Calon Tunggal, Masalah yang Tak Kunjung Usai

Gambar peserta Pilkada Kota Padang 2013
Sumber :
  • Antara/ Muhammad Arif Pribadi

VIVA.co.id - Hari inii, 11 Agustus 2015, merupakan hari terakhir masa tambahan pendaftaran pasangan calon pada pemilihan kepala daerah yang dibuka sejak Sabtu, 9 Agustus lalu. Namun, sejak Senin sore kemarin KPU menyatakan belum satu pun daerah yang sudah menerima tambahan bakal calon. Bahkan sehari sebelum masa tambahan pendaftaran kali kedua dibuka, pasangan calon walikota Denpasar malah mengurungkan tekadnya untuk maju sebagai calon kepala daerah. 

Anggota Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah akan membuka kembali pendaftaran bagi pasangan calon yang sebelumnya dinyatakan gagal verifikasi. Langkah itu diambil jika pasangan calon di daerah tersebut tidak memenuhi persyaratan minimal 2 kandidat.

"Mereka bisa mendaftar lagi setelah penetapan pasangan calon pada tanggal 24 Agustus 2015," kata Ferry Kurnia kepada VIVA.co.id, Senin, 10 Agustus 2015.

Hal itu merujuk pada pasal 49 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Undang Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah. Ayat 4 dan 5 dalam pasal 49 mengatur tentang pembukaan pendaftaran baru yang diperuntukkan bagi pasangan calon yang tidak lolos verifikasi. 

"Apabila hasil penelitian sebagaimana dimaksud ayat (3) dinyatakan tidak memenuhi syarat, Partai Politik, gabungan Partai Politik, atau pasangan calon perseorangan diberi kesempatan untuk melengkapi dan/atau memperbaiki persyaratan pencalonan paling lama 3 (tiga) hari sejak pemberitahuan hasil penelitian persyaratan oleh KPU Provinsi," demikian isi ayat 4 pasal 49.

Adapun bunyi pasal 5 yakni mengatur tentang waktu pendaftaran bagi pasangan calon yang gagal tahap verifikasi pertama.

"Dalam hal pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur yang diajukan Partai Politik atau gabungan Partai Politik berhalangan tetap sampai dengan  tahap penelitian kelengkapan persyaratan, Partai Politik atau gabungan Partai Politik diberi kesempatan untuk mengajukan pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur pengganti paling lama 3 (tiga) hari sejak pemberitahuan hasil penelitian persyaratan oleh KPU Provinsi diterima."

Menilik pada pasal tersebut, potensi permasalahan calon tunggal pilkada rupanya sudah diantisipasi dengan memberikan waktu tambahan bagi pasangan calon. Namun, solusi alternatif perlu pula digali agar KPU tak melulu membuka perpanjangan pendaftaran bakal calon kepala daerah menuju pilkada yang dijadwalkan pada 9 Desember mendatang.

Mahkamah Konstitusi Disarankan Ubah Pasal 158 UU Pilkada


Antara Perppu dan Revisi Undang-undang Pilkada

Masa ekstra pendaftaran calon kepala daerah yang bertujuan untuk menghindari calon tunggal disinyalir tak akan menuntaskan masalah. DPR bahkan menengarai daerah dengan calon tunggal bakal terus bertambah sehingga berpotensi menunda pelaksanaan pilkada hingga tahun 2017. Sebab, saat ini ada 83 daerah yang hanya memiliki dua pasangan calon. Daerah itu disinyalir rentan memiliki calon tunggal bila satu dari dua pasangan tersebut gagal lantaran tak memenuhi verifikasi KPU. 

"Memang potensi itu ada. Di beberapa daerah calon bisa tidak memenuhi kualifikasi. Bisa ditolak KPU daerah,” kata Wakil Ketua DPR, Fadli Zon, di kompleks Parlemen di Jakarta pada Senin, 10 Agustus 2015.

Meski begitu, Fadli mengaku, mundurnya pilkada di beberapa daerah tidak akan berdampak signifikan. "Jumlahnya paling sekitar dua persen. Semua ditunda sambil kita revisi undang-undang," kata Fadli.

Gagasan revisi undang-undang Pilkada juga disampaikan pengamat hukum tata negara, Irman Putra Sidin.

"Revisi undang-undang pilkada secepatnya," ujar Irman kepada VIVA.co.id, Senin 10 Agustus 2015.

Irman yakin DPR dapat merevisi undang-undang itu dalam waktu singkat. Pengalaman itu bahkan telah ditunjukkan DPR sebelumnya.
 
"Pengalaman revisi MD3, DPR pernah revisi undang-undang itu hanya dalam waktu tiga hari," ucapnya.

Kegaduhan pilkada yang muncul akibat calon tunggal, menurut Irman, bukanlah menjadi permasalahan. Pasalnya, KPU hanya sebagai penyelenggara pemilu/pemilukada yang hanya bekerja sesuai undang-undang.

"Jangan gunakan diskresi KPU, sebab pilkada urusannya pemerintahan. KPU hanya menjalankan pilkada, kalau mentok aturannya, balikin lagi aturannya ke pemerintah dan DPR," ujar Irman.

Lebih lanjut, Irman mengatakan, alternatif lain yang juga bisa dilakukan adalah dengan menurunkan batas minimal persyaratan dukungan bagi calon independen. Namun, Irman enggan menegaskan berapa besaran prosentase idealnya. 

"Kalau memang supaya ada lebih dari dua calon batas jangan dipersulit," katanya.

Perlu diketahui, KPU mensyaratkan calon independen untuk mengumpulkan surat dukungan yang dilengkapi dengan fotokopi kartu tanda penduduk (KTP). Adapun jumlah dukungan ditetapkan berdasarkan jumlah penduduk pada masing-masing daerah.   

UU Pilkada akan Direvisi, Ini Pasal yang Disorot


Jumlah dukungan minimal 10 persen ditetapkan bagi calon gubernur dan wakil gubernur independen dari daerah berpenduduk kurang dari 2 juta jiwa. Sementara daerah berpenduduk 2-6 juta jiwa, KPU mensyaratkan jumlah dukungan minimal 8,5 persen. Adapun 7,5 persen untuk penduduk di atas 6 juta hingga 12 juta, dan 6,5 persen syarat bagi calon independen di daerah dengan jumlah penduduk lebih dari 12 juta jiwa.

Sementara bagi calon bupati/wakilnya, 10 persen syarat minimal bagi calon independen di daerah dengan penduduk sampai dengan 250 ribu jiwa; 8,5 persen untuk dukungan dengan penduduk 250-500 ribu; 7,5% untuk dukungan di daerah berpenduduk 500 ribu- 1 juta; dan 6,5% bagi calon independen dengan asal daerah berpenduduk diatas 1 juta jiwa.

Dua langkah tersebut (revisi undang-undang Pilkada dan menurunkan batas treshold calon independen) dianggap bisa menjadi alternatif untuk menghindari calon tunggal.

"Perppu, ngapain? Enggak perlu. Itu dibutuhkan kalau republik ini sudah mau hancur," ucap Irman menutup perbincangan.

Bila memang itu yang bisa menjadi celah solutif agar terhindar dari calon tunggal. Sudah seyogyanya DPR menjalankan fungsi dan perannya, demi terlaksananya pemilihan kepala daerah pada 9 Desember mendatang.

MK Serahkan Wacana Revisi Pasal 158 UU Pilkada ke DPR

Dua Pendapat yang Berbeda

Bukan DPR namanya bila tidak 'menyalahkan' pemerintah dan badan negara yang menjadi mitra kerjanya. Legislator Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Dimyati Natakusumah pun menuding polemik calon tunggal dalam pilkada karena sikap lembek KPU. Padahal, menurut Dimyati, bila selama perpanjangan waktu tetap memunculkan calon tunggal, pilkada di daerah itu wajib ditunda hingga 2017.

"KPU banyak toleransi. Kalau aturan sudah dibuat, ya, dipatuhi. Itulah pegangan kita bersama. Aturan ini kalau terlalu kendor, lembek, tidak selesai-selesai negeri ini," katanya kepada wartawan di kompleks Parlemen di Jakarta pada Senin, 10 Agustus 2015.

Dimyati berharap KPU bisa tegas menerapkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU). Hal yang sudah ditetapkan PKPU harus dipatuhi semua pihak, termasuk partai politik. "Kalau memang tidak ada calon lain, ya, ditunda. Itu aturannya. Masa ada konsensus terus. Ada perubahan terus," katanya.

Mengenai wacana mengenai solusi calon tunggal, Dimyati menganggap hal itu sudah terlambat untuk diperbincangkan. Sebab, sudah terlalu banyak solusi untuk ragam permasalahan pilkada. PKPU misalnya, yang dirumuskan dan ditetapkan bersama DPR, Pemerintah, Badan Pengawas Pemilu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu yang berarti telah disepakati semua unsur terkait.

Berbeda dengan pernyataan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo. Dia berusaha menenangkan publik agar tak ikut larut dalam polemik calon tunggal kepala daerah. Tjahjo meminta agar publik tak menyalahkan pemerintah, partai politik, dan Komisi Pemilihan Umum. Meski begitu, Tjahjo mengakui bila partai fenomena calon tunggal terjadi lantaran Parpol memiliki strategi yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi untuk maju bertarung dalam Pilkada serentak.

"Mohon teman-teman, kalau ada daerah yang tidak bisa mencalonkan dua pasangan, itu bukan salah pemerintah, KPU, dan juga Parpol. Adanya calon tunggal di sejumlah daerah itu sekali lagi bukan berarti salah partai," ujar Tjahjo di Kemendagri, Jakarta, Senin 10 Agustus 2015.

Pada prinsipnya, kata tjahjo, pemerintah, KPU dan seluruh daerah berharap bisa melaksanakan Pilkada serentak. Tak terkecuali, partai politik. Namun, jika suara dan koalisi Parpol tak cukup kuat, wajar bila Parpol tak bisa mengusung calon. Dari sisi visi dan misi koalisi bahkan bisa berpotensi menjadi batu sandungan sehingga akhirnya tak bisa mencalonkan pasangan yang dijagokan.

"Kalau soal sanksi, ya, bisa diterapkan, diumumkan secara terbuka, Parpol mana yang punya mayoritas suara di daerah itu tapi tak mengusung calon," ujar mantan Sekjen PDIP itu.

Perpanjangan Diklaim Mampu Atasi Polemik Calon Tunggal

Masa tambahan pendaftaran bakal calon kepala daerah dianggap solutif mengatasi kemunculan calon tunggal yang didominasi petahana. Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Tedjo Edhy Purdijatno, mengatakan rekomendasi perpanjangan pendaftaran selama tujuh hari merupakan opsi terbaik bagi tujuh daerah yang kini hanya memiliki satu pasangan calon.

"Tiga opsi itu antara lain, sesuai UU Nomor 8 Tahun 2015 yaitu menunda pilkada serentak daerah berpasangan calon tunggal pada 2017," ujarnya di Surabaya baru-baru ini.

Opsi yang didapat dari rapat koordinasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), pemerintah dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) itu pun diabaikan lantaran berisiko mencabut hak politik warga negara. Selain itu, opsi itu akan mengakibatkan pemerintahan daerah terganggu lantaran dijabat oleh seorang pejabat (PJ) kepala daerah.

"Tentu ini akan menjadikan pembangunan di daerah akan sedikit terganggu," kata Tedjo.

Opsi kedua adalah penerbitan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu). Opsi itu yang tidak diharapkan dikeluarkan oleh Presiden.

"Perppu ini diambil bila situasi benar-benar genting. Baru perppu dikeluarkan," katanya lagi.

Tedjo mengatakan, rekomendasi Bawaslu dan ketetapan KPU tentang perpanjangan pendaftaran pasangan calon adalah opsi terbaik.

"Diharapkan, dengan perpanjangan pendaftaran tiga hari ini, parpol mendaftarkan pasangan calonnya di daerah yang hanya ada satu pasangan calon," ujarnya.

Di tempat berbeda, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo juga tidak bisa memastikan Presiden Jokowi bakal mengeluarkan Perppu demi menyelesaikan permasalahan calon tunggal.

"Nanti akan dilihat perkembangannya, akan kami cari solusi yang terbaik. Soal mekanisme akan dibicarakan nanti," ujar Tjahjo, Senin 10 Agustus 2015.

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama

DPR Tak Perlu Utak-Atik Lagi Syarat Calon Independen

Jangan hanya karena Fenomena Ahok, aturan Pilkada harus diganti lagi.

img_title
VIVA.co.id
16 Maret 2016