Freeport Siap Divestasi Saham

Tambang Freeport di Papua.
Sumber :
  • ANTARA/Muhammad Adimaja
VIVA.co.id
United Tractors Akan Produksi Tambang Emas
- Kemarin, Rabu, 14 Oktober 2015, PT Freeport Indonesia diharuskan mulai menawarkan divestasi sahamnya ke pemerintah. Merujuk Peraturan Pemerintah No. 77 Tahun 2014 tentang Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, Freeport wajib melepas 30 persen sahamnya. 

Enam Bulan, Realisasi Investasi Energi Mencapai US$876 Juta
Rencananya, pelepasan saham itu dilakukan secara bertahap dan tahun ini perusahaan itu melepas 10,64 persen sahamnya. Adapun, pemerintah Indonesia saat ini hanya memiliki 9,36 persen saham di Freeport.  

BPS: Pertumbuhan di Sektor Pertambangan Melambat
"Untuk divestasi saham, Freeport mulai 14 Oktober 2015, nanti harus menawarkan harga kepada pemerintah," kata Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bambang Gatot Ariono, di Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jakarta.

Bambang mengatakan, pemerintah punya waktu selama tiga bulan untuk mengevaluasi penawaran saham tersebut. Pemerintah pun bernegosiasi dengan Freeport untuk menentukan harga saham.

"Setelah menerima tawaran itu, pemerintah punya 90 hari negosiasi dengan Freeport apakah harganya wajar atau tidak," kata dia.

Setelah mengevaluasi divestasi saham Freeport, Kementerian ESDM akan menyerahkan kepada Kementerian Keuangan.

Selanjutnya, Kementerian Keuanganlah yang akan memutuskan apakah saham itu akan dibeli pemerintah atau tidak. Jika tidak, saham tersebut bisa ditawarkan kepada perusahaan pelat merah dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

"Untuk saat ini, penawaran saham lewat initial public offering (IPO) belum ada dasar regulasinya, kecuali kalau ada perubahan ketentuan divestasi," kata dia.

Banyak kalangan menilai, divestasi saham Freeport melalui IPO diprediksi menjadi momentum yang paling ditunggu-tunggu investor pasar saham. Sebab, dipastikan saham Freeport akan menjadi rebutan para pelaku pasar. Hal itu diyakini bakal mendongkrak pasar modal. 

Sayangnya, hingga saat ini, langkah Freeport untuk melantai di bursa masih terganjal sejumlah aturan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memang telah menyetujui rencana IPO Freeport. Namun, OJK belum membuat aturan terkait berapa banyak saham yang dilepas oleh perusahaan tambang raksasa asal Negeri Paman Sam itu.

Bambang menjelaskan, Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Minerba dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Minerba tidak mengatur mengenai mekanisme IPO dalam proses divestasi perusahaan tambang.

Pasal 97 ayat 2 PP Nomor 77 Tahun 2014 hanya menyebutkan perusahaan tambang wajib melakukan penawaran divestasi saham kepada pihak Indonesia melalui tahapan menawarkannya kepada pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota setempat, atau kepada BUMN dan BUMD, atau kepada badan usaha swasta nasional.

Tunggu aturan divestasi

Sementara itu, Juru Bicara Freeport Indonesia, Riza Pratama, mengatakan memang mulai kemarin pihaknya mulai menawarkan sahamnya ke pemerintah. Tetapi, perusahaan tambang multinasional ini belum menentukan skemanya.

"Belum ada," kata Juru Bicara Freeport Indonesia, Riza Pratama, ketika dihubungi VIVA.co.id, Rabu, 14 Oktober 2015.

Riza mengatakan, Freeport Indonesia menunggu landasan hukum dan mekanisme yang jelas tentang divestasi sahamnya. Meskipun, perusahaan ini lebih menyukai divestasi saham melalui IPO.

"Kami lebih suka IPO karena transparan dan akuntabel," kata dia.

Keinginan tersebut sama dengan pandangan PT Bursa Efek Indonesia (BEI) yang masih terus mengimbau pada 16 perusahaan pertambangan asing, yang beroperasi di Indonesia, untuk melantai di pasar modal Indonesia. 

Tujuannya, agar masyarakat khususnya investor domestik juga dapat memiliki sahamnya.

Namun, wacana tersebut masih terkendala oleh kewajiban divestasi saham pada berapa perusahaan tambang kontrak karya, seperti salah satunya Freeport Indonesia. 

Di antaranya, timbul perbedaan pendapat jika divestasi melalui proses IPO, maka bisa saja saham itu kembali dimiliki oleh asing ataupun pemilik saham sebelumnya. 

Terkait hal itu, Kepala Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Nurhaida, menyampaikan bahwa pihaknya sedang memikirkan perbedaan pandangan tersebut.

Kata Nurhaida, memang dalam aturannya, investor pasar modal terbuka untuk siapa saja, baik asing atau lokal. Namun, timbul kekhawatiran tujuan divestasi tidak tercapai. Maka, pihaknya mewacanakan investornya hanya investor lokal.

Nurhaida menambahkan, jika pembatasan itu dibutuhkan, maka pihaknya akan mengkaji kembali untuk menimbang manfaat dan kerugiannya.

Di lain sisi, Riza mengaku, pihaknya siap untuk bergabung menjadi emiten dalam bursa pasar modal Indonesia. Sebab, dengan begitu kinerja perusahaan dapat lebih transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.

"Bersedia karena lebih transparan dan akuntabel," ujarnya.

Disarankan bentuk konsorsium 

Namun, berbincang dengan VIVA.co.id, Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS), Marwan Batubara, memiliki pandangan yang berbeda. Dia meminta agar pemerintah membentuk konsorsium terkait divestasi saham perusahaan tambang multinasional itu.

"Pemerintah harus membentuk konsorsium nasional, yaitu pemerintah, BUMN, dan BUMD untuk memiliki dan menjalankan peran pemilikan saham dan penguasaan negara di Freeport," ujar Marwan.

Marwan pun meminta agar pemerintah tak membiarkan perusahaan multinasional itu menawarkan sahamnya melalui penawaran publik.

"Kalau lewat IPO itu kan nanti jadinya saham publik, sehingga pemerintah seperti sekarang enggak bisa menempatkan orang karena tidak eligible," kata dia.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya