Menyeret Ibu Angkat Engeline ke Kasus Pembunuhan

margrieth
Sumber :
  • Capture TvOne
VIVA.co.id
Satpam Ungkap Isi Rumah Margriet yang Kumuh Penuh Binatang
- Polda Bali menetapkan Margriet Megawe sebagai tersangka dalam pembunuhan anak angkatnya, Engeline. Sebagai pelaku pembunuhan berencana, ibu angkat bocah kelas III SD itu bahkan terancam hukuman mati.

Saksi: Engeline Tak Pernah Cerita Diperkosa

Margriet diduga melanggar pasal 340 KUHP yang berbunyi, “Barang siapa sengaja dan dengan rencana lebih dahulu merampas nyawa orang lain, diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama 20 tahun.”
Pengacara: Margriet Dipaksakan Jadi Tersangka


"Untuk menentukan pasal 340 KUHP bisa kita telusuri dari awal, dimulai dari sejak Engeline masih hidup," kata Kabid Humas Polda Bali, Komisaris Besar Hery Wiyanto, di Mapolda Bali, Senin 29 Juni 2015.

Beragam temuan menjadi bahan analisis penyidik sebelum akhirnya menetapkan Margriet sebagai pembunuh Engeline. Selain, barang bukti dari hasil olah TKP (tempat Kejadian Perkara), perilaku Margriet tak luput dari pemeriksaan dan analisis penyidik.

"Semua itu kita rangkum, lalu kita mengkonstruksikan hukum ini dan dipersangkakan pembunuhan berencana," ujarnya.

Uji hipotesis lantas menyimpulkan perempuan kelahiran tarakan, Kalimantan Utara itu mengarah sebagai pelaku dalam aksi keji pembunuhan berencana terhadap anak angkatnya.

Di tempat berbeda, Kapolda Bali Inspektur Jenderal Polisi Ronny Sompie menyebut, penetapan Margriet sebagai tersangka mengacu pada sejumlah bukti permulaan cukup. Keterangan tersangka Agustinus yang dikuatkan dengan keterangan ahli kedokteran forensik RS Sanglah terhadap hasil otopsi jenazah korban. Pun dengan hasil labfor lain yang menunjukkan hal serupa.

"Hasil labfor pusat Bareskrim Polri menyatakan hasil olah TKP memiliki kesesuaian penjelasan dengan tersangka AG dan hasil otopsi dokter forensik," ujar Ronny usai mendapatkan penghargaan Bintang Bhayangkara Pratama dari Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, di Mabes Polri, Senin 29 Juni 2015.

Namun, Polda Bali belum bisa menyimpulkan motif Margriet membunuh anak angkatnya, Engeline. Urutan kejadian juga masih akan ditelusuri Polda Bali melalui serangkaian pemeriksaan terhadap Margriet.


"Hari ini (Senin 29 Juni 2015) rencananya kita akan memeriksa MM dengan
lie detector
sebagai pemeriksaan ulang seperti kami lakukan sebelumnya, kemudian besok (Selasa 30 Juni) kami akan memeriksa MM sebagai tersangka untuk lengkapi berkas penyidikan."


Pengacara Kebakaran Jenggot


Pascapenetapan kliennya sebagai tersangka pembunuhan Engeline, kuasa hukum Margriet, Hotma Sitompoel bersama timnya sontak mendatangi Mapolda Bali sekira pukul 14.20 WITA. Hotma mengaku tak kaget atas penetapan tersangka bagi kliennya. Sebab, Polda sudah berulangkali menyebut akan segera mengumumkan tersangka baru dalam kasus itu.


Namun, Hotma menuding pernyataan Kapolda disampaikan tanpa dilengkapi hasil laboratorium forensik dan hasil uji oleh Inafis.


"Kami sementara ini menilai penetapan tersangka karena tekanan publik, bukan hasil data, fakta dan labfor. Kenapa begitu, jelas kok, Kapolda berulangkali menjanjikan akan ada tersangka baru," ucap Hotma, Senin 29 Juni 2015.


Meski memaklumi perihal tiga alat bukti yang menjadi 'pegangan' Polda Bali dalam menetapkan Margriet sebagai tersangka pembunuhan Engeline, namun Hotma ngotot Polda Bali di bawah tekanan publik. Hotma bahkan menuduh alat bukti tersebut disiapkan belum lama ini. Salah satunya soal kesaksian tersangka Agus.  


"Soal tiga alat bukti itu kita lihat, kapan disebutkan tersangka," ucap dia. 


Sejak ditetapkan sebagai tersangka Minggu 28 Juni, kemarin, Polda Bali bergegas menjadwalkan pemeriksaan terhadap Margriet Christina Megawe. Salah satunya pemeriksaan dengan lie detector.


Langkah itu menyulut respon tim kuasa hukum Margriet. Posko Simbolon memprotes penyidik yang dianggapnya luput berkabar tentang jadwal pemeriksaan tersebut. Segala sesuatu atas Margriet sebaiknya dilakukan atas sepengetahuan pengacara. Polisi wajib memberitahukan kepada pengacara terkait aktivitas pemeriksaan terhadap kliennya, Margriet.


"Kenapa penasihat hukum tidak diberikan informasi. Itu, kan, kewajiban polisi. Bayangkan, kami tidak diberi informasi apa pun terkait tindakan yang sangat penting," ujar Posko saat dihubungi VIVA.co.id, Minggu, 28 Juni 2015.


Bak 'kebakaran jenggot,' kini, tim kuasa hukum Margriet meminta polisi transparan menuntaskan kasus pembunuhan Engeline. Agar masyarakat bisa menilai objektif, bukan berdasarkan opini atau prasangka. Agar tak memunculkan kecurigaan dalam pengusutan perkara. Lagi pula, tim kuasa hukum Margriet menganggap pemeriksaan
lie detector
sudah tak lagi dibutuhkan.


"Kami pertanyakan, apa urgensinya. Kita belum mendapat penjelasan soal itu. Urgensinya apa kita tidak tahu. Tidak ada pemberitahuan resmi kepada kita soal itu. Kita akan pertanyakan nanti."


Digugat dan Sigap


Sebagai kuasa hukum Margriet, Hotma Sitompoel siap 'adu badan.' Dia dan timnya mengaku bakal mengajukan gugatan atas penetapan tersangka kliennya.


"Tentu kami harus selalu siap (gugat praperadilan). Kami siap saja (kapan pun gugat praperadilan)," kata Hotma di Mapolda Bali, Senin 29 Juni 2015.


Namun, tim kuasa hukum akan lebih dulu melihat dan mempelajari surat resmi penetapan tersangka Margriet Megawe. Sampai saat ini, Hotma mengaku tak mengetahui jeratan pasal yang membelit Margriet.


"Kita lihat dulu surat resmi penetapan sebagai tersangka. Kami turuti polisi mau diperiksa silakan, kita lihat perkembangannya nanti," kata Hotma.


Gayung bersambut. Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Kepolisian Daerah Bali Komisaris Besar Hery Wiyanto mengaku instansinya siap digugat. Polda Bali bahkan sudah menyiapkan segala upaya untuk mengantisipasi gugatan praperadilan atas penetapan tersangka Margriet Christina Megawe (60).


"Apabila ada yang dirugikan dengan proses penyidikan kepolisian, itu memang diatur praperadilan. Dan, kami sudah siap (menghadapi gugatan praperadilan)," kata Hery.


Apalagi, proses penyidikan juga dilakukan sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP). Alhasil, biar lambat asal tepat. Proses tersebut dianggap agak lambat agar bukti-bukti yang telah disiapkan tak kalah di meja persidangan. 


"Kami menginginkan proses penyidikan tidak mentah nanti di persidangan. Kami perlu bukti ilmiah bahwa tersangka M (Margriet) adalah pelaku," ucap Hery.


Standar Pengusutan


Sejak ditemukan terkubur di pekarangan belakang rumah ibu angkatnya pada 10 Juni lalu, kasus Engeline menuai perhatian. Puluhan saksi diperiksa, berulang Polda Bali bersama Polres Denpasar gelar perkara. Hingga pada Minggu 28 Juni 2015, polisi menetapkan ibu angkat Engeline, Margriet Megawe sebagai tersangka. Dia ditetapkan sebagai tersangka setelah sebelumnya Polda lebih dulu menetapkan pekerja rumah tangganya Agustinus Tai pada 12 Juni 2015. 


Meski berjalan agak lambat, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan pengungkapan kasus kematian Engeline bisa menjadi tolak ukur pengusutan kasus kekerasan terhadap anak. Sebab, polisi membutuhkan waktu lebh untuk menguji keterangan para saksi dan tersangka.


"Tetap mengedepankan asas praduga tak bersalah tanpa mengabaikan keterangan saksi dan fakta-fakta yang telah ditemukan," ujar Sekretaris jenderal KPAI Erlinda kepada
VIVA.co.id
, Senin 29 Juni 2015.


Pendalaman dan pengujian barang bukti juga keterangan saksi sukses membantu kinerja polisi hingga menyeret pelaku utama yang mengakibatkan kematian seorang bocah berusia 8 tahun melalui tim khusus Polri. 


"Tidak boleh menggunakan alibi yang dilandasi oleh fakta-fakta dan kejanggalan yang ditemukan. Alibi tersebut justru perlu dikembangkan untuk membuka jalan terhadap berbagai kemungkinan yang bisa terjadi yang harus diuji secara
scientific,
" ucapnya. 


Puluhan ahli bahkan dilibatkan dalam proses pengujian tersebut. Ahki kedokteran forensik, psikolog, psikiater, kriminolog hingga pakar tentang anak ikut ambil bagian dalam pengusutan. Uji ilmiah bahkan dilakukan untuk mencocokkan berbagai hipotesa. Pengujian berdasarkan fakta empiris yang ditemukan berpeluang besar membantu menemukan kebenaran.


"Ketika praduga tidak diperkenankan, maka kita tidak mungkin bisa mengungkap kebenaran itu," kata Erlinda.


Belajar dari penanganan kasus Engeline, KPAI megingatkan agar pemerintah dan lembaga terkait bisa meningkatkan koordinasi. Agar sistem perlindungan anak lebih optimal, sistematis, terintegrasi dan berkesinambungan.


"Kami mengapresiasi kinerja Polri (Polda, Polres dan Polsek) dan mengapresiasi seluruh elemen masyarakat yang peduli pada perlindungan anak."


Kabar penetapan tersangka atas nama Margriet Christina Megawe terdengar hingga ke Banyuwangi, tempat ibu kandung Engeline berada. Kepada tvOne, Senin 29 Juni Hamidah mengapresiasi kinerja kepolisian dalam menemukan pelaku pembunuhan anaknya.


"Saya merasa lega. Saya berterima kasih kepada Polda Bali karena telah bekerja keras dan membantu saya."


Penyidikan Belum Final

Kasus pembunuhan Engeline sudah menyeret dua orang sebagai tersangka. Mereka adalah Margriet Megawe, ibu angkat Engeline dan Agustinus Tai, mantan pekerja rumah tangga Margriet.


Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Bali Komisaris Besar Polisi Hery Wiyanto mengatakan, peran Margriet sebagai pelaku utama yang mengakibatkan kematian bocah berusia 8 tahun itu. Sementara Agustinus hanya turut dalam skenario pembunuhan berencana tersebut. Namun, proses penyidikan masih berlanjut dan tak menutup kemungkinan akan ada tersangka baru selain keduanya.


"Nanti kita lakukan pendalaman, kita lakukan pengembangan penyidikan. Untuk sementara kita baru menetapkan dua tersangka tersebut," kata Hery di Markas Polda Bali di Denpasar, Bali, Minggu malam, 28 Juni 2015.


Sampai saat ini penyidikan kematian Engeline belum rampung. Hasil penyidikan belum final, terus berjalan, dan terbuka berbagai kemungkinan.


"Apakah ada perubahan atau tidak, kita tunggu saja." (ren)







Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya