Peraih PAB XIII untuk Negeri, Suryadi Ismadji

Kemampuan Menulis Ilmuwan Indonesia Masih Kurang

Penghargaan Achmad Bakrie (PAB) XIII 2015
Sumber :
  • VIVA.co.id/Muhamad Solihin
VIVA.co.id
Ahmad Tohari dan Apresiasi PAB Terhadap Sastra
-
Enam Tokoh Penerima Penghargaan Achmad Bakrie 2015
Suryadi Ismadji merupakan seorang ilmuwan yang memenangkan Penghargaan Achmad Bakrie (PAB) XIII pada 2015 di bidang sains. Ia merupakan salah satu ilmuwan dengan tulisan ilmiah yang sangat produktif.

Setidaknya, Suryadi telah menerbitkan 116 makalah di Jurnal Internasional Indeks Thomson Reuters (Science Citation Index) dan Scopus. Dalam papernya itu, 26 makalah tentang pemanfaatan biomassa atau tanah liat untuk penyerapan limbah, 13 artikel berkaitan dengan pengambilan dan pemurnian beragam antioksidan dari berbagai macam tanaman obat.

Bikin Silau, Harga Emas Antam Kembali Tembus Rekor Tertinggi

Kemudian, 16 makalah berkaitan dengan pemanfaatan limbah untuk energi terbarukan, 6 makalah berkaitan dengan pemanfaatan limbah pertanian untuk penyimpanan energi.

Sudah hampir 15 tahun ia bergelut dalam penelitian di bidang pemanfaatan keragaman hayati lokal, terutama dengan konversi biomassa menjadi produk yang lebih bermanfaat, seperti bahan untuk penyimpanan energi, biofuel, rehabilitasi lingkungan, dan lain-lain.

Saat ini, Suryadi aktif menjadi dosen di almamaternya, Universitas Kristen Widya Mandala Surabaya. Ia mengajar di jurusan Teknik Kimia.

Berikut petikan wawancara VIVA.co.id dengan Suryadi, usai dia menerima Penghargaan Achmad Bakrie ke-13:

Banyak ilmuwan yang memilih mengabdi di luar negeri tapi Anda malah di Indonesia. Mengapa?

Saya lebih senang berkarya di Indonesia. Jadi, meskipun ada beberapa tawaran tetapi home is where the heart is. Jadi, hati saya di Indonesia maka saya kembali ke Indonesia.

Apa rencana membujuk mereka (ilmuwan) di luar untuk berkarya di Indonesia?
Mudah-mudahan. Itu harapan saya. Indonesia punya banyak peneliti hebat. Saya lahir di Indonesia, maka saya harus berkarya di Indonesia.

Ada perbedaan ketika 2002 lalu dengan situasi yang sekarang?
Pemerintah lumayan, terutama dalam segi pendanaan. Hanya kita tinggal bangun infrastruktur untuk penelitian. Saya rasa cukup untuk membiayai penelitian-penelitian saya yang tidak kalah dengan penelitian luar negeri.

Seperti apa nantinya bidang hayati lokal yang Anda kembangkan?
Saya tetap akan menekuni bidang ini, mengolah limbah. Ini merupakan ilmu yang tidak akan lapuk oleh zaman.

Penghargaan Achmad Bakrie (PAB) XIII 2015

Bagaimana dengan penerapannya?
Jadi penerapan yang paling penting untuk enviroment mediation, kemudian dengan energi terutama minyak, ada penelitian ke arah sana. Material yang bisa dikembangkan nanti seperti bahan baku untuk pesawat terbang menggunakan limbah.

Apa harapan Anda di dunia sains?
Ilmuwan, meskipun tinggal di luar, mereka harus membawa nama Indoenesia. Itu harapan saya. Kita juga tidak boleh menyerah karena keterbatasan karena itu peluang kita untuk maju.

Apa yang memicu peneliti agar mau kembali ke Indonesia?
Utamanya itu adalah gaji. Kadang mereka bilang alat terbatas tapi kalau gaji cukup, saya rasa mereka akan kembali. Tidak dapat kita pungkiri gaji dari luar (negeri) dengan gaji kita di dalam (negeri) itu perbandingannya lumayan jauh.

Bagaimana perbandingannya?
Kadang-kadang satu banding 10 atau satu banding 20. Itu sama (gaji) di Australia, kalau Jepang lebih tinggi lagi. Kita rendah sekali.

Apakah itu penyebab peneliti banyak menetap di luar negeri?
Itu yang mendorong peneliti-penelti yang bagus tetap tinggal (di luar negeri). Mungkin tidak semua tetapi sebagian seperti itu.

Apa yang menjadi kelemahan para ilmuwan di Indonesia pada umumnya?
Ilmuwan-ilmuwan itu, terutama dosen, terjebak pada administrasi. Menjadi ketua jurusan, dekan, dan lain-lain. Selain itu, kemampuan menulis sering kali menjadi hambatan. Kemampuan untuk mengungkapkan ide masih kurang. Itu kelemahan ilmuwan kita. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya