Brimob Dilatih Kopassus, Perlukah?

sertijab ksad letjen tni mulyono
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar
VIVA.co.id
100 Orang Masih Hilang Dalam Aksi Penembakan di Gedung Konser Moskow
- Di penghujung Mei 2015, dua personel Brimob dilaporkan terluka usai terlibat baku tembak dengan terduga teroris jaringan Santoso di Poso, Sulawesi Tengah.

Tidak Hanya di Rusia, Ada Deretan Jejak ISIS dalam Aksi Teror di Indonesia

Tujuh anggota teroris berhasil diamankan sementara dua lainnya ditembak mati. Sedangkan puluhan lainnya berhasil menyelamatkan diri dengan berlari dan bertahan di hutan.
Terkuak Alasan Rusia Kecolongan Diserang ISIS, Meski Sudah Diwanti-wanti AS


Kepolisian mengakui cukup kesulitan memburu jaringan ini. Keterbatasan sumber daya dan kemampuan personel menerobos hutan memang menjadi kendala.

Menyerang ke dalam hutan diyakini hanya menjadi ancaman atau menggali lubang kubur sendiri bagi anggota polisi. ( Baca : )

Apalagi ratusan personel polisi dan Brimob yang diterjunkan sebagian besarnya datang dari luar wilayah operasi. Atau dengan kata lain tak kenal medan.

"Lokasi yang menjadi tempat persembunyian mereka cukup sulit dijangkau," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Brigjen Pol Agus Rianto akhir Mei lalu. (
Baca
: )


Hingga kini setidaknya ada 60 orang jejaring teroris masih bersembunyi di hutan. Jumlah itu pun tak bisa dipastikan karena jaringan ini masih merekrut anggotanya secara simultan.


Perkokoh Personel

Baru-baru ini, di dua hari menjelang libur lebaran 2015, tepatnya pada 15 Juli. Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Badrodin Haiti melayangkan surat permohonan kepada TNI perihal mengikutsertakan personel Brimob (Brigade Mobil) Polri dalam Pelatihan Raider di Pusdiklat Kopassus, Bandung Jawa Barat.


Dalam surat bernomor B/3383/VII/2015 yang ditandatangani Badrodin dengan tembusan Kepala Staf Angkatan Darat, Irwasum Polri dan sejumlah pejabat polisi itu, kepolisian sepertinya ingin memperkokoh kemampuan personel mereka. (
Baca
: )


Khususnya dalam kemampuan bertahan di medan berhutan, layaknya personel TNI yang memang sudah digembleng mampu bertahan di segala medan.


"Anggota Brimob kan tidak bisa bertahan di hutan. Karena itu kita perlu pelatihan tertentu," ujar Badrodin menjelaskan permohonannya tersebut.


Menurut Badrodin, meski kini kepolisian memiliki Detasemen Khusus Anti Teror, namun mereka juga tak memiliki kemampuan bertahan di hutan. Sebab itu, Brimob perlu dibentuk dan dirancang untuk menjadi ujung tombak perburuan teroris di wilayah hutan.


"Densus 88 tidak diperuntukkan di hutan. Bagaimana mereka bisa survival (bertahan hidup). Karena itu brimob perlu ditingkatkan kemampuannya," urai Badrodin, Senin 27 Juli 2015.


Jauh Panggang dari Api

Permohonan Badrodin untuk menggembleng Brimob setara raider TNI yang memiliki kemampuan perang dan bertahan dalam kondisi apapun itu, tak pelak menuai kritik.


Beberapa diantaranya bahkan menganggap bila permohonan itu disetujui oleh TNI, maka akan memunculkan anggota polisi yang semakin tak ramah sipil.


Atau dengan kata lain, semakin memperkuat persepsi publik tentang lemahnya reformasi di tubuh polri. Upaya 'memanusiakan' kembali polisi di tengah masyarakat pun akan terancam jauh panggang dari api.


"Permohonan itu menunjukkan paradigma polri belum berubah. Polri tampak tak percaya diri dengan sistem pengembangan SDM yang dimilikinya," ujar Ketua Setara Institute Hendardi.


Hendardi berpendapat secara fungsional, antara brimob dan TNI sudah jauh berbeda. TNI didesain untuk berperang dan pertahanan sedangkan brimob untuk pengamanan.


"Danjen Kopassus harus menolak permohonan Kapolri tersebut, agar prinsip-prinsip penyelanggaraan negara tetap sesuai konstitusi," katanya. (
Baca
: )


Wakil Ketua Komisi III DPR Desmon J Mahesa pun mengingatkan kekhawatirannya tentang rencana 'memiliterkan' polisi tersebut. Ia berpendapat sebagai figur yang bersentuhan langsung dengan sipil atau masyarakat, maka tak sepatutnya kepolisian memiliki kemampuan layaknya TNI.


"Brimob gaya Kopasus ini mengkhawatirkan," kata Desmond.


"Ini akan jadi persoalan polisi masa depan. Wajah polisi wajah sipil, lebih dekat dengan masyarakat," sambungnya.


Memesrakan TNI-Polri

Sejauh ini, memang belum ada respons resmi TNI atas permohonan polisi untuk dilatih bersama oleh Kopassus. Hanya saja isyarat penolakan sudah muncul dari internal TNI.


Terutama mengenai berbedanya konsep doktrin, pendidikan dan tujuan dari pelatihan yang dijalani oleh seorang anggota TNI, khususnya raider.


"Pasukan raider untuk menghadapi perang konvensional. Brimob untuk kerusuhan massa. Jadi berbeda. Infanteri saja tidak latihan raider," ujar Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jendral Fuad Basya.


"Kami takut dipandang memiliterkan Polri," tambahnya. (
Baca
: )


Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri, Kombes Suharsono, membantah rencana penyertaan pelatihan personel Brimob dengan Raider TNI sebagai bentuk penyetaraan kemampuan polisi.


Ia menekankan bila rencana itu lebih ditujukan kepada upaya untuk memperkuat hubungan antara TNI dan Polri. Jadi meski selama ini TNI dan kepolisian sering menggelar latihan dalam penanggulangan teror (gultor).


Maka dengan penyertaan ini akan semakin memperkuat komunikasi dan koordinasi antara TNI dan kepolisian. "Biar saat sama-sama di lapangan ada komunikasi dan saling kenal," katanya.


Suharsono juga memastikan personel brimob yang direncanakan akan ikut dilatih di TNI hanya dalam rangka latihan bersama. Terutama dalam kemampuan tertentu yang sejatinya tak dimiliki oleh personel kepolisian. (
Baca:
)


"Ini latihan bersama saja. Sebagian (kemampuan) yang ingin ditransfer ke polri," ujar dia. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya