188 Bahasa Etnis Terancam Punah

I Wayan Arka, ahli bahasa
Sumber :
  • VIVA.co.id/Agus Tri Haryanto

VIVA.co.id - Seorang ahli bahasa, I Wayan Arka, mengatakan, ada 188 bahasa etnis di Indonesia yang masuk kategori terancam punah. Ratusan bahasa itu diambil berdasarkan‎ dari kelompok kecil atau suku yang tersebar di berbagai daerah di Tanah Air.

139 Bahasa Daerah di Indonesia Terancam Punah
"Ada 188 kelompok minor yang bahasa etnisnya terancam dengan berbagai level, dari terancam, hampir‎, hingga sudah punah," ujar I Wayan ditemui VIVA.co.id usai menjadi pembicara di International Conference on Language, Culture, and Society di Auditorium Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Jakarta, Rabu 25 November 2015.

Ahli Bahasa Indonesia, Jusuf Syarif Badudu Tutup Usia
Ratusan bahasa daerah itu terancam punah karena "serangan" dari berbagai sudut. Seperti tidak adanya pelestarian yang dilakukan oleh masyarakatnya hingga munculnya agama modern.

Kamus Bahasa Jawa Standar Internasional Sudah Didigitalisasi
"Bahasa etnis itu hilang, karena mereka tidak sadar kalau bahasanya sudah mulai punah, adanya agama modern yang menganjurkan untuk tidak menggunakan bahasa ritual, sampai tidak ada yang mentransmisikan bahasa tersebut kepada generasi selanjutnya," tuturnya.

Disampaikannya, 188 bahasa tersebut tersebar di seluruh Indonesia. Namun, yang paling banyak terancam punah ada di Indonesia bagian timur.

"Sebagian besar ada di Indonesia bagian timur. 188 bahasa itu dari sekitar 500-700 bahasa etnis yang dimiliki Indonesia," kata dia.

Ia melanjutkan, kalaupun ada untuk pelestarian dari para petinggi adat, mereka banyak yang kurang mengerti cara untuk mentransfer bahasa tersebut agar tetap terjaga dan tidak punah di kemudian hari.

"Bahasa etnis harus ditransmisikan ke anak dan juga didukung oleh lingkungan sekitar, kalau tidak (bahasa) untuk generasi-generasi berikutnya bisa punah," ujar dia.

Maka dari itu, ia berharap pemerintah‎ dapat segera mendokumentasi salah satu kekayaan budaya ini. Sebab, dengan dokumentasi, maka generasi selanjutnya dapat mempelajarinya dan menerapkannya.

"Sekarang coba ada yang tahu tidak bahasa di zaman abad ke-18? Tidak ada kan. Makanya, pemerintah disegerakan untuk mendokumentasikan bahasa yang ada segera, agar bisa dipelajari nantinya. Sebab, kalau tidak, para petinggi adat yang sudah tua ini mati dan kita tidak bisa mendokumentasikannya," tuturnya. (art)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya