Rohingya Mau Dibawa ke Mana?

anak-anak pengungsi rohingya di kuala langsa
Sumber :
  • REUTERS
IVA.co.id
Tokoh Rohingya Sanjung Keramahan Warga Aceh Utara
- Malaysia dan Indonesia menyatakan siap menampung, serta menolong migran dari Myanmar dan Bangladesh yang terapung di laut, setelah pertemuan yang juga menyertakan Thailand di Kuala Lumpur, pada 20 Mei 2015.

2015, Uni Eropa Terima Satu Juta Pengungsi

Pada pernyataan bersama Menteri Luar Negeri RI dan Malaysia, kedua negara mengatakan sepakat memberi bantuan kemanusiaan bagi 7.000 migran, disertai syarat bahwa mereka harus disalurkan atau dipulangkan dalam waktu setahun.

Sekitar 2.500 orang migran telah tiba lebih dulu di Indonesia dan Malaysia. Sehingga kesepakatan itu, menumbuhkan harapan bagi penyelamatan lebih dari 4.000 migran, yang masih terapung di laut.

Setelah lebih dari 1.000 migran mendarat di Malaysia, 10 Mei, negara itu langsung memperketat patroli maritim. Kapal-kapal perang dikerahkan, untuk mencegah lebih banyak kapal migran yang mendarat.

Sehari setelah pertemuan, PM Malaysia Najib Razak memerintahkan angkatan laut melakukan operasi SAR di laut, untuk mencari ribuan migran yang masih berada dalam kapal-kapal kayu, yang membawa mereka dari Myanmar dan Bangladesh.

Sementara Indonesia melalui TNI, baru memulai operasi SAR dua hari kemudian, pada 23 Mei, dengan mengerahkan empat kapal perang, dua kapal ponton dan satu pesawat patroli.

Tapi Seminggu setelah kesepakatan, pada 27 Mei, UNHCR mengatakan masih ada lebih dari tujuh kapal, mengangkut sekitar 2.600 migran, yang masih terapung di Teluk Bengal dan Andaman.

Operasi SAR

Menilik selisihnya, didapat perhitungan kasar ada 1.400 migran yang berhasil diselamatkan, dalam operasi SAR yang dilakukan Malaysia dan Indonesia, dalam sepekan setelah tercapainya kesepakatan.

Berapa jumlah pastinya tidak diketahui. Tapi jumlah migran yang ditampung di Aceh, menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), adalah 1.759 jiwa yang 720 di antaranya disebut berasal dari Bangladesh.

Kepala Pusat Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho, 24 Mei lalu, mengatakan ada 1.062 pengungsi Rohingya. Terdiri dari 565 laki-laki, 235 wanita dan 225 anak-anak.

Dua langkah berbeda diterapkan pada mereka. Migran dari Bangladesh, yang melakukan perjalanan karena alasan ekonomi, akan dipulangkan. Hanya Rohingya yang akan ditampung.

Bagi pengungsi Rohingya akan dilakukan pemukiman ke beberapa negara lain. Amerika Serikat (AS) mengatakan siap membantu dana, serta menerima hanya beberapa orang Rohingya.

Harapan terletak pada negara-negara penandatangan UNHCR Refugee Convention 1951. Tapi Australia, sebagai salah satu negara penandatangan yang paling dekat, telah menyatakan tidak mau menerima Rohingya.

Ada 145 negara penandatangan konvensi, di mana Indonesia tidak termasuk di dalamnya. Tapi tidak semua negara penandatangan, memiliki kemampuan untuk menerima dan mengurus pengungsi.

Konvensi Pengungsi

Sebagian penandatangan adalah negara-negara Afrika yang miskin, atau sedang didera konflik, seperti Yaman yang sedang menderita akibat dibombardir oleh koalisi negara-negara yang dipimpin Arab Saudi.

Salah satu negara di Afrika, yaitu Gambia, mengklaim siap menampung semua pengungsi Rohingya. Namun keinginan pemerintah Gambia, diyakini tidak lebih dari harapan mendapat bantuan internasional.

Sulit dipercaya jika bantuan itu, bisa disalurkan pada pengungsi. Faktanya ada puluhan ribu orang, berusaha meninggalkan negara yang telah dipimpin seorang diktator selama 21 tahun itu.

Sedikitnya 5.000 warga Gambia dilaporkan tewas dalam 18 bulan terakhir, dalam usaha mereka menyeberang Laut Mediterania ke Eropa. Oleh karena itu, harapannya adalah negara-negara Uni Eropa.

Namun saat ini, Uni Eropa juga tengah menghadapi persoalan imigran dari Afrika. Komisi Eropa berniat mengeluarkan kebijakan, untuk mendistribusikan migran secara merata ke semua negara anggota.

Banyak anggota Uni Eropa telah menentang rencana itu. Jumlah migran Afrika, jauh melebihi kuota yang diberikan Uni Eropa untuk pengungsi, yaitu sebesar 20.000 orang per tahun.

Sehingga sulit berharap, negara-negara Uni Eropa masih dapat diharapkan menerima pengungsi Rohingya, dalam waktu setahun yang ditetapkan sebagai batas waktu oleh Malaysia dan Indonesia.

Solusi Regional

Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN, ditambah Amerika Serikat (AS), Swiss dan beberapa organisasi internasional, akan hadir dalam pertemuan di Bangkok, Jumat, 29 Mei mendatang.

"Ini adalah seruan darurat bagi kawasan, untuk bekerjasama menghadapi meningkatnya migrasi," kata Panote Preechyanud, pejabat kementerian urusan luar negeri Thailand, yang dikutip Reuters.

Pertemuan yang akan membahas krisis migran itu, diharap bisa menghadirkan solusi. Namun beberapa diplomat asing mengatakan skeptis, akan ada hasil nyata dalam pertemuan di Bangkok.

"Tidak akan ada solusi pekan depan," kata seorang diplomat Barat, yang dikutip Reuters. Diplomat itu menegaskan, solusinya terletak pada Myanmar, yang harus memperbaiki perlakuan terhadap Rohingya.

Dia menyebut krisis migran merupakan persoalan ASEAN, serta harus diselesaikan oleh ASEAN, yang sejauh ini masih mempertahankan prinsip non-intervensi sesama negara anggota.

Hampir tidak mungkin ada perubahan signifikan di ASEAN. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir, 21 Mei lalu, menegaskan bahwa Indonesia tidak akan menekan Myanmar, agar menyelesaikan masalah pengungsi Rohingya.

Arrmanatha mengatakan ASEAN adalah keluarga besar, sementara Myanmar dianggap sebagai adik. "Apabila ada adik kita yang mengalami kesulitan, kita berikan encouragement, dorongan semangat, bukan pressure," katanya.

Nasib Pengungsi

Menurut laman resmi UNHCR, pada akhir 2009 saja terdapat lebih dari 18,5 juta orang pengungsi di Asia, yang menjadi perhatian UNHCR, dengan negara penerima pengungsi terbanyak adalah Pakistan dan Iran.

Bukan baru sekarang Indonesia menghadapi persoalan pengungsi. UNHCR mencatat ada 385 orang pada 2998, yang mendaftarkan diri sebagai pencari suaka, ke UNHCR di Indonesia.

Jumlahnya pengungsi dan pencari suaka meningkat dari tahun ke tahun, hingga mencapai 5.659 sepanjang 2014. Hingga Februari 2015, sudah ada 7.315 pencari suaka dan 4.400 pengungsi terdaftar pada kantor UNHCR di Jakarta.

Pengungsi Rohingya hanya mencakup 17 persen dari total 4.400 pengungsi itu. Terbanyak adalah dari Afghanistan (40 persen), Palestina (8 persen) dan Somalia (7 persen).

Jumlah pencari suaka terbesar juga dari Afghanistan, dengan 59 persen dari total 7.315 orang. Sisanya dari Iran dan Somalia, masing-masing 8 persen, serta Irak sebanyak 6 persen.

Mereka sudah bertahun-tahun berada di Indonesia, menunggu proses penempatan di negara ketiga. Berdasarkan fakta itu, sulit berharap para pemukiman para pengungsi Rohingya, bisa selesai dalam waktu hanya setahun.

Presiden Myanmar Htin Kyaw bersama Aung San Suu Kyi

Myanmar Diminta Tak Diskriminatif Terhadap Rohingya

Caranya mengubah secara radikal kebijakan dan praktik kekerasan.

img_title
VIVA.co.id
15 April 2016