Solidaritas Eropa Diuji Krisis Yunani

Publik Yunani merayakan hasil referendum, yang menolak proposal IMF.
Sumber :
  • REUTERS/Dimitris Michalakis

VIVA.co.id - Krisis, kacau, kisruh. Judul di berbagai media Inggris, Senin, 6 Juli 2015, merefleksikan seriusnya situasi yang dihadapi Uni Eropa (UE) dan zona euro, setelah referendum di Yunani.

Dilansir dari The Guardian, hampir semua judul menjadikan kekacauan sebagai kata kunci. Selanjutnya adalah tentang ketidakpastian, mengenai apa yang akan terjadi setelah referendum.

The Times dalam laporannya, menyebut anggota UE khawatir Yunani akan melukai stabilitas politik dan ekonomi mereka. Tapi sejujurnya, tidak ada yang dapat mengatakan kerusakan apa yang akan terjadi.

"Tanyalah politisi apa yang terjadi dengan Yunani, dan mereka mengatakan 'saya tidak tahu'. Pasar juga sama. Yunani telah mengejutkan pada semua kesempatan," kata jurnalis Guardian, Simon Goodley.

Analis pasar Alastair McCaig, mengatakan, investor tidak suka ketidakpastian. Sementara itu, tidak ada yang tahu apa bakal terjadi selanjutnya. Itu menjelaskan tentang gejolak yang terjadi di pasar sekarang.

Batas Waktu

Yunani telah melanggar batas waktu pembayaran cicilan utang Dana Moneter Internasional (IMF), pada 30 Juni lalu. Selanjutnya adalah batas waktu untuk pembayaran obligasi bagi Bank Sentral Eropa (ECB), sebesar 3,5 miliar euro pada 20 Juli mendatang.

"Jika Athena gagal membayar obligasi, hampir mustahil bagi ECB untuk terus menerima jaminan dari bank-bank Yunani. Bantuan likuiditas darurat (ELA) sebesar 89 miliar euro akan ditarik," tulis laman Financial Times.

Tanpa pasokan euro dari ECB, maka Athena terpaksa mencetak mata uang mereka, agar perbankan dapat kembali beroperasi. Setelah itu adalah jalur bagi Yunani, untuk keluar dari zona euro.

Banyak analis ragu ECB akan melakukan langkah drastis, seperti menarik ELA. Profesor ekonomi dari Universitas Princeton, Paul Krugman, menyebut para pemimpin Eropa telah gagal dalam kampanye menakut-nakuti publik Yunani.

Sebelum referendum digelar, Eropa berusaha menghadirkan kesan, dampak buruk yang terjadi jika Yunani dikeluarkan dari zona euro dan Uni Eropa, setelah gagal melakukan pembayaran utang.

Dia menegaskan bahwa kemenangan mutlak suara "Tidak" dalam referendum Yunani, merupakan kesempatan bagi negara itu untuk melarikan diri dari jebakan mengerikan Uni Eropa dan IMF.

Dukungan bagi tuntutan kreditor, jika publik Yunani memilih "Ya" dalam referendum, maka negara itu akan semakin lama menderita, di bawah kebijakan yang lima tahun terakhir terbukti tidak berguna.

Ini Alasan Pemerintah Gunakan Skema Bail In



Mengapa "Tidak"

Hasil penghitungan suara referendum Yunani, Minggu, 5 Juli, dimenangkan pilihan "Tidak" atau dukungan mutlak, untuk menolak proposal dana talangan Uni Eropa dan Dana Moneter Internasional (IMF).

"Saya memilih tidak, karena memiliki mata uang sendiri, akan memberi manajemen yang lebih baik dan efisien, bagi perekonomian kami," kata George Flamouris, pemuda Yunani berusia 20 tahun.

George menyebut Irlandia sebagai contoh. "Mereka mengatakan tidak pada IMF, dan sekarang lima tahun kemudian, mereka adalah ekonomi berkembang tercepat di Eropa."

Dia mengatakan tidak dapat melanjutkan pendidikan universitas, karena keluarganya tidak mampu membiayai, lantaran pengetatan anggaran yang harus dilakukan Yunani, sebagai imbalan atas diterimanya dana talangan Eropa.

Georgia Anastasiadou, wanita muda Yunani berusia 30 tahun, mengatakan memilih "Tidak" dalam referendum, karena muak terhadap orang-orang kaya, yang memiliki kepentingan terbesar agar Yunani terus menuruti perintah Eropa.

Natalia Argiropoulou yang berusia 22 tahun, juga gagal melanjutkan mimpinya melanjutkan pendidikan tinggi. Pendapatan ibunya turun jauh sejak pengetatan anggaran, bahkan tidak cukup untuk menghidupi keluarga.

Mereka tidak tahu pasti apa yang akan terjadi selanjutnya. Namun, mereka yang sudah mengalami lima tahun berada dalam belenggu IMF dan Uni Eropa, berharap ada situasi lebih baik dengan pilihan yang baru.

Pukulan Besar

Wakil Kanselir Jerman dan Pemimpin Partai Sosial Demokratik, Sigmar Gabriel, mengatakan, Yunani telah membakar jembatan yang menghubungkan ke zona euro. Tapi, pemimpin Yunani berpikir sebaliknya.

Pada Senin pagi, PM Yunani Alexis Tsipras bertemu Presiden Yunani Prokopis Pavlopoulos. "Kita harus bergerak maju secepatnya dengan negosiasi. Barisan nasional yang kuat harus dibuat, untuk mencari solusi," kata Tsipras.

Dia yakin, para kreditor, kini akhirnya harus berbicara tentang restrukturisasi utang Yunani. Mana yang terbukti, waktu yang akan membuktikan. Tapi, saat ini sudah bisa dipastikan, referendum Yunani adalah pukulan.

"Kegagalan euro artinya kegagalan 10 tahun (masa jabatan) Kanselir Angela Merkel," tulis media Jerman Der Spiegel, yang memuat sampul depan bergambar Merkel di atas reruntuhan Eropa.

Media Inggris, The Mirror, membuat sikap berbeda dibandingkan banyak media. Mereka menyebut hasil referendum memperkuat posisi negosiasi Yunani, serta pukulan keras bagi Kanselir Jerman Angela Merkel.

"Kedua pihak harus memberikan beberapa dasar, jika kekacauan akan dihindari di Yunani, kekacauan yang akan mengguncang Inggris juga. Publik Yunani tidak menciptakan kekacauan ini dan tidak seharusnya jadi korban."

Solidaritas Eropa

The Guardian dalam laporannya menyimpulkan, para pemimpin Eropa harus memperlihatkan kerendahan hati, dan mendengarkan suara rakyat Yunani, yang disampaikan melalui referendum.

"Lebih segera, itu artinya secara jujur mengakui bahwa semua utang Yunani tidak akan terbayarkan, serta siap melakukan negosiasi menuju sesuatu yang lebih realistis."

Thomas Piketty, salah satu ekonom paling berpengaruh di dunia, mengatakan, Jerman tidak pernah membayar utang luar negerinya, membuat mereka tidak layak mendesak negara lain membayar utang.

"Saat saya mendengar Jerman mengatakan, mereka mempertahankan posisi moral tentang utang, yakini bahwa utang harus dibayar, saya berpikir: sungguh lelucon luar biasa," ujar Thomas.

Setelah berakhirnya Perang Dunia II pada 1945, utang Jerman mencapai lebih dari 200 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Utang Jerman berkurang dengan cepat, lantaran Perjanjian Utang London pada 1953.

Setidaknya 60 persen utang luar negeri Jerman dihapuskan, kemudian utang internal direstrukturisasi. Thomas menyarankan adanya konferensi atas semua utang Eropa, sama seperti setelah Perang Dunia II.

Restrukturisasi semua utang, tidak hanya di Yunani, tapi juga beberapa negara Eropa lain yang terjerat utang. Kembali pada semangat solidaritas, yang dulu digunakan untuk membangun Uni Eropa. (art)

Presiden AS Harry Truman setuju kucuran Marshall Plan ke Eropa Barat

03-04-1948: Presiden Truman Sahkan Marshall Plan

Bantuan ekonomi berkedok pembendungan komunisme.

img_title
VIVA.co.id
3 April 2016