Suksesi Sunyi PKS

Perombakan Pengurus PKS
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin
VIVA.co.id - Partai Keadilan Sejahtera (PKS) merombak kepemimpinan tanpa hajatan atau rapat besar-besaran. Saat publik dan media massa lebih berkutat pada isu-isu lain, partai ini sudah mengganti pimpinan di dua pos tertinggi. Salim Segaf Aljufri didaulat sebagai Ketua Majelis Syura dan Sohibul Iman didapuk menjadi Presiden.
Politikus PKS: Google Ingin Kaburkan Teritori Palestina

Salim dan Sohibul ditetapkan secara mufakat dalam forum Musyawarah Majelis Syura PKS di Bandung, Jawa Barat, pada 10 Agustus 2015. Forum itu hanya diikuti 69 orang terpilih yang merupakan anggota Majelis Syura PKS dari 34 provinsi.
Komisi V Minta Bandara Tebelian Dikelola Maksimal

Pergantian atau suksesi kepemimpinan partai yang dahulu bernama Partai Keadilan itu relatif sunyi atau nyaris tanpa ingar-bingar. Hampir tak ada pernyataan politik dari para kandidat, sebagaimana terjadi pada sejumlah partai politik. Proses musyawarah atau rapat majelis itu pun tertutup. Hanya hasilnya yang diumumkan kepada media massa pada Senin, 10 Agustus 2015.
PKS Ingin Usung Duet Risma-Sandiaga

Perdebatan cukup liat hanya terjadi manakala anggota Majelis harus menyeleksi tiga nama dari 29 calon yang memenuhi kriteria sebagai Ketua. Muncul tiga nama pada akhirnya, yakni Salim Segaf Aljufri, Hidayat Nur Wahid, dan Hilmi Aminuddin. Nama yang disebut terakhir adalah petahana Ketua Majelis Syura PKS.

Hilmi Aminuddin menolak menjabat lagi. Majelis pun menyepakati memilih Salim Segaf sebagai Ketua Majelis Syura dan Hidayat Nur Wahid sebagai wakilnya.

Pimpinan Majelis Syura lalu memilih pimpinan eksekutif. Sohibul Iman ditunjuk sebagai Presiden Dewan Pimpinan Pusat Partai menggantikan Anis Matta. Suharna Surapranata sebagai Ketua Majelis Pertimbangan, Surahman Hidayat sebagai Ketua Dewan Syariah, Taufik Ridlo sebagai Sekretaris Jenderal, Mahfudz Abdurrahman sebagai Bendahara Umum, dan Untung Wahono sebagai Sekretaris Syura.

Figur sentral

Dalam struktur organisasi PKS, posisi Ketua Majelis Syura adalah yang paling tinggi dan strategis karena mengendalikan arah kebijakan partai itu. Posisi itu dijabat Hilmi Aminuddin selama sebelas tahun, yakni 2005-2010 dan 2010-2015.

Partai itu didirikan pada 1998 dengan nama semula Partai Keadilan dan kemudian berganti nama menjadi Partai Keadilan Sejahtera pada 2002. Artinya, Hilmi menjabat Ketua Majelis Syura selama hampir tiga per empat usia PKS.

Hilmi juga dianggap sesepuh dan figur sentral di PKS. Bukan cuma karena posisinya sebagai Ketua Majelis Syura, melainkan juga sebab dia dianggap mengerti agama Islam dan semacam guru. Dia juga salah satu tokoh pendiri PKS sehingga amat dihormati.

Hilmi mula-mula menjabat Ketua Majelis Syura PKS pada 2005. Kala itu ada tiga kandidat lain, Salim Segaf, Surahman Hidayat, dan Abdul Hasib. Dia terpilih lagi pada 2010. Lalu menolak dipilih lagi dan menyerahkan posisi itu kepada Salim Segaf, yang menjabat Menteri Sosial pada 2009 sampai 2014.

Dia hanya mengungkap alasan normatif tentang suksesi itu demi regenerasi; meneruskan generasi kepemimpinan kepada kader yang lebih muda. Alasan itu didukung pemilihan Sohibul Iman untuk menggantikan Anis Matta.

Sohibul menjabat Wakil Ketua Komisi X DPR RI periode 2014-2019. Dia menjadi Wakil Ketua DPR RI pada 2013-2014 untuk menggantikan Anis Matta yang melepaskan jabatan itu demi berkonsentrasi sebagai Presiden PKS.

“Kita bersama telah membesarkan dan menjayakan partai ini. Kami mendukung kepemimpinan baru, termasuk kepemimpinan Saudara Sohibul Iman sebagai Presiden PKS. Kita tumbuh di satu komunitas politik yang sama, kita belajar tentang makna keterusterangan dan ketaatan dalam pembelajaran politik,” kata Anis Matta dalam konferensi pers seusai Musyawarah Majelis Syura itu.

Suksesi alamiah

Suksesi kepemimpinan yang nyaris tanpa kegaduhan itu diklaim memang tradisi PKS. Lagi pula, menurut Ketua Fraksi PKS DPR, Jazuli Juwaini, partainya tak memiliki sumber daya finansial yang memadai untuk diperebutkan sehingga dapat memicu keributan.

Pergantian kepemimpinan di PKS, Jazuli mengklaim, tak pernah menyebabkan perpecahan, sebagaimana terjadi di sejumlah partai politik. Setiap Musyawarah Majelis Syura memang selalu ada perbedaan pendapat. Tapi perselisihan itu berakhir manakala keputusan telah ditetapkan.

Lain lagi dengan pernyataan yang dikemukakan Fahri Hamzah, Wakil Sekretaris Jenderal PKS yang kini menjabat Wakil Ketua DPR. Dia mengoreksi kecurigaan sebagian kalangan bahwa suksesi diam-diam partainya demi menghindari polemik dan kegaduhan politik.

Menurut Fahri, tak ada agenda tersembunyi dalam pergantian kepemimpinan itu. Semua berjalan alamiah dan sesuai tradisi di partai itu. Mekanisme dan proses pemilihan Ketua Majelis Syura maupun Presiden pun sama seperti yang terjadi pada forum Musyawarah Majelis Syura sebelum-sebelumnya.

"Tidak ada yang disembunyikan. Ini pilihan Majelis Syura. Mereka (Salim Segaf Aljufri dan Sohibul Iman) betul-betul dipilih. Memang itu sistemnya. Semua berkumpul sesuai tradisi," kata Fahri di Jakarta, Selasa, 11 Agustus 2015.

Dia mengklaim tradisi dan sistem seperti itulah yang membuat PKS solid selama ini. PKS tidak terganggu arus politik di luar saat suksesi pucuk pimpinan. Memang ada upaya untuk mengusik atau mencampuri proses itu tapi gagal. "Ada yang berusaha (mengusik). Alhamdulilah, enggak ada yang mampu," ujarnya.

Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PKS, Triwisaksana, berpendapat serupa dengan Fahri Hamzah dan Jazuli Juwaini. Memang seperti itulah suksesi kepemimpinan di partainya.

Namun dia mengapresiasi secara khusus pemilihan Sohibul Iman sebagai Presiden. Menurutnya, PKS memang membutuhkan sosok seperti Sohibul, terutama menyongsong padatnya agenda politik selama empat tahun ke depan, yakni pilkada.

Sohibul, katanya, figur yang tepat karena memiliki kemampuan yang sama mumpuni dengan Anis Matta. Sohibul juga memiliki pemahaman nilai-nilai kebangsaan yang kuat serta memiliki jenjang pendidikan yang tinggi.

"Pak Sohibul mempunyai peran yang memadai untuk menggerakkan PKS di bidang politik bangsa," ujar Sani saat dihubungi melalui sambungan telepon pada Senin, 10 Agustus 2015.

Kepemimpinan Sohibul juga diyakini akan semakin menegaskan peran PKS sebagai partai oposisi di pemerintahan Presiden Joko Widodo. PKS akan memberikan banyak kritik namun juga tawaran solusi kepada pemerintahan Presiden Joko Widoda dalam melaksanakan pembangunan.

Pemulihan

Pengamat politik pada Universitas Indonesia, Yon Machmudi, mengakui bahwa memang begitulah tradisi pergantian kepemimpinan di PKS. Tetapi dia menganalisis akan ada perubahan mendasar dalam PKS berdasarkan komposisi kepemimpinan itu.

PKS, katanya, berupaya memunculkan figur baru yang dikenal bersih dan dapat diterima semua kader. Itu adalah bagian pencitraan politik menyusul keterpurukan partai itu dalam beberapa tahun terakhir.

Perolehan suara nasional PKS turun menjadi 6.79 persen pada Pemilu 2014 dari 7.88 persen pada Pemilu 2009. Begitu juga perolehan kursi DPR RI yang sebanyak 40 kursi pada Pemilu 2014 dari 57 kursi pada Pemilu 2009.

Penurunan itu dipicu, salah satunya, keterpurukan citra PKS di mata publik menyusul sejumlah kasus korupsi yang menjerat sejumlah petinggi partai itu. Kasus paling memukul PKS adalah perkara korupsi impor daging sapi pada 2013. Luthfi Hasan Ishaaq, Presiden PKS kala itu, ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka. Korupsi terjadi di Kementerian Pertanian. Menterinya adalah Suswono, merupakan kader PKS.

Kasus korupsi kembali mendera PKS pada pertengahan 2015. Gatot Pujo Nugroho, kader PKS yang menjabat Gubernur Sumatera Utara, menjadi tersangka penyuapan kepada tiga hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Medan. Dia kini menjadi tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi. Kasus itu dinilai sedikit atau banyak memengaruhi citra PKS.

Menurut Yon Machmudi, Salim Segaf Aljufri dan Sohibul Iman dianggap dapat memulihkan citra PKS, sedikitnya sepanjang lima tahun mendatang. Dia berargumentasi, Salim Segaf adalah sosok senior di tubuh PKS. Meski selama ini terkesan kurang menonjol, sebenarnya Salim mewakili kelompok signifikan di partai itu.

"Dia adalah senior dalam pembentukan partai sejak Partai Keadilan, hanya tidak sekuat seperti figur ustaz Hilmi (Aminudin) dan Pak Anis (Matta). Dari segi senioritas, posisi beliau diperhitungkan dan bisa mewakili kelompok yang lebih signifikan," ujarnya.

Begitu pun Sohibul Iman yang menggantikan Anis Matta dinilai tidak memiliki persoalan di internal maupun eksternal.

"Sosok seperti ini sangat dibutuhkan untuk mengembalikan jati diri PKS seperti awal pendirian. Karena seperti kita lihat, akhir-akhir ini kurang menguntungkan," ujarnya.

Yon meyakini, Salim Segaf dan Sohibul Iman dapat menggairahkan kembali dinamika partai menjadi lebih baik. Meski selama ini dua figur itu relatif kurang terekspos ketokohannya, sebenarnya mewakili kelompok mayoritas.

“Selama ini diam atau silent majority (kelompok mayoritas yang tak banyak dipublikasikan media massa). Ketika mereka berada di pucuk pimpinan, akan ada perubahan signifikan yang mewarnai wajah PKS," ujarnya.

Namun, secara keseluruhan Yon mengamati bahwa dalam komposisi pengurus pusat itu dipertahankan keseimbangannya. Misalnya, posisi Bendahara Umum dan Sekretaris Jenderal dipertahankan. Itu dapat dibaca sebagai bagian dari mempertahankan kesinambungan dari kepengurusan sebelumnya ke kepemimpinan baru.

Analisis itu didukung pernyataan Sohibul Iman yang memastikan tidak merombak susunan pimpinan lembaga DPR, MPR maupun Fraksi dalam waktu dekat. Kalau pun ada perombakan, kebijakan itu akan diputuskan dalam Musyawarah Nasional PKS pada Oktober 2015. (ren)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya