel.

Di negara tersebut, Ncell merupakan operator incumbent dengan kontribusi jumlah pelanggan lebih dari 50 persen. Penetrasi internet di Nepal, saat ini mencapai 27 persen dan kebanyakan mereka, atau sekitar tujuh juta pengguna, mengakses dari jaringan GPRS. Sisanya mengakses dari CDMA, ADSL, Wireless, modem, dan Wimax.

Inilah yang menjadi kendala aplikasi yang ditawarkan para perusahaan teknologi itu sepertinya sia-sia. Meski tidak seluruhnya sia-sia, karena pertukaran informasi dan pengumpulan donasi masih bisa dilakukan dalam ranah internet dan media sosial.

Walaupun begitu, upaya bantuan dari para perusahaan teknologi raksasa di dunia ini patut diacungi jempol. Berikut, beberapa aplikasi dan program bantuan yang ditawarkan masing-masing perusahaan.

Informasi korban bencana

Facebook dan Google memiliki aplikasi yang paling menarik di antara program lainnya. Facebook menghidupkan kembali aplikasi Safety Check. Aplikasi yang pernah diperkenalkan pada Oktober lalu ini dibuat Facebook, setelah menyadari banyaknya warga yang kerap mengandalkan Facebook untuk bertukar informasi saat bencana terjadi.

Aplikasi ini bisa mengidentifikasi teman yang kemungkinan berada di area terdampak. Informasi ini diambil berdasarkan data lokasi dan informasi profil.

Ketika aplikasi itu digunakan, semua kontak pengguna dilibatkan dan ditanyai untuk memperbaharui status yang diketahui terkait temannya. Informasi ini penting untuk saling memberitahukan bahwa keadaan mereka baik-baik saja. Aplikasi ini juga bisa digunakan untuk mengecek pengguna lain.

Menurut data Facebook, jutaan pengguna di Nepal, India, Bhutan, dan Bangladesh telah menggunakan layanan ini dan menandakan diri mereka aman dari bencana. Status mereka pun telah disebarluaskan ke puluhan juta pengguna lainnya.

“Saat bencana seperti ini, bisa terkoneksi merupakan suatu hal yang sangat berharga,” ujar pendiri Facebook, Mar Zuckerberg, saat mengumumkan aktivasi Safety Check untuk gempa Nepal, seperti dikutip dari halaman Facebooknya.

Jika Facebook melibatkan penggunanya untuk saling bertukar informasi, Google memilih bekerja sama dengan Palang Merah Dunia untuk mengumpulkan data terkait nama-nama orang yang berada di wilayah terdampak.

Sampai Senin sore, 27 April 2015, daftar yang dikumpulkan oleh Komite Internasional Palang Merah menyebutkan 1.385 orang berstatus 'hilang'. Sedangkan 241 lainnya, terdaftar dengan status 'aman dan masih hidup'. Situs itu juga memungkinkan pengguna untuk meng-input atau mencari data maupun informasi.

Google mengatakan bahwa sampai saat ini, Person Finder telah melacak sekitar 6.300 data orang. Siapa saja bisa memasukkan nama seseorang, informasi biografi dan, bahkan foto ke dalam database Google.

Database itu bisa diakses secara online, atau dengan mengirimkan sms (pesan singkat) berisi nama orang yang dicari ke nomor ponsel tertentu. Penggunaan sms ini untuk memusatkan informasi, sehingga pengguna tidak perlu mencari sumber lain.

Person Finder sejatinya diperkenalkan sejak 2010 lalu, usai gempa hebat di Haiti. Aplikasi ini, kemudian digunakan lagi di tahun berikutnya untuk membantu saat gempa di Jepang.

Komunikasi gratis berbasis VoIP

Microsoft bergerak dengan menyediakan layanan panggilan video Skype secara gratis di Nepal, baik melalui mobile maupuan jaringan kabel. Perusahaan perangkat lunak besar dunia itu juga mendonasikan US$1 juta, teknologi dan layanan mereka untuk membantu pencarian dan pemulihan dari gempa dahsyat tersebut.

Hal yang sama dilakukan Google, yang hanya mengenakan biaya satu sen untuk nomor ponsel di Nepal, yang menggunakan layanan Google Voice. Dalam keadaan normal, biaya layanan itu senilai 19 sen. Dua operator telekomunikasi Amerika Serikat, T-Mobile, AT&T, Verizon dan Sprint juga ikut bergerak untuk membantu pemulihan dari gempa. Kedua operator besar itu menggratiskan biaya panggilan dan pesan ke nomor di Nepal.

Viber, penyedia layanan komunikasi internet (VoIP) juga menggratiskan layanannya untuk para penggunanya di Nepal. Viber melaporkan, sedikitnya ada tiga juta pengguna Viber di wilayah Himalaya itu.

Donasi dari kerumunan pengguna

Selain menghadirkan Security Check, Facebook juga membuat program pengumpulan donasi untuk para korban gempa Nepal. Dalam dua hari, program tersebut mengumpulkan US$10 juta dan Facebook pribadi menambahkan US$2 juta, sehingga total donasi yang terkumpul menjadi U$12 juta.

Produsen iPhone, Apple juga bersimpati dengan para korban bencana tersebut. Apple meluncurkan donasi dengan menggandeng American Red Cross. Apple mendorong setiap pengguna iTunes untuk mendonasikan uangnya kepada pada korban gempa melalui iTunes Store. Perusahaan yang didirikan Steve Jobs itu mengatakan 100 persen donasi yang terkumpul akan disalurkan melalui American Red Cross.

Twitter juga turut tergugah dengan mengumpulkan donasi melalui lembaga non profit internasional termasuk Unicef.

NASA dan teknologi satelit

Gempa dahsyat berkekuatan 7,8 skala richter itu juga menggugah hati para astronaut NASA. Badan luar angkasa Amerika itu langsung membuat data dan pencitraan satelit untuk digunakan sebagai data bagi lembaga lainnya, seperti US Geological Survey, USAID, Bank Dunia, Palang Merah Amerika, dan PBB untuk saling berkoordinasi membantu Nepal.

NASA juga akan mengerahkan teknologi yang diklaim dapat menemukan orang yang terperangkap di bawah reruntuhan bangunan, sehingga bala bantuan yang ada di Nepal akan langsung menyisir daerah yang dimaksud.

Teknologi itu berupa sebuah penginderaan jarak jauh yang disebut Finder. Finder dikembangkan oleh JPL dan US Departement of Homeland Security Science dan Technology.

Finder diklaim dapat menemukan orang yang terkubur sedalam 30 kaki (9,1 meter) di reruntuhan bangunan, tersembunyi di balik beton padat seukuran 20 kaki (6 meter), dan jarak 100 kaki (30,5 meter) di ruang terbuka. Teknologi ini sudah memiliki lisensi oleh badan swasta, R4 Incorporated Edgewood, sehingga dapat membantu Nepal dari pemulihan bencana alam ini.

ESA juga memiliki satelit canggih. Satelit Sentinel-1a berhasil mendeteksi adanya pergerakan tanah Kathamandu dari sebelum dan sesudah gempa, melalui radarnya. Meski terjadi kenaikan tanah, tidak terlihat tanah yang retak. Melihat kondisi ini, ilmuwan meyakini bahwa ada energi gempa bumi yang masih terpendam dan akan muncul suatu saat nanti.

Satelit citra Sentinel-1a diketahui merupakan satelit pertama yang memiliki tugas untuk memantau lingkungan di Bumi. Rencananya, ESA akan kembali meluncurkan satelit serupa di tahun depan. Satelit tersebut bernama Sentinel-1b. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya