Penghinaan dan Reshuffle di Tengah Kemelut Kabinet Kerja

Presiden Jokowi Tinjau Gudang Bulok
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id - Pemerintahan Presiden Joko Widodo dirundung kemelut. Di tengah perlambatan pertumbuhan ekonomi, memburuknya daya beli masyarakat, dan terpuruknya nilai tukar rupiah muncul kegaduhan di kalangan menteri kabinet, ada menteri yang menyentil koleganya “tidak loyal” bahkan “menghina” presiden.

Isu adanya menteri yang “menghina” presiden menggelinding bak bola salju menjadi buah bibir masyarakat. Media massa nasional mengangkat menjadi berita utama. Perbincangan di media sosial ramai.

Respons publik beragam, tapi dapat disederhanakan mengerucut pada dua persepsi utama. Pertama, pemanasan perombakan kabinet dan kedua, bobrok kabinet  kerja terkuak.

Memanasnya suhu politik di lingkaran inti kekuasaan ditambah munculnya isu ada upaya sistematis yang ingin memisahkan Presiden Jokowi dengan partai pengusung. Kekhawatiran itu disampaikan Wakil Sekretaris Jenderal Partai Kebangkitan Bangsa Daniel Johan, Rabu 1 Juli 2015, di gedung parlemen.

"Kinerja menteri dan kondisi politik ekonomi selama tujuh bulan harus menjadi pelajaran penting bagi presiden dalam mengambil kebijakan reshuffle. Fakta data dan lapangan menunjukkan bahwa kondisi perekonomian Indonesia terus terpuruk," katanya.

Fakta di lapangan itu di antaranya pertumbuhan ekonomi dan nilai rupiah anjlok, inflasi dan harga kebutuhan pokok melambung tinggi. Begitu pula dengan tingkat kesejahteraan nelayan dan petani turun drastis; demo dan ketidakpuasan nelayan bahkan disuarakan di banyak wilayah.

Carut-marut angkutan udara dan darat pun terus terjadi, kesejahteraan dan daya beli masyarakat melemah membuat sektor riil terpukul hingga 50 persen. Belum lagi, banyak pabrik rentan tutup mengurangi tenaga kerja, bahkan hal strategis buat negara yang justru diserahkan ke pihak asing.

Kompleksitas permasalahan itu, kata Johan, muncul justru dari menteri yang berasal dari kalangan profesional.

Saleh Husin: Reshuffle Jadi Titik Balik Perbaikan Ekonomi

"Waktu pembentukan kabinet kemarin presiden didorong untuk menyingkirkan kader partai meskipun baik dan profesional, tapi saat ini keterpurukan justru berasal dari menteri-menteri nonparpol yang terbukti tidak memberi kontribusi mewujudkan nawacita dan janji presiden," katanya.

Menghina presiden

Isu sensitif itu pada mulanya dilontarkan mantan Sekjen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang kini duduk sebagai Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo. Sekonyong-konyong, Tjahjo melontarkan bahwa ada menteri yang tidak loyal sampai mengecilkan arti eksistensi presiden.

Tjahjo menarasikan, presiden sudah memilih pembantunya, pada saat pembantunya dilantik sebagai menteri presiden tidak pernah melihat dia dari partai mana ataukah tidak dari partai. Kalau sampai ada menteri yang sudah dipilih dilantik oleh presiden masih melakukan hal-hal yang tidak mendukung kebijakan presiden secara terbuka apalagi mengecilkan arti presiden, Tjahjo yakin presiden sudah mendapatkan data-data.

“Siapa menteri-menteri tersebut yang dalam tanda petik tidak loyal, apalagi mengecilkan arti presiden. Saya sebagai Mendagri ada datanya tapi saya kira Bapak Presiden sudah sangat tahu," kata mantan Anggota Komisi I DPR tersebut.

Tjahjo mengungkapkan, di alam demokrasi dengan pesatnya perkembangan teknologi komunikasi saat ini sangat gampang orang mengkritik hingga bernada mengecam presiden. Tapi, kalau itu dilakukan menteri yang notabene adalah pembantu presiden tidak pantas.

"Kalau masyarakat mengata-ngatain Presiden kan terbuka sekarang. Bisa lewat pers, bisa lewat media sosial. Kalau sampai pembantu presiden ngomongnya nggak pantes," kata Tjahjo.

Siapa menteri yang menghina Presiden?  "Ada. Tapi siapa, Bapak Presiden (yang bisa memberitahukan). Ukurannya itu saya yakin sudah diklarifikasi. Bahkan Bapak Presiden menyampaikan sekarang, konsentrasi kerja semua. Para menteri tidak perlu terpengaruh dengan isu reshuffle yang muncul saya kira lebih fokus,"  kata Tjahjo.

Reshuffle Tak Pengaruhi Aturan TKDN

Banyak yang kemudian menanggapi “umpan lambung” Tjahjo. Politisi Partai Nasdem Akbar Faisal mengungkapkan transkrip rekaman yang diduga pernyataan menteri tersebut. Berikut isi transkrip rekaman pernyataan seorang menteri, yang diduga menghina Presiden.

"Kalau memang saya harus dicopot ya silakan. Yang penting presiden bisa tunjukan apa kesalahan saya dan jelaskan bahwa atas kesalahan itu saya pantas dicopot. Belum tentu juga presiden ngerti apa tugas saya. Wong presiden juga enggak ngerti apa-apa".

Akbar menerima transkrip itu beredar dan diucapkan pada 3 Juni 2015. Dia menerima melalui grup komunikasi di handphone.

Sekretaris Jenderal Partai NasDem, Patrice Rio Capella, melihat adanya fenomena menteri yang tak patuh pada Presiden sebagai indikasi adanya pandangan berbeda antara 'majikan' dan 'pembantunya'. Ia menyarankan, menteri yang tidak patuh tersebut untuk segera mundur dari jabatannya.

“Kalau memang ada perilaku yang tidak terpuji dari menteri, berupaya menjelek-jelekan, bahkan tidak patuh terhadap presiden, ya menteri tersebut mundur saja dari jabatannya," katanya.

Reaksi menteri

Sejumlah menteri sudah angkat bicara soal isu itu. Mereka turut mengkritik rekannya yang telah menghina Presiden Joko Widodo. Mereka menilai penghinaan itu tidak sepatutnya diucapkan oleh pembantu presiden sendiri.

"Saya rasa kok nggak pas yah, kalau yang namanya pembantu Presiden itu harus melaksanakan tugas yang telah diberikan Presiden," kata Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Muhammad Nasir, saat ditemui di Mako Brimob, Depok, Rabu 1 Juli 2015.

Pernyataan serupa juga disampaikan oleh Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa. Menurutnya, seharusnya seorang menteri menghormati Presidennya. Untuk itu, Khofifah akan selalu berkomunikasi dan silaturahmi dengan hormat kepada Presiden.

Begini Respons Negara Islam Terkait Sri Mulyani

"Masing-masing kita harus ada respek, harus saling menghormati, harus ada muncul trust, dan harus ada muncul understanding," kata dia.

Menteri perempuan bidang ekonomi

Memang, Tjahjo tak menyebut nama. Tapi, koleganya di partai banteng moncong putih, Masinton Pasaribu, mengungkapkan ciri-ciri sang menteri sehingga publik dengan mudah bisa meraba-raba. Perempuan, membidangi ekonomi, dan bukan dari kalangan parpol.

Meski tak menyebut secara gamblang, namun, merujuk ke struktur kabinet, maka menteri yang ada di bawah kendali Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian ada sepuluh menteri.

Yakni, Kementerian keuangan, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Pekerjaan Umum dan perumahan Rakyat, Kementerian pertanian, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Kementerian BUMN dan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah.

Dari daftar itu, hanya ada dua menteri perempuan yakni, Menteri Lingkungan Hidup dan kehutanan yakni Siti Nurbaya dan Menteri BUMN Rini Soemarno. Siti diketahui berangkat dari Partai Nasdem dan Rini adalah profesional.

Asosiasi publik lantas mengarah kepada mantan Menteri Perdagangan era Presdien Megawati Soekarnoputri tersebut. Ditanya ihwal itu, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Rini Soemarno, mengaku tidak ambil pusing terkait beredarnya isu dia masuk daftar menteri yang akan dirombak.

"Saya di sini, kan, ditunjuk Bapak Presiden Joko Widodo (Jokowi). Saya mendapatkan kepercayaan dari beliau untuk Kementerian BUMN," kata Rini di DPR, Jakarta, Selasa 30 Juni 2015.

Rini pun mengaku tak keberatan kalau dicopot dari jabatannya saat ini. Hal itu merupakan hak prerogatif Presiden Joko Widodo.

Malah, dia bersyukur dan berterima kasih. Dengan begitu, mantan menteri perindustrian dan perdagangan itu punya waktu luang lebih banyak dengan keluarganya, terutama cucunya.

"Kalau nanti, dibilang waktunya diganti, saya juga akan bersyukur dan berterima kasih kepada Allah karena ada waktu yang lebih lama untuk bermain-main bersama cucu saya," kata dia.


Gaduh

Direktur Eksekutif Pusat Kajian Politik (Puskapol) Universitas Indonesia, Sri Budi Eko Wardani, menilai tidak pada tempatnya jika seorang menteri mengatakan ada sesama menteri yang menghina presiden. Apalagi tugas dan bidangnya sama, yakni sama-sama sebagai pembantu presiden.

"Sebetulnya ada menteri yang menjelek-jelekkan menteri itu awalnya kan dari Mendagri Tjahjo Kumolo. Sebenarnya tidak pada tempatnya juga dia sebagai menteri mengatakan seperti itu, karena dia menteri dan orang partai juga," kata Dani.

Menurut Dani, apa yang disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri tersebut sama dengan bidang dan tugasnya sebagai seorang menteri. Karenanya, ia menegaskan kepada Mendagri agar tidak membuat polemik yang bisa membuat situasi tidak kondusif. Terlebih di tengah isu reshuffle dan lain sebagainya yang menjadi konsumsi elite politik dan juga publik.

"Tapi tidak sepantasnya saja dia berbicara seperti itu. Yang menjadi penting adalah seorang menteri berbicara di luar konteks tugasnya, ketika dia dilantik menjadi menteri kepentingan partainya harus ditinggalkan," tuturnya.

Sementara itu terkait dengan isu Menteri BUMN Rini Sumarno, yang dalam dua hari ini hangat dibicarakan karena diduga menghina presiden, ia mengatakan bahwa urusan tersebut cukup menjadi urusan presiden saja.

"Biarkan saja, itu urusan presiden, yang harus melakukan komunikasi ke PDIP dengan ketua umumnya. Bagaimana seharusnya komunikasi itu dilakukan sejak awal. Soal komunikasi ini kan sempat terjadi perbedaan pendapat antara presiden dengan PDIP contohnya dalam kasus Kapolri yang berlanjut ke KPK," tuturnya.

Reshuffle kabinet?

PDIP sebagai partai pendukung utama Presiden Jokowi telah secara gamblang dan berulang-ulang menyuarakan urgensi reshuffle. Soal ini memang juga telah menjadi isu santer, bahkan waktunya tidak lama lagi: setelah lebaran.

Presiden Jokowi sadar bila banyak di antara para menterinya yang tidak memiliki kapasitas dalam menjalankan tugas-tugas di kementeriannya. Yang paling mencolok, terutama menteri di bidang perekonomian.

"Ya, presiden paham (banyak menteri tak punya kapasitas)," kata Tim Komunikasi Presiden, Teten Masduki, di Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, 29 Juni 2015.

Berdasarkan diskusi Jokowi dengan para ekonom, kata Teten, Presiden berpendapat bahwa dari segi fundamental, ekonomi makro relatif baik. Namun, yang buruk adalah persepsi pasar terhadap pemerintah.

"Persepsi ini memang terkait dengan kepercayaan market, dunia usaha, investor terhadap program-program pemerintah," kata Teten.

Sehingga, ujar dia, diperlukan strategi komunikasi dari Kementerian Perekonomian yang terus mengemukakan perkembangan setiap pembangunan ekonomi yang sudah dilakukan pemerintah. "Info ini rupanya tidak ditangkap oleh dunia usaha maupun market," kata dia.

Artinya, apakah perlu menteri tersebut perlu dicopot? "Ya salah satunya dibutuhkan, tapi tidak menyebut nama," kata dia.

Wakil Presiden Jusuf Kalla mengakui bahwa ada sejumlah menterinya yang bekerja kurang baik. Jadi, bila ada yang dicopot, maka itu karena kinerjanya, bukan masalah personal.

JK menegaskan bahwa apabila ada menteri yang diganti, bukan karena masalah personal, namun murni untuk perbaikan kabinet.

"Ya memangnya yang di-reshuffle orang baik. Ya tentulah (reshuffle) gunanya meningkatkan kinerja-kinerja pemerintah, bukan masalah personal, bukan. Agar kinerja pemerintah itu baik," ujar dia.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya