Poligami Politik ala PAN

Penutupan Kongres PAN
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Rosa Panggabean
VIVA.co.id - Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), Zulkifli Hasan, menemui sejumlah petinggi Koalisi Merah Putih (KMP) di Jakarta pada Kamis petang, 3 September 2015. Dia diterima Ketua Umum Partai Golkar, Aburizal Bakrie, dan Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto. Partai Keadilan Sejahtera diwakili Sekretaris Jenderal Taufiq Ridho dan Anggota Majelis Syuro Anis Matta.
Presiden Jokowi Santai UU Amnesty Digugat

Pertemuan bukanlah forum pamitan PAN kepada KMP, karena partai itu sehari sebelumnya memutuskan bergabung dan mendukung pemerintahan Presiden Joko Widodo. Silaturahmi itu sekadar semacam pemberitahuan formal bahwa PAN kini telah menjadi menjadi bagian dari Pemerintah.
PAN Minta Warga Surabaya Rela Lepas Risma ke DKI

PAN, kata Zulkifli, tidak keluar atau hengkang dari KMP tetapi tidak juga bergabung dengan Koalisi Indonesia Hebat (KIH), gabungan partai politik penyokong Presiden Joko Widodo. "PAN menyatakan bergabung dengan Pemerintah. Jadi enggak ada pernyataan: kami masuk (atau) keluar KMP atau KIH," katanya.
Jokowi: Indonesia Bangga Raih Perak Pertama

Pernyataan Zulkifli dapat diringkas begini: PAN tetap di KMP tetapi menjadi bagian dari Pemerintah. Bisa juga demikian: PAN menjadi bagian dari Pemerintah namun bukan anggota KIH karena tak keluar dari KMP.

"Saya tidak menyatakan keluar (atau) masuk KMP (atau) KIH, tapi gabung dengan pemerintah, karena fokus pada upaya mengatasi kesulitan bangsa ini," Zulkifli menegaskan.

Dia juga mengulangi ungkapannya sehari sebelumnya bahwa tak relevan lagi mengelompokkan –apalagi mempertentangkan-- partai politik berdasarkan dua kekuataan besar koalisi: KMP dan KIH. Lagi pula, partai-partai dalam KMP mendukung setiap kebijakan Pemerintah yang dinilai berpihak pada rakyat.

KMP menyilakan

Reaksi KMP sejauh ini datar dan normatif saja. Sekurang-kurangnya tampak pada pernyataan Aburizal Bakrie (ARB) dan Prabowo.

ARB bilang menghormati keputusan PAN bergabung dengan Pemerintah meski tetap resmi sebagai anggota KMP. Dia mafhum dengan alasan PAN karena ingin mendukung Pemerintah demi membantu secara praktis mengatasi berbagai permasalahan bangsa dan negara. Apalagi Indonesia sekarang sedang di ambang krisis ekonomi sebagai akibat menjalarnya krisis ekonomi dunia.

KMP pun, kata ARB, mendukung Pemerintah. KMP menyokong penuh kebijakan Pemerintah sepanjang memang berpihak pada rakyat. Sebaliknya akan mengkritik atau mengoreksi kalau kebijakan itu merugikan rakyat.

"Jadi, tidak ada masalah lagi di antara kami," katanya dalam keterangan pers bersama dengan Prabowo, Zulkifli, Taufiq Ridho, Anis Matta, dan lain-lain.

Prabowo berujar serupa ARB. Dia mengaku sangat memahami keputusan PAN setelah bicara dari hati ke hati dengan Zulkifli dan lain-lain. Dia menyilakan PAN bergabung dengan Pemerintah dan KMP tetap pada posisi semula sebagai kekuatan penyeimbang bagi Pemerintah.

Situasi perekonomian Indonesia, kata Prabowo, memang sedang tidak baik. Perlu kerja sama semua komponen bangsa untuk mengatasinya. Presiden Joko Widodo secara praktis menjalankan roda pemerintahan dan partai-partai dalam KMP yang akan mengontrol dan mengawasinya.

"Jadi perlu adanya suatu check and balances; kekuatan perimbangan, yang bisa memberi koreksi-koreksi, saran-saran, masukan-masukan yang berarti dalam keadaan ekonomi negara yang sedang susah, dan rakyat kita sedang mengalami keadaan memprihatinkan," katanya.

Ijtihad politik

Zulkifli tak kurang-kurang menjelaskan bahwa PAN bergabung dengan Pemerintah karena semata ingin berperan lebih praktis untuk membantu menyelesaikan permasalahan bangsa dan negara. Terutama sekali adalah upaya pemulihan perekonomian nasional yang sedang lesu. Jadi bukan demi mengincar kepentingan pragmatis kekuasaan: jatah satu atau dua posisi menteri dalam Kabinet Kerja.

Sikap politik PAN itu, kata Zulkifli, dapat dimaknai juga sebagai sinyal atau isyarat kepada pelaku usaha atau investor bahwa tak ada kegaduhan politik yang berpotensi mengganggu stabilitas nasional. Sasaran antaranya ialah meyakinkan pasar bahwa situasi nasional kondusif untuk iklim investasi.

Ketua Badan Pemenangan Pemilu PAN, Viva Yoga Mauladi, menguraikan sedikit lebih terperinci tentang sikap politik partainya. Menurutnya, keputusan bergabung dengan Pemerintah adalah adalah hasil ijtihad politik.  
Dasar pemikirannya ialah platform PAN: dalam perjuangan politik, berada di dalam pemerintahan atau di luar pemerintahan sama-sama mulia.

"PAN telah melakukan ijtihad politik untuk berada di dalam pemerintahan sebagai sarana perjuangan politik untuk ber-amar makruf nahi munkar (berbuat baik dan mencegah keburukan bagi masyarakat)," katanya.

Terminologi ijtihad mula-mula dipakai dalam konteks agama Islam. Ijitihad dimaknai usaha sungguh-sungguh untuk memutuskan hukum suatu perkara yang tidak dibahas dalam Al Quran maupun Hadis. Ijtihad politik dapat diartikan sebagai upaya sungguh-sungguh menentukan kebijakan politik yang dianggap ideal dan bermanfaat bagi masyarakat.

Ijtihad politik bagi PAN dengan menjadi bagian dari pemerintah bertujuan agar partai itu dapat berperan lebih praktis dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat. Alasan yang paling mendesak dan penting adalah situasi perekonomian nasional yang sedang lesu akibat krisis ekonomi dunia.

PAN menjadi bagian dari kelompok partai politik di luar Pemerintah sesungguhnya sama mulianya dengan berada di dalam. Namun PAN merasa akan lebih efektif manakala langsung berada di dalam pemerintahan.

Yoga meyakinkan masyarakat bahwa partainya tak haus kekuasaan. PAN mendukung Pemerintah dan meninggalkan KMP semata alasan mendesak kondisi bangsa dan negara yang sedang terancam krisis ekonomi. Tak ada sedikit pun niat mengincar kursi menteri. Tetapi PAN tentu mempertimbangkan kalau Presiden memberikan amanat posisi menteri tertentu.

"Tidak ada kepentingan bersifat subjektif dari PAN hanya untuk mendapatkan kursi kabinet. Tetapi secara objektif PAN mempertimbangkan demi kepentingan bangsa dan negara yang lebih besar," katanya, beralasan.


Krisis ekonomi

Ketua Dewan Kehormatan sekaligus pendiri PAN Amien Rais mengakui turut menyetujui kebijakan partainya bergabung dengan Pemerintah. Namun dia mengajukan sejumlah syarat penting, sebab motivasinya bukan kepentingan pragmatis mengincar kursi menteri, melainkan kepentingan yang lebih besar: bangsa dan negara. Soalnya Indonesia sedang di ambang krisis ekonomi dan berpotensi besar mengancam sektor lain.

Ancaman krisis itu, kata Amien, membutuhkan kerja sama seluruh komponen bangsa, termasuk semua partai politik; tak hanya KIH tetapi juga KMP. PAN bersedia menjadi bagian dari Pemerintah dalam rangka kerja sama itu.

Amien mengajukan syarat kepada Zulkifli: semua partai dalam KMP harus dilibatkan untuk membantu Pemerintah. Kalau tidak, apalagi PAN cuma diberi jabatan menteri, itu tidak akan menyelesaikan masalah.

Bagi PAN, kata Amien, satu atau dua posisi menteri tak ada artinya dibanding ancaman krisis ekonomi yang berpotensi mengganggu stabilitas nasional. "Kalau iming-iming satu-dua posisi (menteri), ini hanya remeh-temeh," katanya dalam perbincangan dengan tvOne pada Kamis siang, 3 September 2015.

Amien juga menuntut komitmen Presiden Joko Widodo untuk merangkul semua partai dalam KMP agar dapat bekerja sama. "Kalau PAN diambil dua kadernya (diangkat jadi menteri), dan KMP dibiarkan, itu tidak elok, tidak baik. Kalau Pak Jokowi memang berniat betul (mengatasi permasalahan bangsa dan negara), ajak semua, duduk untuk berdisikusi bersama, partai politik, semua ormas (keagamaan), dan lain-lain," katanya.

Mantan ketua MPR itu menekankan tentang ancaman krisis ekonomi yang bukan tidak mungkin mengganggu stabilitas nasional-politik. Dia memperingatkan bahwa krisis ekonomi global telah menggoncangkan situasi politik sejumlah negara di Timur Tengah, Eropa, dan beberapa Asia Tenggara.

Krisis politik di Malaysia pun, katanya, dipicu situasi perekonomian dalam negeri. Indonesia patut waspada karena krisis di Malaysia bukan tak mungkin menjalar ke Tanah Air.

"Sekarang Malaysia (bergolak), dan akan menyusul Indonesia. Saya tidak main-main. Ada global dajjal; kekuatan global, yang akan meruntuhkan bangsa-bangsa, termasuk Indonesia. Kelompok Melayu sudah diadudomba di Malaysia. Bukan tidak mungkin Indonesia," ujarnya, menerangkan.

Kursi menteri

Pernyataan Amien tentang kursi menteri dapat dibaca sebagai isyarat bahwa PAN bakal menerima --sekurang-kurangnya dijanjikan-- jatah kursi menteri dalam kabinet Presiden Joko Widodo. Zulkifli memang berkali-kali membantah tengara transaksi bagi-bagi posisi menteri. Tapi tak sekali pun dia menyebut satuan.

Jumlah satu atau dua kursi menteri mula-mula muncul dari Amien Rais. Pernyataannya ibarat kode: PAN akan dihadiahi kursi menteri kalau bersedia bergabung dengan Pemerintah. Jumlahnya kira-kira masih ditimbang-timbang: mungkin satu, dua, atau paling banyak tiga. Mustahil lebih dari itu. Lagi pula, PAN baru masuk belakangan di barisan Pemerintah.

Zulkifli barangkali telah lebih dari jumlah jarinya mengklarifikasi bahwa PAN tak mengincar kursi menteri, tetapi mendukung Pemerintah. Dipertegas lagi belakangan bahwa PAN tak keluar dari KMP dan tidak juga masuk KIH.

Ibarat tak bercerai dengan istri tua dan di saat yang sama mengawini istri muda. PAN bakal tetap berhubungan baik dengan istri tua, tetapi mungkin akan lebih sering bersama istri muda. Status PAN tetap anggota KMP namun akan lebih berkonsentrasi melayani Presiden di pemerintahan. Kira-kira begitu.

Kalau mengikuti alur pikir ijtihad politik PAN, sikap politik itu tak akan mengubah peta politik di Parlemen. Soalnya PAN tidak otomatis menjadi anggota KIH. Statusnya masih anggota KMP.

KIH memiliki 208 kursi di DPR RI, yang terdiri dari 109 kursi PDIP, 36 kursi Partai Nasdem, 47 kursi PKB, dan 16 kursi Hanura. Andai ditambah 48 kursi PAN, berarti KIH memiliki 256 kursi di Parlemen.

KMP dengan lima partai politik menguasai sebagian besar kekuatan di Parlemen, yakni 291 kursi. Rinciannya: 91 kursi Partai Golkar, 73 kursi Partai Gerindra, 48 kursi PAN, 39 kursi PPP, dan 40 kursi PKS. Jumlah kursi KMP menyusut menjadi 243 kursi andai dikurangi kursi PAN.

Satu partai, yakni Partai Demokrat, tak bergabung dengan KIH maupun KMP. Partai pimpinan Susilo Bambang Yudhoyono itu memiliki 61 kursi DPR. Sikap politik partai itu tak memihak masing-masing koalisi meski pada momentum politik tertentu cenderung mendukung salah satunya.

Sejumlah politikus di kubu KMP meragukan komposisi itu tak bakal berubah. Wakil Ketua Umum Gerindra, Edhy Prabowo, meyakini pasti ada imbal balik atas hubungan politik itu. Modal jumlah kursi PAN tidak sedikit sehingga lumayan untuk menyokong Pemerintah dari Senayan. Sebagai ucapan terima kasihnya, PAN bakal mendapatkan kursi menteri.

Dia berspekulasi seperti itu karena menilai ganjil alasan PAN: demi mendukung Pemerintah. PAN seolah bersama KMP selama ini telah menjadi musuh atau lawan Pemerintah. "Padahal kita (KMP) juga mendukung Pemerintah. Kita mendukung kalau ada kebijakan yang berpihak pada rakyat," katanya dalam perbincangan dengan tvOne pada Kamis malam, 3 September 2015.

Ketua Fraksi PKS DPR, Jazuli Juwaini, berpendapat serupa Edhy Prabowo. Menurutnya, dukungan PAN kepada Pemerintah seolah akibat KMP selalu menentang dan merongrong Presiden Joko Widodo.

Dia mencatat hanya sekali KMP menolak kebijakan Presiden Joko Widodo, yakni ketika Pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) pada November 2014. Selain itu, tak ada lagi kebijakan Pemerintah yang ditolak. Kalau pun ada kritik, itu hanya demi menyempurnakan atau memperbaiki.

Menurut Jazuli, sikap itu dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya KMP secara objektif mendukung Pemerintah manakala kebijakannya memang baik untuk rakyat. Begitu juga sebaliknya.

Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Fadli Zon, ikut meluruskan nalar argumentasi PAN. Alasan PAN seolah menyimpulkan bahwa KMP selalu menentang Pemerintah dan tak peduli ancaman krisis ekonomi. Padahal, KMP mendukung penuh kebijakan Presiden, terutama dalam mengatasi perekonomian nasional yang sedang lesu.

Lagi pula, kata Fadli, perekonomian nasional yang terus memburuk tidak disebabkan situasi politik. "Akar masalah dari situasi ekonomi yang memburuk saat ini bukan pada persoalan dukungan politik. Tak ada hubungan dengan KMP-KIH. KMP sejauh ini objektif dan tak pernah menjegal pemerintah," katanya melalui siaran pers yang diterima VIVA.co.id pada Kamis, 3 September 2015.


Main mata

Sikap mendua PAN belakangan sesungguhnya tak terlalu mengejutkan. Partai itu diketahui telah main mata dengan kubu Pemerintah. Hatta Rajasa, Ketua Umum PAN sebelum Zukifli, kepergok menemui Joko Widodo di rumah Surya Paloh (Ketua Umum Partai Nasdem) di Jakarta pada 1 September 2014.

Kala itu Joko Widodo baru saja terpilih sebagai Presiden meski belum dilantik. Hatta mengaku menemui Joko Widodo tak lebih dari silaturahmi biasa sekaligus memberikan ucapan selamat kepada pemenang Pemilu Presiden tahun 2014. Hatta merasa memerlukan menyelamati Joko Widodo dia adalah calon wakil presiden yang mendampingi Prabowo Subianto.

"Jadi, itu saya bersilaturahmi. Saya juga sampaikan selamat kepada Pak Jokowi, sudah selesai di MK (gugatan di Mahkamah Konstitusi), dan kami mendoakan bangsa kita ini maju," katanya, mengklarifikasi, sehari setelahnya.

Hatta juga menegaskan bahwa tidak ada rahasia dalam pertemuan dengan Joko Widodo ketika itu. Bahkan dalam pertemuan itu dia pergi bersama Zulkifli Hasan. Pertemuan itu juga sudah dimuat di sejumlah media. Dihadiri juga Sekretaris Jenderal Partai Golkar, Idrus Marham.

Amien Rais kemudian mengingatkan lagi peristiwa itu ketika dia berpidato dalam pembukaan Konres IV PAN di Nusa Dua, Bali, pada 28 Februari 2015. Amien tak menyebut secara vulgar. Dia cuma bercerita bahwa pada satu malam September 2014 berlangsung rapat harian di kantor pusat sebuah partai menengah. Saat rapat, ketua umum partai itu tiba-tiba harus meninggalkan tempat karena ingin menemui elite KMP.

”Ternyata satu jam kemudian sang ketua umum itu ketahuan pergi bukan menemui tokoh-tokoh KMP, tapi pergi ke rumah Surya Paloh untuk bertemu Jokowi. Siapa ketua umum itu, saya lupa namanya,” ujar Amien. (umi)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya