Setelah Islah Partai Golkar

islah partai golkar
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

VIVA.co.id - Golkar kubu Munas Bali dan kubu Munas Ancol akhirnya bersepakat islah. Dimediasi Wakil Presiden Jusuf Kalla, perwakilan dua kubu duduk bersama pada 30 Mei 2015. Kubu Munas Bali diwakili Aburizal Bakrie dan Idrus Marham, sedangkan kubu Munas Ancol diwakili Agung Laksono dan Zainudin Amali.

Sebuah naskah islah khusus mereka sepakati dalam pertemuan yang berlangsung di kediamanan Wakil Presiden itu. Empat poin yang disepakati yaitu, 1) Setuju untuk mendahulukan kepentingan partai ke depan. 2) Setuju untuk membentuk tim penjaringan bersama. 3) Adapun calon dalam pilkada harus sesuai kriteria yang disepakati bersama. 4) Usulan tersebut ditandatangani oleh ketua yang diakui KPU (Komisi Pemilihan Umum).

Memang, kesepakatan itu belumlah hasil akhir. Masih ada sejumlah agenda yang harus mereka lewati untuk menyelesaikan permasalahan berikutnya. Di antaranya, ungkap JK kala itu, "Masalah pencalonan itu masa kritis. Kalau kita telat, kader-kader Golkar akan pindah (ke partai lain)."

Masalah berikutnya itu adalah, kepengurusan siapa yang berhak memberi tanda tangan terhadap calon kepala daerah yang diajukan Golkar pada pilkada serentak Desember 2015?

Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar, Idrus Marham, menjelaskan, dari kesepakatan islah terbatas, tertulis bahwa kepengurusan mana yang berhak tanda tangan, diserahkan kepada Komisi Pemilihan Umum sesuai aturan perundang-undangan.

"Dan bagi kami jelas di situ, kalau mengacu pada PKPU (Peraturan KPU), itu diatur Pasal 34, 35, dan 36 terkait kepengurusan partai yang berperkara serta putusan yang berlaku Pasal 36 ayat 2," kata Idrus di Jakarta, Senin 1 Juni 2015.

Pasal 36 ayat (2) peraturan itu menyatakan bahwa DPP parpol yang dapat pengesahan menkumham, namun diperkara dan kalah di pengadilan, maka tidak memiliki kewenangan menangani pilkada.

"Pertanyaannya, putusan pengadilan yang mana. Untuk menghindari kekosongan DPP Partai Golkar, maka pengadilan (putusan PTUN Jakarta 18 Mei 2015) menegaskan DPP Partai Golkar hasil Munas Riau 2009 dinyatakan berlaku," kata Idrus.

Dia yakin, alur hukum dan logika hukum seperti ini yang akan digunakan KPU. Yaitu kembali ke kepengurusan Munas Riau dengan Aburizal Bakrie sebagai ketua umum dan Idrus Marham sebagai sekretaris jenderal.

Untuk menjelaskan seputar kesepakatan islah atau perdamaian tersebut, Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie (ARB) akan mengumpulkan semua pimpinan daerah tingkat provinsi dan kota/kabupaten di Hotel Sultan, Jakarta, pada Selasa malam, 2 Juni 2015.

PDIP Masih Cari Momentum Baik untuk Umumkan Cagub DKI

Pertemuan itu, untuk memastikan juga bahwa tidak ada langkah tertutup yang dilakukan pihak ARB atau Munas Bali dalam proses pilkada serentak. "Karena seperti yang kami lakukan tidak ada tersembunyi. Langkah politik yang ada untuk memberikan pencerahan kepada rakyat, kepada bangsa ini," ujar Idrus.



Terobosan

Analis Politik Poltracking Institute, Agung Baskoro, menilai bahwa islah terbatas ini dapat menjadi terobosan baru bila akhirnya dapat menjadi solusi bagi kedua kubu. Tidak hanya dalam menghadapi pilkada, namun juga fase setelahnya.

Ahok Tak Sudi Disebut Petugas Partai

“Ke depan, setelah islah terbatas berhasil dirajut, kedua pihak perlu menyusun tim seleksi dan lembaga survei yang kredibel untuk menjaring serta menghasilkan kader-kader berkualitas yang dapat diusung sebagai calon kepala daerah,” kata Agung.

Menurut dia, hal ini penting agar publik dapat melupakan sejenak konflik yang telah menjerat Golkar sejak lama. Karena, kini masa itu dapat menjadi celah, yang dapat memperbaiki citra Golkar sebagai partai, karena ternyata memiliki kader-kader yang unggul.

“Namun, sebaliknya, bila masa transisi yang menjadi fase islah ini gagal dikelola oleh kedua kubu melalui tim seleksi pilkada serentak dan lembaga survei yang kredibel, maka, konflik yang telah terbingkai sebelumnya akan menjadi kompleks,” ujarnya.

Merujuk peraturan dan undang-undang yang berlaku, Komisi Pemilihan Umum hanya mengakui partai politik yang dapat mengajukan calon di pilkada bila kepengurusannya telah mendapatkan pengesahan dari menkumham. Meski poin islah telah diteken, dua kubu harus menyepakati satu kepengurusan yang didaftarkan dan mendapatkan pengesahan dengan SK Menkumham.

Direktur Center for Politics and Governance Studies, Muhammad Badaruddin, menilai, dari hasil dan proses peradilan terkait sengketa internal Partai Golkar, bisa dilihat bahwa keabsahan Munas Ancol memiliki banyak lubang. Bila setelah ini konflik masih berlarut-larut, menunjukkan bahwa faktor politis dari kasus ini sangat mendominasi.

“Dari sini publik harus mempertanyakan posisi menkumham yang harusnya mampu bersikap netral. Juga kinerja menkumham yang harusnya mampu membuat dinamika politik menjadi kondusif,” ujar Badar.

Menurut dia, posisi menkumham yang cenderung bersikap tidak netral dan bahkan malah terkesan memperkeruh suasana, akan menjadi bumerang bagi pemerintahan Joko Widodo. Karena, akan menimbulkan ketidaknyamanan seluruh aktor terhadap pemerintah yang mengeksploitasi lembaga negara untuk menjadi instrumen atau senjata politiknya.

“Partai-partai politik akan merasa tidak nyaman, tanpa terkecuali termasuk yang ada dalam koalisinya,” ujar alumnus Nanyang Technological University itu.

KPUD DKI Akui Syarat Jalur Independen Sulit



Putusan Sela

Teka teki siapa yang berhak membubuhkan tanda tangan, untuk mengajukan calon kepala daerah pada pilkada serentak 2015 oleh Partai Golkar, sebenarnya terjawab oleh putusan sela Pengadilan Negeri Jakarta Utara, pada Senin 1 Juni 2015.

Pengadilan memutuskan bahwa kepengurusan pusat Partai Golkar sesuai SK Menkumham, yakni hasil Munas Ancol, dinyatakan status quo atau segala keputusannya tidak berefek hukum sama sekali.

Dengan putusan ini, bisa menjadi dasar bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU), untuk menetapkan kepengurusan DPP Golkar yang mana yang bisa mengajukan calon.

"Harusnya begitu. KPU harus menaati putusan pengadilan. Karena putusan pengadilan itu tidak ada bedanya putusan provisi, putusan sela maupun putusan akhir, semuanya putusan pengadilan yang wajib ditaati oleh semua pihak," ujar kuasa hukum penggugat, Yusril Ihza Mahendra.

Pakar hukum tata negara ini mengatakan, tidak benar argumen KPU bahwa yang diakui KPU adalah putusan menkumham terakhir.

"Dua alasan tidak betul (putusan KPU), pertama ada putusan PTUN yang menyatakan pelaksanaan putusan itu ditunda. Kedua, hari ini (kemarin) lebih tegas (Aburizal Bakrie dan Idrus Marham sebagai ketua umum dan sekjen yang sah)," kata Yusril.

Dalam putusannya, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara menyatakan, guna mencegah kevakuman kepemimpinan Partai Golkar, seperti dalam menentukan pilkada serentak 2015, atau melakukan tindakan hukum lainnya seperti pergantian anggota DPR dan pimpinan daerah, maka harus melalui kepengurusan hasil Munas Riau.

"Maka siapa yang berwenang mensahkan itu (calon kepala daerah di pilkada serentak) adalah DPP Golkar hasil Munas Riau 2009. Itu tegas sekali," kata Yusril.

Putusan sela itu, kata dia, kekuatannya sama seperti putusan final. Harus ditaati sebelum ada putusan final atau yang mengubahnya.

Yusril melanjutkan, siapa pun pihak harus menaati. Apalagi, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara, memasukkan itu pada amar putusannya, bukan pada pertimbangan seperti putusan hakim PTUN Jakarta 18 Mei 2015.

"Jadi, tidak perlu KPU mengatakan pakai SK Menkumham yang terakhir, tidak. Tapi putusan pengadilan negeri itu lah yang harus ditaati oleh semua pihak," tutur Yusril.

KPK menetapkan politikus Golkar Budi Supriyanto sebagai tersangka

Politikus Budi Supriyanto Didakwa Disuap Ratusan Ribu Dolar

Suap itu disebut untuk usulan program aspirasi DPR.

img_title
VIVA.co.id
11 Agustus 2016