Di Balik Pencatutan Nama Jokowi demi Saham Freeport

Menteri ESDM Sudirman Said berjabat tangan dengan Wakil Ketua Majelis Kehormatan Dewan Junimart Girsang dan Hardisoesilo usai pertemuan tertutup di Jakarta, Senin (16/11/2015).
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id - Kontrak perusahaan tambang asal Amerika Serikat yang beroperasi di Papua, Indonesia, PT Freeport Indonesia, sebenarnya baru habis pada 2021. Oleh karena itu, pembahasan mengenai perpanjangan kontrak seharusnya dilakukan paling lambat pada 2019.

Kasus Pemalsuan Surat Lahan, Gubernur Kepri Sebut Bisa Diselesaikan dengan Musyawarah

Persoalan muncul ketika Menteri Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM), Sudirman Said, memperpanjang izin ekspor perusahaan itu pada Minggu, 25 Januari 2015 melalui suatu memorandum of understanding atau nota kesepahaman. Banyak kalangan yang menolak langkah Sudirman tersebut.

Sejumlah aktivis masyarakat menilai Sudirman, juga pemerintah secara umum, termasuk Presiden Joko Widodo membawa Indonesia ke arah neo liberalisme. Mereka dinilai telah menghilangkan semangat nasionalisasi energi dan melanggar Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang mineral dan batu bara (minerba). UU tersebut melarang perusahaan mengekspor produk minerba tanpa diolah.

CEO Freeport Temui Jokowi di Istana, Bahas Smelter hingga Perpanjangan Izin Tambang

Reaksi protes juga muncul dari kalangan politisi Senayan termasuk pimpinan DPR seperti Fahri Hamzah dan Fadli Zon. DPR menuding pemerintah lembek, karena menilai sudah memperpanjang masa negosiasi kontrak selama 6 bulan lagi.

Kontroversi ini terus berlangsung bahkan setelah Presiden Joko Widodo melakukan reshuffle atau perombakan kabinet jilid I pada Rabu, 12 Agustus 2015. Rizal Ramli yang merupakan Menteri Koordinator Kemaritiman baru justru menentang kebijakan perpanjangan izin tersebut. Jadilah, Rizal dan Sudirman, sesama anggota kabinet Jokowi saling "berhadap-hadapan".

Prabowo Bakal Pajang Lukisan dari SBY di Istana Presiden yang Baru

"Pejabat yang sok-sok mau memperpanjang kontrak ini keblinger. Kenapa, karena masih banyak hal yang Freeport tidak penuhi. Selama 1967-2014, hanya membayar royalti emas 1 persen, padahal negara lain kewajiban bayar 6-7 persen," kata Rizal pada suatu kesempatan.

"Saya telah mengirim surat kepada Freeport dengan rumusan yang sesuai dengan arahan Bapak Presiden yang isinya tidak ada risiko hukum maupun politik, tidak ada pelanggaran hukum, tidak ada kata-kata perpanjangan kontrak tetapi rumusan itu menjadi solusi bagi persiapan kelanjutan investasi Freeport dalam jangka panjang. Para pihak yang tidak paham harap menghentikan spekulasi mengenai perpanjangan kontrak karena itu sama sekali tidak benar," balas Sudirman dalam kesempatan berbeda.

Kisruh mengenai Freeport mencapai babak baru ketika awal November, Sudirman melontarkan tuduhan bahwa ada seorang politisi terkenal, berpengaruh dan ada di DPR yang mencatut nama Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Sang politisi ini mengklaim bisa membantu Freeport mendapatkan perpanjangan kontrak.

Namun tidak gratis, karena perusahaan itu harus membayar harganya dengan memberikan saham. Bukan untuk dirinya, saham ia klaim untuk dua orang pucuk pimpinan negeri yaitu Jokowi dan Jusuf Kalla.

Sudirman mengaku tak asal bicara. Demi membuktikan omongannya, ia berjanji akan melaporkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).

Janji itu lantas benar-benar ia buktikan. Pada Senin, 16 November 2015, Sudirman akhirnya melaporkan anggota DPR itu ke MKD atas dugaan pelanggaran kode etik.

"Saya telah menjelaskan nama, waktu, dan tempat kejadian, serta pokok pembicaraan yang dilakukan oleh oknum salah satu anggota DPR dengan pimpinan Freeport. Ini agar MKD bisa menindaklanjuti dengan proses institusional dan konstitusional," ujarnya saat menggelar konferensi pers di MKD DPR, Jakarta, Senin, 16 November 2015.

Sudirman mengatakan, ada seorang anggota DPR bersama pengusaha yang beberapa kali bertemu dengan pimpinan PT Freeport Indonesia. Pada pertemuan ketiga, anggota DPR tersebut bertemu pimpinan Freeport di sebuah hotel di kawasan Pacific Place, SCBD, Jakarta.

"Anggota DPR tersebut menjanjikan cara penyelesaian tentang kelanjutan kontrak Freeport dan meminta agar saham yang disebutnya diberikan kepada Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla," dia menambahkan.

Ternyata tak hanya saham Freeport, Sudirman mengungkapkan bahwa anggota Dewan itu juga meminta saham proyek listrik yang akan dibangun di Papua.

"Anggota DPR tersebut juga akan meminta agar diberi saham suatu proyek listrik yang dibangun di Timika, Papua," kata Sudirman.

Dia juga mengatakan, yang bersangkutan juga meminta perusahaan tambang multinasional itu menjadi investor sekaligus pembeli (off taker) tenaga
listrik yang dihasilkan dari proyek itu. Adapun pembangkit listrik yang dimaksud adalah PLTA Rumuka di Timika.

"Yang dibicarakan itu mereka meminta 49 persen saham dan 51 persen yang diminta investasi adalah Freeport. Freeport diminta membeli tenaga listriknya," kata dia.

Sudirman mengatakan, keterangan tersebut ia peroleh dari petinggi PT Freeport langsung. Perusahaan tambang multinasional itu melapor karena ia selalu meminta Freeport, sejak mulai negosiasi, agar perusahaan itu melaporkan setiap interaksi dengan pemangku kepentingan di Indonesia.

"Hal ini menjaga agar keputusan apa pun diambil secara transparan, mengutamakan kepentingan nasional, dan bebas campur tangan pihak-pihak yang akan mengambil kepentingan pribadi," tuturnya.

Identitas Sang Pencatut

Banyak pihak penasaran siapa identitas sang pencatut nama Jokowi dan Jusuf Kalla demi saham Freeport tersebut.

Namun, Sudirman Said tetap bungkam saat dikonfirmasi soal itu. Ia juga bungkam saat dimintai bocoran oleh awak media tentang asal partai dari politikus yang dimaksud.

"Identitasnya kami serahkan ke Mahkamah Kehormatan Dewan," ujar Sudirman di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin, 16 November 2015.

Sudirman menyatakan belum memikirkan akan melapor ke kepolisian. Sebab, menurut dia, hal ini masih berada di ranah pelanggaran kode etik.

"Urusan saya urusan etika, dan saya melaporkannya ke MKD," ujar Sudirman.

Beredar kabar jika politikus yang dimaksud adalah salah satu pimpinan DPR. Namun, Sudirman tetap bungkam saat dikonfirmasi mengenai hal ini.

"Identitas sudah saya berikan ke MKD, nanti MKD yang bekerja," ucapnya.

Eks direktur utama PT Pindad itu hanya membeberkan jika anggota DPR yang dimaksud berjumlah satu orang.

"Namun, yang terlibat anggota DPR dan seorang pengusaha," kata Sudirman.

Wakil Ketua MKD, Junimart Girsang, menyatakan pihaknya sudah menerima laporan dari Menteri ESDM, Sudirman Said. Dalam laporan itu juga disebutkan adanya anggota DPR yang meminta sejumlah saham kepada PT Freeport.

"Kami menerima laporan dari Sudirman Said tentang adanya perpanjangan kontrak Freeport. Di mana menurut beliau, anggota tersebut minta saham yang diberikan ke Presiden dan Wakil Presiden. Dia juga minta saham di Timika," kata Junimart di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin, 16 November 2015.

Junimart menyatakan bahwa Sudirman telah memberitahu identitas dari politikus yang dimaksud. Namun, dia masih enggan membocorkan siapa politikus tersebut.

"Identitas disebut, tapi terlalu prematur. Dia sebut total namanya. Dia juga bersama seorang pengusaha cukup terkenal di dunia internasional. Lalu, ada bukti percakapan," ujar Junimart.

Junimart hanya mengungkapkan bahwa pengusaha yang dimaksud adalah seorang pengusaha di lingkungan PT Freeport. "Pengusaha di Freeport yang cukup top," katanya.

Selanjutnya, politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu menyatakan bahwa MKD akan menindaklanjuti laporan tersebut. Namun sebelumnya, MKD akan memverifikasi laporan itu.

"Tentu akan kami verifikasi, apa bisa ditindaklanjuti atau tidak. Hari ini tenaga ahli  segera verifikasi," ujar Junimart saat itu.

Siapa identitas anggota DPR yang mencatut nama Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam persoalan kontrak PT Freeport Indonesia, masih belum terjawab.

Anggota Fraksi Partai Demokrat Ruhut Sitompul pun ikut memberikan sedikit petunjuk, siapa yang diduga mencatut nama Presiden dan Wapres untuk meminta saham PT Freeport.

"Kita tunggu MKD nanti akan memanggil 'komandan' itu," kata Ruhut saat ditemui di DPR, Senayan, Jakarta, Senin, 16 November 2015.

Mendengar Ruhut menyebut kata "komandan", para wartawan segera mengorek keterangan lebih dalam. Komandan siapa?

"Ya kalian tahulah komandan itu. Ya kan kalian tahu komandan kami siapa lah, kan kalian tahu," ujar Ruhut.

"Clue-nya?" desak para wartawan.

"Halah, kalian juga sudah tahulah. Aku aja tahu, apalagi kalian," seloroh pemeran "Si Poltak" dalam sebuah sinetron di TV swasta itu.

Terlepas dari siapa sang anggota DPR itu, Ruhut menilai laporan Menteri ESDM Sudirman Said harus disikapi secara positif. Dia berharap MKD segera bekerja.

"Saya dengar ada beberapa nama, ada di rekaman, ya kita tunggu. Ya pengusaha disebut juga, dari DPR satu orang disebut juga," ujar Ruhut.

Walaupun MKD adalah lembaga etika, Ruhut berpendapat bahwa asas praduga tak bersalah harus tetap dipegang. Meskipun bagi dia, siapa oknum tersebut sudah menjadi rahasia umum.

"Kalian tahu juga siapa. Aku hanya memohon jagalah nama baik DPR. Kalau merasa tidak benar, laporkan saja Sudirman Said ke polisi," kata Ruhut.

Setya Novanto Bereaksi

Isu bahwa sang anggota yang dimaksud adalah Ketua DPR Setya Novanto berembus kencang. Ketika Sudirman mengadu ke MKD, kabar Novanto akan menemui Wakil Presiden Jusuf Kalla langsung beredar.

Politisi Partai Golkar itu memang dijadwalkan bertemu dengan Kalla di kantor Wakil Presiden, Jakarta, Senin, 16 November 2015. Apakah berhubungan dengan langkah Sudirman?

"Tidak tahu (tujuan Novanto bertemu). Beliau yang meminta waktu. Kalau minta waktu tentu saja," kata Kalla di kantornya.

Sementara itu, Novanto menyebut pertemuan dengan Kalla pada sore hari itu hanya untuk mengantar undangan pernikahan anaknya. Dia membantah pertemuan tersebut berkaitan dengan kedatangan Sudirman Said ke DPR.

"Kan saya mau ngawinin anak, mengantarkan undangan, tentu kepada pihak-pihak yang senior yang tentu saya hormati," tutur Novanto.

Namun, usai bertemu JK, Novanto mengaku pertemuan itu sekaligus mengklarifikasi soal rumor dirinya mencatut nama Presiden Jokowi dan Jusuf Kalla, untuk meminta jatah PT Freeport. Pernyataan ini dibenarkan oleh Jusuf Kalla.

"Ya, saya harus menyampaikan karena saya tidak pernah menggunakan masalah-masalah ini untuk kepentingan yang lebih jauh. Jadi saya nggak pernah membawa nama-nama Presiden atau Wapres," kata Novanto, usai bertemu Kalla di kantornya, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Senin, 16 November 2015.

Novanto mengatakan, apa pun yang dibicarakan menyangkut Presiden maupun Wakil Presiden, hanya masalah yang penting. Bukan untuk pribadinya tapi demi kepentingan bangsa dan negara.

Untuk itu, kepada Kalla, Novanto mengatakan dirinya tidak pernah mencatut nama RI-1 dan RI-2 itu seperti yang dirumorkan selama ini.

"Dengan isu-isu tersebut tentu saya pasti menyampaikan bahwa saya tidak pernah membawa-bawa nama Presiden ataupun Wapres, karena yang saya lakukan adalah yang terbaik untuk kepentingan bangsa dan negara dan untuk kepentingan masyarakat Indonesia," ujarnya.

Novanto menegaskan, dia berjuang untuk kesejahteraan masyarakat Papua. Tidak untuk kepentingannya sendiri.

"Masalah Papua itu tentu saya selalu berjuang supaya masalah pendapatan daripada masyarakat di Papua akan lebih baik," katanya.

Setelah memberi klarifikasi pada Senin, 17 November 2015, Novanto kembali menyatakan tidak pernah membawa atau mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

"Tentu saya melihat di media bahwa saya membawa atau mencatut nama Presiden, tapi yang jelas bahwa Presiden dan Wakil Presiden itu simbol negara yang harus kita hormati serta juga yang harus kita lindungi. Jadi menurut pendapat saya, kita juga tidak akan membawa nama-nama beliau karena tentu saya harus hati-hati," ujar Novanto di Gedung DPR, Selasa, 17 November 2015.

Mengenai Freeport, Novanto menilai bahwa pemerintah khususnya Presiden Jokowi telah memberikan perhatian yang maksimal khususnya terkait program-program Freeport dalam Corporate Social Responsibility (CSR) nya yang ditujukan untuk menyejahterakan masyarakat Papua.

"Presiden dan Wakil Presiden khusus yang berkaitan dengan Freeport ini sangat perhatian, khususnya yang berkaitan dengan masalah bagi hasil, yang berkaitan dengan CSR yang khusus untuk kepentingan rakyat, khususnya buat rakyat Papua," kata Novanto.

Novanto juga tidak pernah bermain-main dengan saham. Dia mengklaim selalu berhati-hati.

"Tapi, yang jelas tentang saham, kita harus hati-hati," kata Novanto di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa, 17 November 2015.

Sebagai salah satu pimpinan DPR, Novanto mengaku sangat memperhatikan kode etik di Indonesia dan juga Amerika atau perusahaan-perusahaan Amerika. Karena itu, Duta Besar selalu mengingatkan kepadanya mengenai adanya Foreign Corruption Practice Act.

"Bahwa di dalam hal yang berkaitan dengan saham itu harus hati-hati, karena itu harus dinilai dan tidak gampang diberikan," tuturnya.

Novanto menyebutkan bahwa setiap perusahaan milik Amerika Serikat di mana pun juga memiliki mekanisme pengawasan masuk dan keluarnya uang dengan sangat ketat dan teliti.

"Itu betul-betul harus dilihat, dan uang yang keluar dari perusahaan Amerika, seratus ribu rupiah saja itu harus dilaporkan, apalagi jumlah-jumlah yang besar apalagi saham," katanya.

Novanto juga mempersilakan MKD melaksanakan tugas. Dia menilai apa yang disampaikan oleh Sudirman itu sah-sah saja.

"Yang penting itu substansinya apa? Yaitu tentu kita harus mempelajari, kita saling menghormati karena masalah ini tentu harus disampaikan secara jelas," tuturnya.

Di tengah polemik siapa sebenarnya anggota DPR yang mencatut nama Jokowi dan JK serta meminta jatah Freeport itu, beredar transkrip yang diduga percakapan antara Setya Novanto dan pengusaha dan petinggi PT Freeport Indonesia beredar.

Dalam dokumen yang diterima VIVA.co.id, Selasa, 17 November 2015, tertulis ada tiga orang dengan inisial SN, MS, dan R yang terlibat dalam pembicaraan tersebut. 

Motif Sang Menteri

Peneliti senior The Indonesia Public Institute (IPI), Karyono Wibowo, melihat ada motif politik dari manuver Sudirman Said tersebut. Menurut Karyono, ini masih terkait dengan isu reshuffle atau perombakan kabinet jilid II.

"Wacana reshuffle jilid dua sekarang ini kan semakin menguat, jadi cukup beralasan gebrakan menteri ESDM ini berkaitan juga dengan rencana reshuffle agar beliau tidak diganti," kata Karyono kepada VIVA.co.id.

Karyono melihat, Sudirman termasuk salah satu menteri yang namanya santer disebut-sebut berpotensi diganti, karena kerap membuat kebijakan yang kontroversial dan menimbulkan polemik. Kebijakan itu antara lain membuat keputusan yang memberikan jaminan investasi jangka panjang yang oleh banyak pihak hal itu merupakan modus untuk memberikan perpanjangan kontrak PT Freeport di kemudian hari.

Dari sisi kepentingan publik, lanjut pria asal Pati Jawa Tengah ini, kebijakan menteri ESDM dinilai tidak populis, karena tidak mampu menyediakan energi yang murah bagi masyarakat bawah.

"Harga BBM, gas elpiji, gas alam, dan tarif dasar listrik terus melonjak. Dari sisi kepentingan masyarakat kelas menengah bawah, kebijakan Menteri ESDM Sudirman Said dinilai bertentangan dengan aspirasi mereka," lanjut Karyono.

Selain itu, Karyono berpendapat, terlalu naif tokoh sekaliber Setya Novanto mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden untuk meminta saham dan proyek. Apalagi hal itu disampaikan langsung kepada pimpinan PT Freeport Indonesia.

Karyono juga mencatat, wakil ketua umum Partai Golkar itu dikenal sangat lihai dan hati-hati dalam memainkan perannya, baik sebagai politisi maupun pengusaha. Oleh karena itu, Novanto seharusnya sangat menyadari posisinya sebagai pimpinan lembaga legislatif bukan bagian dari eksekutif.

"Dia juga bukan berasal dari partai pendukung pemerintahan Jokowi–JK."

Meski demikian, Karyono setuju dengan gebrakan Menteri ESDM Sudirman Said ini patut didukung dengan syarat ada alat bukti yang kuat. Namun di sisi lain, tegas dia, langkah Sudirman itu patut diduga ada aroma politis.

Analisis Karyono itu juga dibenarkan oleh Wakil Ketua DPR Fadli Zon. Dalam acara Indonesia Lawyer Club (ILC), Selasa, 17 November 2015, Fadli menangkap motif politik dari Sudirman.

"Sudirman Said melakukan manuver politik agar tidak ingin kena reshuffle. Ini mekanisme survival, pelanggaran undang-undang jelas," kata Fadli.

Pro Kontra

Sejumlah pihak mendukung langkah Sudirman Said. Namun tak sedikit yang menentangnya. Selain menilai Sudirman bukan sosok yang berprestasi, pelaporan anggota DPR ke MKD itu juga dilihat sekadar mencari sensasi.

Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah menilai, Menteri ESDM, Sudirman Said, tidak ambil pusing dengan rumor adanya pencatutan nama Presiden Jokowi oleh salah satu anggota DPR yang meminta saham PT Freeport. Menurut dia, Sudirman sebaiknya fokus dengan kinerjanya sebagai menteri.

"Sudirman Said fokus saja. Rancangan bahasan APBN, tidak usah ke mana-mana. Tidak ada angin, tidak ada hujan, tiba-tiba ada yang mencatut nama Presiden," ujarnya di Gedung DPR, Senin, 16 November 2015.

Sudirman Said mendatangi MKD untuk melaporkan politisi yang diduga mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden untuk meminta saham PT Freeport.

"Apanya yang mau dibuka, transaksinya seperti apa. Masa obrolan jadi persoalan. Apalagi obrolannya satu dua orang. Negara kacau betul konstruksi berpikirnya. Obrolan satu dua orang jadi bukti publik dan dibicarakan," ujar politisi PKS ini.

Menurut Fahri, hal seperti ini tidak perlu dibesar-besarkan. Ia bahkan meminta Sudirman untuk tidak mencari sensasi atau mengambil keuntungan dengan pelaporan seperti ini.

"Ya tidak ada perkara, dia tidak usah jadikan begini-begini, tidak usah ada perkara. Apa dia mau dianggap sukses dengan ngomong seperti ini," kata dia.

Wakil Ketua DPR, Fadli Zon, juga mempertanyakan tuduhan Sudirman soal anggota DPR yang meminta saham pada PT Freeport. Ia justru menilai Menteri ESDM merupakan menteri yang tidak ada prestasi.

"Menteri ini juga menteri yang tidak berprestasi juga. Dalam sektor migas, saya tidak melihat prestasinya. Apa sih prestasinya, lifting oil kita juga biasa-biasa saja dan sekarang malah membuat seperti ini. Saya kira perlu dievaluasilah," ujarnya di Senayan, Senin 16 November 2015.

Fadli menyoroti mengenai konteks pembicaraan yang dituduhkan pada anggota DPR itu dengan Freeport.

"Apakah konteksnya kelembagaan, apa konteksnya usulan, atau konteksnya sekadar pribadi dan siapa yang berbicara yang meminta itu. Saya sangat meragukan," katanya.

Ia juga mempermasalahkan bukti yang disampaikan Sudirman. Misalnya rekaman, apakah rekaman itu legal atau ilegal, atau rekaman itu buatan, rekayasa.

"Harus dibuktikan. Jadi masih mentah," ujarnya.

Fadli menegaskan bahwa apa yang dilakukan oleh Sudirman Said adalah suatu manuver politik, untuk menutupi sesuatu. Justru, dia menilai Sudirman lah yang paling banyak menguntungkan Freeport dengan memberikan izin melakukan ekspor.

"Jadi banyak keganjilan, saudara Sudirman Said ini sedang melakukan manuver politik apa. Sedang menutupi apa. Dia bekerja untuk siapa. Apakah dia ini sekarang bekerja untuk Presiden atau siapa, atau untuk Freeport," ucapnya.

Dia juga mempersoalkan kenapa tidak dari dulu Sudirman melaporkan dan malah baru sekarang dilaporkan. Padahal kejadian pada bulan Juni, dan sekarang sudah November.

"Menurut saya siapa pun yang dilaporkan oleh Sudirman Said harus melaporkan pada pihak Kepolisian karena mencemarkan," kata dia.

Partai Golkar mendukung MKD untuk menyelesaikan kasus pencatutan nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat. Meskipun salah satu tertuduh adalah Ketua DPR, Setya Novanto, yang merupakan kader beringin.

"Fraksi Partai Golkar mendukung sejauh itu untuk kebaikan DPR sebagai institusi yang perlu dijaga marwah dan kehormatannya," kata Sekretaris Fraksi yang juga Bendahara Umum Partai Golkar, Bambang Soesatyo, dalam siaran pers, Selasa, 17 November 2015.

Bambang menegaskan bahwa MKD tidak boleh ragu untuk menuntaskan laporan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Sudirman Said. Tapi juga harus adil dan bekerja sesuai fakta.

"Walaupun kami minta MKD tidak boleh ragu, namun kami juga mengingatkan agar MKD cermat karena muatan politisnya lebih mendominasi ketimbang masalah hukumnya," ujar Bambang.

Anggota Komisi III berpendapat bahwa rekaman itu perlu diverifikasi. Selain itu juga harus diungkap siapa yang merekam pembicaraan sensitif tersebut dan untuk tujuan apa.

Sedangkan kepada orang yang disebut telah mencatut nama Presiden dan Wapres, Bambang meminta agar segera meminta maaf kepada rakyat. Khususnya kepada Jokowi dan JK yang seolah-olah dikesankan meminta bagian saham dari perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia.

Sikap berbeda ditunjukkan oleh kolega Bambang yaitu Aziz Syamsuddin yang merupakan Ketua Komisi III DPR. Menurut Aziz, Golkar belum mengambil sikap terkait dugaan pencatutan nama Presiden Jokowi oleh Setya Novanto untuk meminta saham 20 persen kepada PT Freeport Indonesia.

Menurut dia, belum dibahasnya masalah ini karena laporan dari Menteri ESDM masih bersifat pengaduan dan masih harus dibuktikan kebenarannya melalui verifikasi oleh MKD.

"Belum, Golkar belum membahas hal ini karena ini kan baru pengaduan," ujarnya di Gedung DPR, Jakarta, Selasa, 17 November 2015.

Namun, Aziz mengancam, partainya bisa menuntut Sudirman Said jika laporannya tak terbukti. Nantinya, laporan menteri ESDM itu akan dibuktikan dengan hasil verifikasi yang tengah dilakukan oleh tenaga ahli yang dipersiapkan MKD.

Sejak Senin, 16 November 2015, hingga 14 hari ke depan, MKD akan melakukan verifikasi terkait laporan itu. Nantinya, akan dikombinasikan antara bukti transkrip dan rekaman asli dari pembicaraan Setya Novanto dengan salah satu pengusaha di lingkungan PT Freeport untuk mencari informasi dan mengkaji tentang adakah pelanggaran etik yang dilakukan Setya Novanto.

Namun, jika hal itu tidak terbukti, Sudirman Said bisa dilaporkan ke polisi tentang dugaan memberikan keterangan palsu.

"Otomatis Sudirman Said bisa kita laporkan balik ke aparat penegak hukum karena memberikan keterangan palsu," ujar Aziz.

Kue Menggiurkan

Salah satu raksasa bisnis Amerika di Indonesia adalah Freeport McMoRan Copper & Gold. Melalui PT Freeport Indonesia, perusahaan emas kelas dunia asal Amerika itu menjadi salah satu penambang emas dan tembaga terbesar di Indonesia.

Freeport beroperasi di daerah dataran tinggi di Mimika. Kompleks tambang di Grasberg itu merupakan salah satu penghasil tunggal tembaga dan emas terbesar di dunia. Wilayah ini juga mengandung cadangan tembaga dan emas terbesar di dunia. Tahun lalu, Freeport menghasilkan 86 ton emas.

Berdasarkan data Freeport-McMoran yang pernah dikutip VIVA.co.id, Freeport Indonesia merupakan penyumbang pendapatan terbesar bagi induk perusahaan tambang emas yang berpusat di Phoenix, Arizona, AS itu.

Freeport Indonesia membukukan pendapatan US$5,9 miliar, jauh melampaui perusahaan Freeport yang beroperasi di Amerika Utara dengan pendapatan US$4,8 miliar.

Bahkan, Freeport Indonesia juga mengungguli perusahaan dalam kelompok Freeport yang beroperasi di Amerika Selatan dan Eropa. Di Amerika Selatan, kontribusi pendapatan perusahaan Freeport di sana sebesar US$3,8 miliar, sedangkan Eropa hanya US$1,89 miliar.

Secara total, pendapatan Freeport-McMoran dari perusahaan-perusahaan yang beroperasi di sejumlah negara tersebut selama setahun itu mencapai US$15,04 miliar.

Bukan hanya untuk Amerika, Freeport juga membayarkan manfaat langsung bagi Indonesia. Freeport Indonesia telah menyetor kepada pemerintah Indonesia senilai US$1,01 miliar, lebih tinggi dibanding perusahaan Freeport di Amerika Selatan dengan pembayaran US$507 juta.

Sementara itu, selama periode April-Juni 2010, Freeport Indonesia juga telah melakukan kewajiban pembayaran kepada pemerintah Indonesia sebesar US$634 juta atau sekitar Rp5,7 triliun.

"Namun, untuk (kewajiban pembayaran) kuartal III belum kami hitung. Nanti akan kami sampaikan," kata Juru Bicara Freeport Indonesia, Ramdani Sirait, ketika itu.

Menurut dia, dirinya belum dapat memperkirakan nilai kewajiban pembayaran kepada pemerintah Indonesia untuk periode yang berakhir 30 September 2010 itu.

Sementara itu, selama periode April-Juni 2010 tersebut, setoran kepada pemerintah Indonesia itu terdiri atas pajak penghasilan badan US$490 juta, pajak penghasilan karyawan, pajak daerah serta pajak-pajak lainnya sebesar US$106 juta, dan royalti US$38 juta.

Dengan demikian, total pembayaran Freeport selama 2010 hingga Juni telah mencapai US$899 juta dolar atau sekitar Rp8,1 triliun.

Sedangkan total kewajiban keuangan sesuai ketentuan yang mengacu pada kontrak karya 1991 dan telah dibayarkan Freeport Indonesia kepada pemerintah Indonesia sejak 1992 hingga Juni 2010 tercatat US$10,4 miliar.

Freeport-McMoran, induk Freeport Indonesia juga telah memutuskan pembagian dividen tunai sebesar US$0,3 persen per saham yang dibayarkan kepada pemegang saham pada 1 November 2010.

Kini pada 2015, perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia masih terus menimbulkan polemik. Hal ini, karena meski sudah puluhan tahun melakukan aktivitas pertambangan di Indonesia, perusahaan asal Amerika Serikat ini selalu membagi keuntungan ke pemerintah Indonesia yang relatif kecil, yakni di kisaran 1-3 persen.

Menanggapi hal tersebut, Vice President Corporate Communication PT Freeport Indonesia, Riza Pratama, Minggu 25 Oktober 2015, mengatakan ketimpangan pembagian untung itu tidak benar adanya.

Bahkan, menurutnya, perusahaannya hingga saat ini telah memberikan pemasukan kepada pemerintah Indonesia, yang jumlahnya mencapai 60 persen dari hasil penambangan.

"Masih ada beberapa pajak-pajak yang kita bayarkan ke Pemerintah Indonesia, ada pajak badan 35 persen. Jadi, dihitung dari royalti, pajak dan sebagainya itu sudah mencapai 60 persen," ujar Riza di kawasan Cikini, Jakarta.

Dengan begitu, dia beharap, hal tersebut bisa membuat masyarakat juga pemerintah untuk lebih berpikir lebih luas. Karena, penerimaan pemerintah Indonesia dari Freeport Indonesia tidak hanya dari royalti dan kepemilikan saham.

"Sedangkan yang diterima Freeport di Amerika Serikat itu hanya 40 persen," katanya

Selain itu, kata Riza, selama ini, Freeport sudah menggunakan produk pendukung yang diproduksi dalam negeri mencapai 75 persen, sedangkan untuk penggunaan jasa dalam negerinya mencapai 90 persen dan mempekerjakan warga Papua mencapai 35 persen.

"Dari tahun 1991 hingga 2014, manfaat langsung yang sudah diterima pemerintah Indonesia dari kami mencapai US$15,8 miliar. Sedangkan untuk yang tidak langsung banyak sekali mencapai US$33 miliar, itu untuk pembayaran gaji, pembelian alat pendukung dalam negeri, dan lainnya," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya