Wujudkan Mimpi Silicon Valley di Tanah Air

Ilustrasi Silicon Valley
Sumber :
  • StartUp-book

VIVA.co.id - Pekan ini, dunia teknologi Indonesia seakan bergairah. Dunia teknologi Tanah Air sedang hangat dengan isu yang cukup menarik. Pertama, rencana kunjungan kerja Presiden Joko Widodo beserta rombongan ke Amerika Serikat, 25-28 Oktober 2015.

Sebagaimana diketahui, selama kunjungan di AS, mantan Gubernur DKI Jakarta itu akan berkunjung di dua area yakni West Coast untuk ke Silicon Valley, sedangkan East Coast di Washington DC.

Saat berkunjung ke West Coast tersebut, Jokowi memiliki 7 kegiatan. Salah satunya bertemu dengan para pemimpin perusahaan teknologi raksasa seperti Microsoft, Apple, Google, dan Facebook.

Bagi dunia teknologi, Silicon Valley bukan tempat yang sembarangan. Kawasan yang terletak di wilayah San Francisco itu merupakan kiblat bagi industri teknologi. Tak heran, sebab di kawasan itu menjadi kandang Google, Apple, Facebook, dan perusahaan teknologi lainnya.

Mengiringi rencana Jokowi ke Silicon Valley itu, Menteri Komunikasi dan Informartika, Rudiantara, mengimpikan agar lahir Silicon Valley ala Indonesia. Rudiantara melihat ada tiga kota di Indonesia yang cocok sebagai kandang Silicon Valley di Tanah Air.

Rudiantara mendambakan Jakarta sebagai poros Silicon Valley di Indonesia, lainnya ia membidik potensi dua kota, yaitu Bandung dan Yogyakarta.

"Kalau bicara mimpi Silicon Valley di Indonesia, kami senang membicarakan Jakarta jadi porosnya. Tetapi, bicara kreatif, maka akan merujuk ke Kota Bandung dan Yogyakarta," ujar Rudiantara di Kementerian Kominfo, Rabu, 21 Oktober 2015.

Dia menjelaskan, dua kota tersebut berpotensi jadi Silicon Valley-nya Indonesia. Karena, banyak perusahaan rintisan (startup) yang berkembang di Bandung dan Yogyakarta.

"Kedua kota itu kreatif dan banyak startup yang berkembang di sana," ungkap Rudiantara.

Membandingkan Silicon Valley di Amerika Serikat dan kemungkinan di Indonesia memang berbeda konteks. Meski menjadi acuan dalam dunia teknologi, konsep Silicon Valley yang ada di negeri Paman Sam itu tak serta merta sepenuhnya bisa diterapkan di Indonesia. Hal ini diakui langsung oleh Rudiantara.

"Itu beda. Di AS sudah didorong. E-commerce dan startup benar-benar didorong oleh .com," kata Rudiantara di SCBD, Jakarta, pertengahan tahun ini.

Menteri kelahiran Bogor itu mengatakan, suksesnya startup di Negeri Paman Sam diiringi dengan momentum booming-nya .com. Mantan petinggi beberapa operator telekomunikasi di Indonesia itu menambahkan, tak kalah penting adalah keberadaan startup dan e-commerce.

Startup Indonesia Gembira Bisa 'Naik Haji' ke Silicon Valley

Kedua entitas ini mendorong makin matang sebuah kiblat teknologi. Startup dan e-commerce di Amerika Serikat, tumbuh bukan sebagai perusahaan layanan, sedangkan startup di Tanah Air tumbuh karena layanan. Ia mencontohkan pusat startup Digital Valley milik Telkom di Bandung.

Maka dari itu, Rudiantara pun menegaskan kunjungan Jokowi ke Silicon Valley itu agenda utamanya adalah belajar soal e-commerce.

Dia menjelaskan, selama kunjungan 25-28 Oktober nanti, pemerintah hanya memfokuskan untuk membahas penerapan belanja online. Kebetulan pemerintah saat ini memang sedang menggodok peta jalan (roadmap) e-commerce. Direncanakan, roadmap itu akan rampung dilakukan dan diterapkan di Indonesia dalam waktu dekat.

"Kami akan tunjukkan bahwa Indonesia itu jadi the largest digital economy in the region kawasan Asia Tenggara," tuturnya saat nanti bertemu dengan petinggi Google cs.



Sementara itu, soal keberadaan startup, Indonesia bisa dibilang sudah mulai "banjir". Sudah banyak muncul inkubator startup lokal. Salah satunya Kibar Kreasi Indonesia.

Chief Executive Kibar Kreasi Indonesia, Yansen Kamto, 21 Oktober 2015 mengatakan Indonesia berpotensi menjadi ladang emas lahirnya startup berkualitas. Bahkan, memungkinkan bersaing dengan perusahaan global.

Saat ini, Yansen mengungkapkan, tengah dicanangkan program yang dapat melahirkan lebih dari 1.000 startup lokal yang berkualitas. Diharapkan ribuan perusahaan rintisan itu akan muncul lima tahun lagi.

"Kami maunya setiap tahun bakalan ada 200 startup berkualitas lewat proses inkubasi dan pendampingan yang tepat supaya bisa berkembang dengan baik,” kata Yansen ditemui di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Jakarta, Rabu, 21 Oktober 2015.

Yansen melanjutkan, ia bersama rekan-rekannya telah menyiapkan teknis pelaksanaan supaya program lahirnya 1.000 startup pada 2020 dapat terealisasi. Pengembangan tersebut akan dilakukan secara terpadu mulai dari dasar (grassroot) hingga rampung.

“Kami akan tampung 8.000 ide mentah. Terus kami akan lakukan workshop, supaya idenya terealisasi di-hands-on. Habis itu, kami akan buatkan hackathon biar mereka membentuk tim dengan hasil produk setengah jadi. Lalu, pendampingan terus sampai jadi dan siap dilepas ke publik sampai dapat pendanaan serta berkembang,” tuturnya.

Saat disinggung mengenai mimpi besarnya itu disampaikan ke inkubator lokal lainnya, ia mengatakan, semuanya satu suara dalam mencapai agenda besar tersebut. Bahkan, kata Yansen, mereka peduli terhadap kondisi industri teknologi Indonesia yang sering dijajah oleh produk asing.

Selain inkubator lokal, pemerintah juga disebutkan telah siap memberikan dukungan terhadap rencana 1.000 startup Indonesia pada 2020 itu.

“Kami maunya ada perubahan di industri startup Indonesia. Selama ini, kami cuma dianggap pasar. Padahal, kami punya potensi yang lebih besar dari sekadar jadi pasar produk perusahaan global. Sekarang waktunya jadi produsen,” kata dia.

Meski Silicon Valley di Tanah Air masih dalam tahap inisiasi, wacana itu mendapat dukungan dari pengamat dan pegiat teknologi.

"Inisiatif yang patut didukung dalam upaya membangun ekosistem industri teknologi, informasi dan komunikasi (ICT) Indonesia," kata Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel), Kristiono kepada VIVA.co.id, Kamis 22 Oktober 2015.

Dia mengakui, saat ini ekosistem untuk mendukung lahirnya Silicon Valley di Indonesia belum begitu lengkap. Namun, menurut dia, dengan desain dan tekad pemerintah membangun pusat teknologi itu, maka dengan sendirinya akan membentuk ekosistem makin matang.

Untuk itu, ia menyarankan agar Silicon Valley ditempatkan di dekat pusat pendidikan tinggi teknologi dan inkubasi bisnis. Terkait ekosistem, Kristiono menggarisbawahi soal rantai nilai tinggi yang mempercepat ekosistem.

"Rantai nilai tertinggi yang perlu diprioritaskan Indonesia adalah industri aplikasi yang tersedia sumber daya sangat memadai, yaitu human capital yang kreatif," kata dia.

E-Commerce 'Bonek' Berambisi Taklukkan Ibu Kota

Soal potensi kota sebagai kandang Silicon Valley di Indonesia, pengamat teknologi informasi dan komunikasi Teguh Prasetya, sepakat Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta sebagai lokasinya.

Teguh mengakui ketiga kota itu telah membuktikan sebagai penggerak kreatif digital di Indonesia. Pekerjaan selanjutnya, kata dia, lebih meningkatkan produktivitas sampai skalanya tak hanya lokal, bisa menembus pasar global.

Selain dua tiga kota, Teguh punya kota lain yang bisa dipertimbangkan untuk kandang Silicon Valley di Indonesia nantinya.

"Tambah lagi kota Malang dan Pulau Bali," ujarnya.

Teguh mengatakan, salah satu yang penting untuk melahirkan Silicon Valley yaitu keberadaan pemasok dan dukungan perluasan pasar serta akses ke pengguna internet pada umumnya.

"Sebagaimana Silicon Valley, keberadaan angel investor (AI), venture capital (VC) untuk strategi exit (ke pasar luas)" tutur dia.

Skema pendanaan yang ditawarkan ini merupakan solusi bagi pembiayaan yang tidak bisa dilakukan oleh perbankan. Antara keduanya memiliki perbedaan skema pembiayaan. VC umumnya skemanya menitipkan perwakilannya di dalam perusahaan yang mendapat suntikan dana, sedangkan AI hanya memberi dana dalam beberapa tahap.

Dalam konteks Indonesia, kata Teguh, ia menilai keberadaan startup dan penyuntik dana tersebut belum berimbang. Selain itu, menurut dia, startup belum begitu "seksi" di mata AI dan VC.

"Itu belum berimbang karena startup juga perlu dibimbing agar punya nilai lebih," kata dia.

Pemerintah bukan diam terkait sumber dana bagi pelaku startup. Gagasan pembentukan VC di Indonesia oleh pemerintah pernah dimunculkan, tapi sayangnya hasilnya gagal.

Wacana pembentukan modal ventura tersebut digulirkan di awal 2015. Namun, kehendak dari Kominfo tersebut harus terhadang di tengah jalan. Masalah utamanya datang dari Kementerian Keuangan.

"Ini (modal Ventura) termasuk yang dibicarakan dengan Menteri Keuangan. Namun konsep ini dinilai merugikan negara," ujar Rudiantara usai menghadiri acara IDByte, Di Ballroom Pacific Place, Jakarta, Jumat, 2 Oktober 2015.

Dia menyebutkan bahwa jika negara memiliki VC, dana yang diambil berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sayangnya, hal ini terkendala oleh sistem administrasi keuangan negara.

"Kalau saya sediakan 100 startup, misalnya hanya lima yang berhasil, sisanya yang 95 gagal. Lantas siapa yang akan bertanggung jawab. Ini yang dinilai merugikan negara," kata Rudiantara.

Ia pun memutar ide dalam mencari pendanaan startup. Dia melirik dana Universal Service Obligation (USO) yang dikumpulkan dari kontribusi perusahaan telekomunikasi. USO, kata dia, bisa sebagai jalan lain dalam membesarkan startup di Tanah Air. Salah satu yang terlintas dan memungkinkan, yakni melalui jalur pendanaan dari Badan Layanan Umum (BLU).

"Saya berpikir, coba kita masukkan ke USO. Itu lebih jelas. USO kan ada Balai Penyedia dan Pengelolaan Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI) dan BLU. Cantolannya Undang-Undang Telekomunikasi," kata dia.

Bisnis Sesuai Prinsip Syariah Versi Ilham Habibie


 
Silicon Valley ala Bandung

Soal mimpi melahirkan Silicon Valley, Bandung sudah berambisi.

Pemerintah Kota Bandung sedang memiliki proyek untuk membangun sebuah kawasan berbasis teknologi dan industri kreatif. Kawasan yang akan dibangun di daerah Bandung Timur ini akan menarik banyak ekosistem berbasis teknologi di kota Bandung.

Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil menyebutkan kawasan itu dinamakan Bandung Technopolis atau Silicon Valley-nya Indonesia.

Dalam sebuah kesempatan diskusi, Kang Emil, sapaan akrab Ridwan, menyebutkan ada beberapa perusahaan teknologi dan industri kreatif yang akan ngantor di sana.

"50 perusahaan akan investasi di sana, kami segera me-launching UKM kreatif. Ada Marvel, Twitter, Facebook, kami ada kerja sama agar anak Bandung magang di sana (perusahaan teknologi)" kata Emil dalam diskusi IDByte, di Binus University, Senayan, Jakarta, Rabu malam, 8 Juli 2015.

Perusahaaan teknologi industri kreatif tersebut, kata Emil, bisa memanfaatkan kawasan Bandung Technopolis sebagai kantor mereka di Indonesia.

"Kalau mereka mau buka cabang di Indonesia, milihnya di mana? Antara nebeng-nebeng saja di sebuah tempat atau bisnisnya berkumpul bersama. Di sini belum ada. Makanya Bandung Technopolis ini memberikan warna untuk kota berbasis inovasi, jadi di sana ada Marvel," ujar dia.

Ia berharap keberadaan perusahaan kreatif seperti Marvel dan lainnya di Bandung Technopolis bisa menginspirasi kalangan kreatif di Bandung dan Indonesia untuk menjadi inovator.

Emil menambahkan, Pemerintah Kota Bandung tak akan memilih mana perusahaan kreatif lokal atau internasional. Ia berharap, di Bandung Technopolis nanti, perusahaan lokal bisa ikut terkerek dengan adanya kolaborasi dengan perusahaan internasional.

"Yang penting anak muda, inovasi, hasilnya kita dorong, kalau (bisnis) sudah untung, kita berlakukan seperti bisnis seperti biasa (tanpa subsidi)" ujarnya.

Emil mengatakan, untuk membangun kawasan teknologi di Bandung Technopolis, membutuhkan investasi Rp45 triliun. Bandung Technopolis nantinya diperkirakan menyerap 500 ribu lowongan pekerjaan.

Guna memudahkan akses ke Bandung Technopolis itu, Pemkot Bandung dengan kerja sama pihak lain akan membangun infrastruktur pendukung, di antaranya kereta cepat Jakarta-Bandung yang ditempuh hanya 30 menit, dan monorel, yang akan langsung terhubung ke kawasan kreatif tersebut.

Startup yang akan berguru ke markas Google

Enam Startup Indonesia Kembali Berguru ke Markas Google

Ini merupakan gelombang kedua startup Indonesia yang digembleng Google

img_title
VIVA.co.id
9 Agustus 2016