Siapa Pantas Nakhodai NU?

Kirab sambut Muktamar NU ke -33 di Jombang
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Syaiful Arif

VIVA.co.id - Perhelatan Muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama dimulai sejak Sabtu 1 Agustus 2015 malam di Alun-alun Jombang, Jawa Timur.  Presiden Joko Widodo langsung membuka muktamar itu. Dalam pidatonya, Jokowi berharap NU menjadi pedoman Islam rahmatan lil alamin. Sebab, Indonesia adalah negara berpenduduk muslim terbesar di dunia yang dikenal moderat dan toleran.

"Islam moderat dan toleran yang berkembang di Indonesia itu lantaran Indonesia memiliki NU," kata Jokowi.

Untuk itu, dia tak henti-hentinya berterima kasih kepada Hadratus Syakh Hasyim Asy'ari dan para pendiri NU yang mampu melahirkan organisasi Islam yang menanamkan Islam yang bermanfaat bagi alam semesta. Apalagi NU juga organisasi yang ikut membidani lahirnya negara kesatuan Indonesia. Sejak 1926 kiai-kiai NU menjadi garda terdepan penjaga Pancasila dan NKRI.

Namun, sayangnya, pelaksanaan muktamar ormas Islam yang menjadi pedoman kelompok Islam lainnya ini harus dinodai dengan berbagai polemik di dalamnya. Jauh sebelum muktamar yang juga mengagendakan pemilihan ketua umum ini, ada isu tentang manuver yang dilakukan kelompok tertentu untuk merebut kursi pimpinan tertinggi itu. Hal ini disampaikan Ketua Umum Kebangkitan Bangsa Mulaimin Iskandar beberapa waktu sebelum pelaksanaan muktamar.

Manuver yang dimaksud yaitu munculnya tiket untuk menjadi kandidat pemimpin NU.

Menurut dia, manuver tersebut akan berdampak buruk pada organisasi Islam terbesar di Nusantara itu. "Sungguh disayangkan untuk pemimpin organisasi seperti NU ternyata ada tiket-tiketnya segala," kata Cak Imin.

Mantan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi ini menjelaskan ia telah mencium gelagat ketidakberesan pada muktamar NU. Muhaimin mengatakan, informasi gelagat buruk yang masuk pada dirinya berasal dari berbagai daerah.

"Saya mengendus informasi dari kawan-kawan di daerah, untuk jadi ketua PBNU itu ada tiket. Sudah mulai pakai tiket-tiketan, sungguh disayangkan," kata dia.

Anggota DPR RI ini menjelaskan tiket untuk maju sebagai calon ketua PBNU itu dikhususkan bagi kandidat yang berasal dari luar Pulau Jawa. Namun, Muhaimin enggan menjelaskan lebih lanjut.

NU yang tak sesuai dengan fitrahnya ini tak dibantah  tokohnya sendiri yaitu KH Salahuddin Wahid atau Gus Sholah yang juga digadang sebagai calon ketua umum. Dia meminta agar oknum-oknum yang ingin merusak NU segera menghentikan tindakannya. Kata dia, NU didirikan oleh para ulama yang tinggi ilmunya, sehingga tidak boleh dikotori praktik yang tidak baik.

"Hentikan. Jangan manfaatkan NU untuk kepentingan pribadi atau kelompok," ujarnya disela pelaksanaan Muktamar NU ke-33 di Jombang, Jawa Timur, Minggu, 2 Agustus 2015.

NU harus mulai diperbaiki pelan-pelan. Untuk itu dia memperingatkan secara khusus, bagi pihak-pihak yang datang ke muktamar, dengan niat melakukan politik uang demi mewujudkan keinginan mereka.

Menurut dia, NU telah kehilangan ruh jihad, berganti dengan munculnya semangat pragmatisme. Mereka yang menginginkan pragmatisme diminta berada di partai, jangan di NU yang merupakan organisasi masyarakat (ormas).

Psywar di Pemilihan Rais Aam

Perang urat syaraf (psywar) mewarnai hari kedua Muktamar NU. Suasana terlihat mulai memanas. Kedua kubu Gus Sholah dan incumbent, Said Agil Siraj, mulai melancarkan perang urat syaraf.

Pokok permasalahan yang menjad isu hangat terkait penolakan pemilihan Rais Aam secara musyawarah mufakat melalui sembilan orang formatur yang dibentuk atau  lazim disebut ahlul halli wal ‘aqdi (AHWA).

Metode pemilihan ini didukung kubu incumbent, Said Agil Siradj. Sedang kubu Gus Sholah terang-terangan menolak  karena dianggap tidak demokratis. Maka saling tuding dan debat  pun terjadi.

Dalam jumpa pers kubu Gus Sholah yang digelar di Media Center Muktamar NU, Minggu siang. Andi Jamaro Dulung, mantan Ketua PBNU periode 1999-2004 melontarkan pernyataan cukup pedas. “Panitia tidak profesional, berpihak.  Saya banyak mendengar ada peninjau diusulkan parpol sebagai peserta, jumlahnya ratusan. Mereka  mempengaruhi opini di forum komisi atau pleno,” ungkapnya.

Bagi dia, peraturannya jelas tentang peserta muktamar. Mereka diundang dan punya massa sah jadi peserta. “Tidak boleh ada syarat sepakat dengan AHWA atau tidak,” ucapnya.

Ia mensinyalir  ada partai yang punya kepentingan.  “Tapi yang sopan, NU milik semua orang. Memangnya NU hanya milik PKB? Ada  orang PPP, Golkar, PDI  dan lain-lain di  NU. Mereka sopan-sopan. Itu kepentingan politisi yang keblinger,” kata dia.

Menurutnya menyangkut AHWA, Munas Alim Ulama sepatutnya membahas masalah-masalah keagamaan yang menyangkut kehidupan umat dan bangsa. Bukan memutuskan peraturan organisasi yang menyangkut mekanisme pemilihan Rais Aam saat pelaksanaan muktamar. Untuk memutuskan mekanisme pemilihan itu wewenang Konferensi Besar (Konbes).

Ia menjelaskan sistem AHWA seakan dipaksakan dengan mewajibkan para peserta muktamar menandatangani surat peryataan dengan mendukung sistem AHWA dan menyetorkan sembilan nama untuk calon. Padahal hal itu telah melanggar aturan yang tidak sesuai dengan AD ART Bab XX pasal 72.

Rais Syuriah NU Lampung KH Ngaliman mengklaim, sedikitnya ada 27 pengurus wilayah (setingkat provinsi) yang menolak keputusan menerapkan sistem AHWA atau musyawarah mufakat para kiai senior untuk memilih rais aam pada muktamar.

Dengan sistem itu, kata Ngaliman, berarti rais aam tak lagi dipilih para peserta muktamar yang merupakan utusan pengurus daerah se-Indonesia, melainkan ditentukan sejumlah kiai senior atau kiai khos.

Ngaliman dan 26 ketua pengurus wilayah NU se-Indonesia menuntut pengurus besar NU mencabut keputusan yang dibuat dalam forum Musyawarah Nasional  Alim Ulama pada 14 Juni 2015 itu. Dia beralasan, sistem itu meniadakan peran atau partisipasi pengurus daerah.

Ngaliman bersama Rais Syuriah Pengurus Wilayah NU Sulawesi Tengah, KH Jamaluddin Mariajang, mengaku telah menyampaikan surat resmi penolakan kepada pengurus besar NU.

Surat itu didukung pula para ketua dan rais syuriah pengurus wilayah NU se-Indonesia, yakni Bali, NTB, NTT, Sulteng, Sultra, Sultra, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat. Untuk kawasan Indonesia bagian barat, Aceh, Sumut, Sumbar, Kepulauan Riau, Jambi, Bengkulu, Sumsel, Bangka Belitung, Lampung, Banten, Kalbar, Kalteng,  Kaltim, dan Kaltara.

Namun, Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor --organisasi sayap pemuda NU--, Nusron Wahid, mengatakan metode musyawarah mufakat itu sudah diputuskan dalam munas, forum tertinggi setelah muktamar. Forum itu dihadiri 27 dari 34 pengurus wilayah NU se-Indonesia. Ditambah para pimpinan pengurus besar NU.

"Karena itu, tidak ada alasan bagi siapa pun yang mengatasnamakan NU untuk menolaknya. Kalau ada yang tidak setuju, kenapa tidak hadir dan berargumentasi di depan para kiai, di depan para syuriah yang lain, terutama di depan para kiai sepuh (senior),” kata Nusron dalam keterangan tertulis yang diterima VIVA.co.id.

Nusron mengaku bersikap keras seperti itu, karena keputusan itu telah disepakati para kiai. Maka, semua wajib mendengar dan menaati.

Sementara, saat ini hanya satu orang yang disinyalir kuat menjadi Rais Aam. Dia adalah Hasyim Muzadi. Dia didukung pemimpin tarekat Habib Luthfi Ali bin Yahya.

Habib Luthfi, yang juga pemimpin Jam’iyyah Ahlut Thoriqoh al-Mu’tabaroh an-Nahdlyiiyah (Jatman), menilai sosok Hasyim Muzadi sebagai sosok yang tepat menjadi rais aam di tengah berbagai tantangan yang dihadapi sekarang. Katanya, NU memerlukan tokoh yang bersedia dan memiliki kemampuan mengurusi organisasi yang didirikan Hasyim Asy'ari itu.

Cucu Ulama Besar Membelot dari Kepemimpinan NU



Calon Nakhoda

Tak hanya perang urat syaraf saja yang mewarnai pelaksanaan Muktamar ini. Tapi juga kampanye hitam dalam pelaksanaan pemilihan ketua umum baru yang akan menjadi nakhoda dalam menentukan masa depan NU. Meski dalam muktamar ada 39 calon, namun ada empat tokoh menjadi calon kuat dalam pertarungan memperebutkan kursi ketum.

NU Sudah Terkontaminasi

Mereka adalah KH Solahiddin Wahid (Gus Sholah), incumbent KH Said Agil Siraj, dan mantan pimpinan Badan Intelijen Negara (BIN), Said As'ad Ali. Serta KH Mustofa Bisri (Gus Mus) yang dinilai Gus Dur sebagai orang paling pas memimpin NU. Inilah sosok mereka:

KH Solahuddin Wahid (Gus Sholah)

Adik mantan Presiden RI keempat, Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini sempat diisukan mundur dari bursa calon ketua umum. Namun, dia buru-buru membantah isu tersebut. Dia justru menuding ada pihak yang menyebarkan isu kesehatan sebagai kampamye hitam.

"Ini tinggal beberapa hari, kok mengundurkan diri. Jadi saya tegaskan tidak mengundurkan diri. Saya sehat wal afiat walaupun sudah kepala tujuh Alhamdulillah, tetap sehat wal afiat," tuturnya.

Gus Sholah pun mengklaim bahwa dia mendapat dukungan dari separuh lebih peserta resmi Muktamar NU ke-33. Saat ini ada 29 pengurus wilayah sementara pengurus cabang ada 515.

Dia menyebut, NU adalah aset bangsa Indonesia. NU adalah organisasi yang didirikan oleh ulama-ulama. Ilmunya tinggi sekaligus ulama-ulama yang ikhlas. Jadi jangan dikotori dengan perilaku yang tidak baik.‎

"Praktik money politik, misalnya ke jamiyah. Karena data di Tebu Ireng, banyak orang dari pihak-pihak‎ tertentu yang mengiming-imingi untuk melakukan hal-hal semacam ini. Hentikanlah, berilah NU manfaat jangan memanfaatkan NU untuk kepentingan pribadi atau kepentingan kelompok," tegasnya.

Tokoh yang kini dipercaya sebagai pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng Jombang ini sudah beberapa kali digadang-gadang menjadi calon ketua umum. Namun, pada muktamar ke-32 lalu harus kalah ketika menghadapi Said Agil Siraj.

Pria kelahiran Jombang, 11 September 1942 ini adalah salah satu tokoh HAM di Indonesia. Sebagai tokoh agama dia tidak terima dengan anggapan banyak ustadz yang mengajarkan radikalisme. Sebab pasti ada ajaran kebaikan yang mereka ajarkan kepada pengikutnya. Namun dia mengakui, tidak mudah bagi ulama untuk menyadarkan anak-anak muda yang telah mendapat pemahaman salah tentang jihad.

Di kancah politik, Gus Sholah pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Komnas HAM. Bersama kandidat presiden Wiranto, dia mencalonkan diri sebagai kandidat wakil presiden pada pemilu presiden 2004. Langkahnya terhenti pada babak pertama, karena menempati urutan ketiga.

Said Agil Siraj

Kampanye hitam juga telah menyerang incumbent Said Agil Siraj dalam bursa calon ketua umum. Dia diisukan dekat dengan orang-orang Syiah. Isu Syiah ini menyebar di kalangan muktamirin sejak hari pertama pembukaan Muktamar ke-33 NU di Jombang, Jawa Timur. Sejumlah muktamirin mengaku mendapat kabar adanya hubungan yang kuat antara Said Aqil Siraj dan kelompok Syiah.

Bagi warga NU, isu ini sangat sensitif mengingat paham tersebut bertolak belakang dengan prinsip NU.

Said Agil Siraj saat ini masih menjadi Ketua Umum PBNU 2010-2015. Dia terpilih menjadi Ketua Umum pada Muktamar ke 32 yang diselenggarakan di Makassar setelah mengalahkan rivalnya Slamet Effendi Yusuf pada putaran kedua.

Pria kelahiran Cirebon 3 Juli 1953 ini, mempunyai latar belakang akademis yang luas dalam ilmu Islam. Alumni S3 University of Umm Al-qura dengan jurusan Aqidah / Firasat islam ini lulus pada tahun 1994 yang sebelumnya mengambil S2 di Universitas Umm al-Qura, jurusan Perbandingan Agama, lulus pada tahun 1987. Sementara S1 di Universitas King Abdul Aziz, jurusan Ushuluddin dan Dakwah, lulus pada tahun 1982. Dengan latar belakang ilmu pendidikan Agama yang kuat dijadikan modal Siradj dalam dakwah dan memperjuangkan Islam lewat NU.

Said As'ad Ali

Wakil Ketua Umum PBNU Said As'ad Ali juga digadang-gadang sebagai calon ketua umum pada Muktamar ke-33 ini. Menurut As'ad Ali, muktamar ini merupakah salah satu muktamar paling penting karena  baru pertama sejak NU berdiri tahun 1926, muktamar diselenggarakan di Jombang sebagai kota asal para pendiri NU. Selain itu muktamar diselenggarakan menjelang peringatan satu abad NU.

“Muktamar kali ini dilandasi semangat menyambut satu abad NU. Organisasi NU adalah organisasi kemasyarakatan yang sangat kuat memegang tawasuth (moderat), tawazun (proporsional) dan tasamuh (toleran),” kata As'ad seperti dilansir situs resmi NU.

NU dianggap paling cocok mengatasi berbagai persoalan keagamaan yang berkembang. Dikatakannya, warga Muslim di Afghanistan bahkan meniru mendirikan organisasi NU Afganistan atau NUA dengan format yang mirip dengan NU  yang ada di Indonesia.

As’ad Said Ali Lahir di Kudus 19 Desember 1949. Dia alumni Pondok pesantren Al-Munawwir, Krapyak, Yogjakarta. Kemudian dia masuk Badan Koordinasi Intelijen Negara (BAKIN) sejak 1982-1999 dan bertugas di Timur Tengah seperti Arab saudi, Yordan, Suriah dan Libanon.

Said Ali juga pernah menjabat sebagai wakil kepala Badan Intelijen Negara selama 9 tahun sejak era Presiden Abdurahman Wahid, Presiden Megawati Soekanoputri dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Kemudian dia diminta  para rois aam, serta ulama sepuh NU mendampingi Said Agil Siraj sebagai wakil ketua umum PBNU 2010 hingga 2015.

KH Mustofa Bisri (Gus Mus)

Ada pula Kyai sepuh seperti Kyai Haji Mustofa Bisri atau Gus Mus yang digadang Yenny Wahid sebagai calon ketua umum. Yenny mengatakan sebelum Gus Dur meninggal, dia berpesan yang paling pas memimpin NU adalah Gus Mus.

Pria kelahiran Rembang, Jawa Tengah, 10 Agustus 1944 ini adalah pengasuh Pondok Pesantren Raudlatuh Tholibin, Leteh, Rembang dan menjadi Rais Syuriah PBNU. Ia adalah salah seorang pendeklarasi Partai Kebangkitan Bangsa dan sekaligus perancang logo PKB yang digunakan hingga kini.

Ia juga seorang penyair dan penulis kolom yang sangat dikenal di kalangan sastrawan. Disamping budayawan, dia juga dikenal sebagai penyair.  (umi)

Peringatan Harlah NU

Pesantren Cipasung: Muktamar NU Melenceng dari Khitah

Ditandai dengan menurunnya akhlakul karimah an nahdliyyah.

img_title
VIVA.co.id
1 Oktober 2015