Melawan Putusan 'Khilaf' Praperadilan

Plt ketua KPK Taufiequrachman Ruki di dampingi oleh empat wakil ketua KPK yaitu Johan Budi, Adnan Pandu, Indriyanto Seno Adjie dan Zulkarnaen gelar jumpa pers di Kantor KPK, Jumat (20/2/2014).
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ahmad Rizaluddin

VIVA.co.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bereaksi keras atas kekalahannya untuk ketiga kali di sidang praperadilan. KPK harus menelan pil pahit setelah Hakim praperadilan Haswandi, mengabulkan gugatan pemohon mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo dan menyatakan penyidikan KPK batal demi hukum.

Kekalahan KPK atas Hadi Poernomo ini menambah daftar kekalahan lembaga antikorupsi itu sidang praperadilan. Sebelum Hadi, KPK juga keok terhadap gugatan praperadilan yang diajukan dua orang yang pernah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK, yakni mantan Kepala Lemdik Polri Komisaris Jenderal Budi Gunawan dan mantan Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin.

Khawatir putusan ini akan semakin berdampak buruk bagi pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK, Pelaksana tugas Ketua KPK Taufiequrrachman Ruki berjanji akan melakukan segala cara untuk menentang putusan praperadilan yang diajukan Hadi Poernomo tentang penetapan status tersangka.

"Kami lakukan segala cara bukan untuk eksistensi tetapi agar negara ini tidak porakporanda dari korupsi," ujar Ruki dalam jumpa pers di kantornya, Selasa, 26 Mei 2015. Upaya ini tambahnya, dilakukan agar Indonesia bisa bebas dari koruptor yang memanfaatkan uang negara untuk kepentingan diri sendiri.

Ruki menilai putusan Hakim Haswandi telah melampaui batas yang diajukan pemohon (ultra petita), dan bertentangan dengan Undang-Undang tentang KPK serta memiliki implikasi luas baik dalam penegakan hukum maupun bagi pemberantasan korupsi.

Dalam permohonannya, pemohon hanya menyatakan penyidikan yang dilakukan KPK terhadap pemohon tidak sah. Namun dalam putusannya, hakim memerintahkan KPK menghentikan penyidikan. Hal ini menurut Ruki, bertentangan dengan Pasal 40 UU No 8 tahun 2002 tentang KPK, yang menyatakan KPK tidak berwenang menghentikan penyidikan.

"Boleh kah putusan peradilan bertentangan dengan Undang-Undang?" ujar dia.

Selain itu, Ruki juga menyoroti putusan hakim yang menyatakan penyelidik dan penyidik KPK di luar anggota Polri tidak sah. Ruki menegaskan sah atau tidaknya penyidik dan penyelidik independen yang diangkat KPK masuk dalam ranah administrasi dan bukan kewenangan praperadilan.

Putusan itu secara tidak langsung mementahkan semua penyidikan dan penanganan perkara oleh penyidik dan penyelidik non Polri. Seperti di antaranya penyidik kejaksaan, penyidik pajak, penyidik bea cukai, penyidik kehutanan, penyidik perikanan, penyidik pasar modal, penyidik imigrasi, penyidik tindak pidana lingkungan, penyidik KPK, dan penyidik OJK.

"Mengapa? karena dalam praktiknya, penyelidik untuk tindak pidana tersebut tidak dilakukan oleh penyelidik anggota Polri," ujar Ruki.

Lantas kata Ruki, bagaimana dengan keabsahan penanganan perkara yang ditangani oleh penyelidik dan penyidik non Polri. Padahal sudah banyak kasus yang ditangani penyidik non Polri ini yang sudah melalui pemeriksaan di tingkat Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Mahkamah Agung hingga akhirnya putusan berkekuatan hukum tetap.

Hasilnya pun, terang dia, tidak ada hakim di semua tingkatan peradilan yang menyatakan salah dalam penanganan kasus yang ditangani penyidik dan penyelidik non Polri.

"Pimpinan KPK berpendapat putusan praperadilan merupakan upaya sistematis untuk mematahkan upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK, yang jelas memberikan citra pemerintah yang bersih, efektif dan efisien," tegas dia.

Senada dengan Ruki, hal yang sama juga dikemukakan oleh Plt Pimpinan KPK lainnya, Indriyanto Seno Adji. Menurut dia, putusan praperadilan Hadi Poernomo akan berdampak sangat luas. Tidak hanya berdampak bagi KPK, namun bagi aparatur penegak hukum lainnya.

Indriyanto menyebut, selama ini proses tindak pidana korupsi dan tindak pidana lain di luar korupsi dilakukan oleh penyidik yang bersangkutan. Namun tidak diatur mengenai penyelidiknya.

"Artinya tindak pidana yang dilakukan tadi disebutkan dalam ranah itu, dilakukan penyelidik yang tidak sah juga. Artinya ribuan atau ratusan ribu baik korupsi maupun di luar korupsi akan jadi persoalan yang serius sekali," kata Indriyanto.

Dia menambahkan, saat ini KPK tengah menangani banyak perkara yang saat ini masih dalam proses, baik penyelidikan, penyidikan, penuntutan hingga tahap Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung.

"Kalau penyeldikan tidak sah berdampak pada proses yang berjalan maupun berdampak pada kasus yang sudah sudah berjalan," ujar dia.

Praperadilan 'Peran Boediono' di Century Diputus Hari Ini


Hakim Khilaf

Indriyanto memastikan KPK akan melakukan perlawanan secara hukum terhadap putusan praperadilan Hadi Poernomo. Sebab, Indriyanto menilai ada beberapa kekhilafan yang dilakukan oleh Hakim Haswandi dalam memutus gugatan praperadilan mantan Dirjen Pajak itu.

"KPK tetap akan melakukan perlawanan secara hukum, karena putusannya mengandung beberapa kekhilafan hakim," kata lndriyanto Seno Adji, dalam pesan singkatnya, Rabu 27 Mei 2015.

Salah satu hal yang dinilai sebagai kekhilafan tersebut adalah keputusan hakim yang memutus perkara melebihi apa yang dimohonkan Hadi atau dikenal dengan istilah ultra petita. Pada putusannya, Haswandi memerintahkan KPK untuk menghentikan penyidikan perkara Hadi.

Padahal, Undang-undang KPK secara tegas tidak memperkenankan untukĀ  menerbitkan surat penghentian penyidikan. Selain itu, pertimbangan hakim yang mempermasalahkan keabsahan penyelidik juga menjadi sorotan KPK. Lantaran hal tersebut dinilai bukan ranah praperadilan.

"Hakim mempermasalahkan keabsahan pengangkatan penyelidik/penyidik KPK yang justru sebenarnya menjadi domain Hakim TUN (Tata Usaha Negara)," ujar Indriyanto.

Selain itu, Indriyanto mengaku heran dengan putusan Hakim Haswandi yang mengabulkan gugatan praperadilan Hadi Poernomo. Letak keheranan Indriyanto pada salah satu pertimbangannya, hakim berpendapat penyelidik KPK yang diangkat secara independen adalah tidak sah, karena tidak berasal dari Polri.

Namun di sisi lain, kata Indriyanto, Hakim Haswandi pernah mengadili perkara korupsi Anas Urbaningrum serta Andi Mallarangeng yang ditangani KPK. Bahkan Haswandi yang menjadi ketua majelis hakimnya memutuskan keduanya bersalah dan kemudian dijatuhkan vonis terhadapnya.

"Hakim Haswandi itu pula yang memutuskan menghukum Anas Urbaningrum dan Andi Mallarangeng, di mana penyelidik-penyelidik KPK bukan personel Polri," kata Indriyanto Seno Adji dalam pesan singkatnya, Rabu 27 Mei 2015.

Indriyanto menilai Hakim Haswandi tidak konsisten dalam penerapan pertimbangan hukum. Buktinya, terjadi perbedaan antara putusan Anas Urbaningrum dan Andi Mallarangeng dengan putusan praperadilan Hadi Poernomo.

Ketika memutus perkara Anas dan juga Andi, Hakim Haswandi tidak mempermasalahkan status penyelidik KPK. Bahkan perkara Andi Mallarangeng kini sudah mendapat kekuatan hukum tetap setelah kasasinya ditolak oleh Mahkamah Agung.

Namun justru pada sidang praperadilan, hakim menilai penyelidik KPK tidak sah. "Sehingga kesannya ada ambigu atas putusannya," kata Indriyanto. [Baca: ]

Indriyanto menegaskan bahwa lembaga anti rasuah itu dapat mengangkat penyelidik sendiri. Dia menyebut KPK mempunyai Undang-Undang khusus yakni Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002, termasuk mengatur mengenai pengangkatan penyelidik.

"Kita punya Undang-Undang KPK punya aturan khusus sendiri mengenai penyelidik sebagai subjeknya maupun proses penyelidikan, sangat berlainan dengan KUHAP," kata Indriyanto.

Pada Pasal 1 angka 4 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan bahwa 'Penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan'.

Menurut Indriyanto, Hakim Haswandi yang mengadili praperadilan Hadi Poernomo memutus perkara dengan mengacu kepada KUHAP. Sehingga menyatakan penyelidik KPK yang bukan berasal dari Polri adalah tidak sah.

Padahal, Undang-Undang KPK bersifat khusus atau lex spesialis, sehingga dapat berbeda dengan KUHAP. "Agak keliru hakim, seolah-olah penyelidikan KPK tunduk KUHAP, ini yang harus kita perbaiki," ujar Indriyanto


Tetap Tersangka

Plt Ketua KPK, Taufiequrrachman Ruki, menegaskan KPK akan menempuh segala cara untuk melawan putusan praperadilan Hadi Poernomo, seperti banding atau kasasi. "Segala upaya hukum, dalam istilah hukum verzet, bisa banding dan kasasi akan melakukan segala upaya meski di buku tidak ada," ujar Ruki.

Selama, proses perlawanan itu dilakukan, Ruki menyatakan, KPK tetap menganggap Hadi Poernomo sebagai tersangka kasus korupsi dalam penanganan keberatan pajak BCA, karena KPK tidak boleh menghentikan penyidikan.

Berdasarkan hal tersebut, Ruki menyebut perkara kasus dugaan korupsi dalam permohonan keberatan pajak yang diajukan Bank Central Asia (BCA) tahun 2003 akan tetap berjalan. "(Pemanggilan saksi) Kita sesuaikan perkembangan dari penanganan kasus yang lebih mendasar," ujar Ruki.

Ruki juga memastikan paska putusan Hakim Haswandi, proses penanganan perkara berjalan seperti biasa. Menurut dia, proses penyelidikan dan penyidikan di KPK akan tetap berjalan sampai ada putusan Mahkamah Agung yang menyatakan penyelidik dan penyidik KPK non Polri tidak sah.

"Kecuali kalau MA menyatakan tidak sah," ungkapnya.

Sementara itu, Wakil Ketua KPK Zulkarnaen mengatakan KPK memiliki tenggang waktu dalam mengajukan upaya hukum lanjutan, jika banding maka tenggatnya 7 hari, dan kasasi 14 hari. Atas pertimbangan itu, KPK berharap Pengadilan Negeri Jakarta Selatan segera memberikan salinan putusannya.

"Sehingga kami bisa dalami putusan itu untuk menentukan jenis perlawanan hukum apa yang akan kami lakukan," kata Zulkarnaen.

Mantan penasihat KPK, Abdullah Hehamahua, justru menilai Hakim Haswandi yang mengadili perkara praperadilan Hadi Poernomo layak untuk dilaporkan ke Komisi Yudisial. Namun, Abdullah menyarankan laporan tersebut sebaiknya tidak dilakukan oleh KPK, tapi cukup oleh masyarakat anti korupsi.

"Saya pikir, yang perlu dilakukan KPK adalah upaya hukum, apakah kasasi atau PK. Sedangkan melaporkannya ke KY, biarlah masyarakat anti korupsi saja yang melaksanakannya," kata Abdullah, dalam pesan singkatnya, Rabu 27 Mei 2015.

Abdullah mengungkapkan setidaknya ada tiga poin yang perlu diperhatikan dalam proses hukum, yakni adanya kepastian hukum, tegaknya keadilan, dan adanya manfaat yang diperoleh masyarakat. Abdullah menilai putusan Hakim Haswandi atas praperadilan Hadi Poernomo justru menimbulkan ketidakpastian hukum.

"Sebab, salah satu putusan hakim adalah menghentikan penyidikan yang dilakukan KPK atas HP (Hadi Poernomo). Sementara Undang-undang melarang KPK menghentikan penyidikan," ujar dia.

Dia juga mempertanyakan apakah dengan membebaskan Hadi Poernomo sebagai putusan yang adil. Mengingat Hadi memiliki kekayaan luar biasa, padahal dia bukan seorang pengusaha. Selain itu, Abdullah mempertanyakan apakah putusan Hakim itu mendatangkan manfaat bagi masyarakat.

"Saya khawatir, bermasyarakat berpikir, kalau yang mempunyai kekuasaan dan uang yang banyak dapat lolos dari jeratan hukum," ujar dia

KPK Berharap MA Kabulkan PK Kasus Hadi Poernomo


Introspeksi Diri

Di luar kontroversi putusan Hakim Haswandi, sejumlah politikus di DPR justru berharap kekalahan KPK untuk ketiga kalinya di praperadilan, menjadi bahan evaluasi dan instrospeksi ke dalam bagi KPK. Anggota Komisi III DPR Aboe Bakar Al-Habsyi, mengatakan kekalahan tiga kali KPK di praperadilan menjadi preseden buruk dalam pemberantasan korupsi.

"Tiga kali kalah praperadilan itu menyakitkan. Kondisi ini membuat masyarakat meragukan proses hukum yang dilakukan KPK," kata Al Habsyi di Gedung DPR, Jakarta, Rabu, 27 Mei 2015.

Ia menuturkan, sejak lama banyak yang mempertanyakan kenapa proses penetapan tersangka dan pelimpahan berkas oleh KPK ke pengadilan begitu lama. Begitu juga ada yang sudah lama ditetapkan jadi tersangka namun belum juga diperiksa.

"Saat ini pengadilan mengungkap, ternyata ada penetapan tersangka tidak dilakukan sesuai dengan prosedur yang ada. Bahkan ada yang dilakukan tanpa adanya bukti permulaan yang cukup," ujarnya menambahkan.

Politisi PKS itu meminta, KPK belajar dari kekalahan tersebut. KPK harus belajar melakukan koreksi, demi kebaikan KPK.

"Ke depan harus lebih dipastikan bahwa penetapan tersangka sesuai dengan aturan yang ada. Apalagi Mahkamah Konstitusi sudah menetapkan bahwa penetapan tersangka dapat dijadikan sebagai obyek prapreadilan sebagaimana putusan Nomor: 21/PUU-XII/2015," kata dia.

Ia menambahkan, putusan MK tersebut akan menjadi tantangan KPK untuk mempertahankan argumennya mengenai status tersangka di depan pengadilan. Karenanya, diperlukan quality control yang tinggi untuk memastikan bahwa proses hukum yang dilakukan KPK terhadap seorang tersangka telah memenuhi kaidah aturan hukum yang berlaku.

Rekan separtai Al Habsyi yang juga Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah, menganggap wajar kalau KPK kalah pada praperadilan di kasus Hadi Poernomo itu. Kata Fahri, proses praperadilan itu membuktikan KPK terlalu sering melakukan proses hukum yang melanggar proses hukum.

"Terlalu sering melakukan tindakan proses projustisia yang langgar KUHAP," kata Fahri, di gedung DPR, Jakarta, Selasa 26 Mei 2015.

Dengan kekalahan ketiga kalinya di praperadilan, Fahri menduga ada persoalan besar pada cara KPK memberantas korupsi. Terutama, cara KPK dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka.

"KPK itu mentersangkakan Hadi Poernomo setelah Hadi menyerahkan hasil audit kinerja yang dilakukan BPK terhadap KPK. Yang justru setelah audit jadi menjadi tersangka, sampai sekarang tidak ada penyerahan resmi hasil resmi audit kinerja KPK dari BPK kepada lembaga terkait terutama DPR," politikus PKS ini.

Publik tidak boleh tutup mata dengan persoalan di KPK ini. Menurut Fahri, dengan popularitas KPK yang tinggi, lembaga ini tetap harus dikoreksi. Apalagi, kekalahan KPK di praperadilan, setidaknya membuktikan banyak masalah di lembaga antirasuah itu.

"Kita harus berani melakukan koreksi secara total sebelum pimpinan KPK terpilih ada baiknya kita koreksis secara mendalam," kata Fahri.

Mantan anggota Komisi III DPR ini mengaku, banyak pengaduan dalam proses penegakan hukum di KPK. Seperti, tidak ada prosedur yang benar saat menetapkan seseorang sebagai tersangka.

"Prosedur itu dikarang begitu tiba keperluan dan karangan, makanya ini harus dibuka. Harus diaudit kinerja apa yang sebenarnya terjadi," kata dia.

Putusan Praperadilan

Hakim tunggal praperadilan Haswandi membatalkan penetapan tersangka mantan Dirjen Pajak Hadi Poernomo oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Di antara pertimbangannya, Hakim Haswandi menyatakan penyidikan kasus Hadi Poernomo menyalahi standar operasional prosedur (SOP) dan Undang-Undang KPK.

Haswandi mengatakan, sesuai prosedur di KPK, proses penyidikan dapat dilakukan manakala ada bukti yang terang sehingga dapat ditentukan tersangkanya. Sedangkan bukti permulaan di tingkat penyelidikan adalah dalam rangka menentukan calon tersangka.

KPK lanjut Haswandi, menetapkan mantan Dirjen Pajak itu sebagai tersangka pada 21 April 2014, bersamaan dengan penyelidikan kasus tersebut.

"Penetapan tersangka oleh termohon (KPK) bertentangan SOP dan UU tentang KPK," kata Haswadi saat membacakan putusan, Selasa, 26 Mei 2015.

Haswandi menyatakan penyidikan yang dilakukan KPK dan penetapan Hadi sebagai tersangka yang telah melanggar pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU Nomor 31 Tahun1999 sebagaimana telah diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Selain itu, Haswandi menyatakan Undang-Undang menutup kemungkinan KPK mengangkat penyelidik sendiri atau penyelidik independen.

Sebab, bila KPK berhak mengangkat penyelidik independen, maka bunyi Pasal 43 ayat UU KPK setidaknya menyebutkan bahwa penyelidik KPK adalah setiap orang atau pegawai KPK yang diangkat dan diberhentikan oleh KPK.

"Maka pengangkatan penyelidik oleh KPK menjadi tidak sah sehingga batal demi hukum," ujar Haswadi.

Dengan dinyatakannya penyelidik yang diangkat KPK tidak sah, maka seluruh proses penyelidikan yang dilakukan penyelidik KPK terhadap Hadi Poernomo juga menjadi tidak sah.

"Maka penyidikan termohon (KPK) terhadap pemohon (Hadi Poernomo) menjadi batal demi hukum," tegas Haswandi.

Di samping itu, hakim juga menyatakan proses penggeledahan dan penyitaan yang dilakukan KPK terhadap Hadi Poernomo menjadi tidak sah dan batal demi hukum.

Praperadilan Wakil Ketua DPRD Sumatera Utara Ditolak

Hakim memerintahkan KPK untuk menghentikan penyidikan terhadap Hadi Poernomo sebagai dalam Surat Perintah Penyidikan nomor 17/01/014/2014 tanggal 21 April 2014.

Suasana sidang praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan

Praperadilan 'Peran Boediono' di Kasus Century Ditolak

Hakim menilai bukti yang diajukan tidak relevan

img_title
VIVA.co.id
10 Maret 2016