Turki-Rusia, Perang Kuasa di Jalur Neraka

Jet tempur Rusia
Sumber :
  • REUTERS/Stringer

VIVA.co.id - Jet tempur jenis Su-24 itu tengah melayang di udara. Tiba-tiba sebuah rudal menghantamnya. Dalam balutan api yang berkobar, pesawat tersebut terus menukik tajam menuju daratan. Kedua pilot berhasil melontarkan diri, sesaat sebelum pesawat menghunjam tanah dan meledak dengan asap hitam yang pekat.

Satu pilot dikabarkan tewas karena terus ditembaki meski masih melayang di udara. Belakangan, penembak dikabarkan berasal dari kelompok pemberontak Suriah. Sementara satu pilot lagi tewas saat operasi penyelamatan dilakukan.

Erdogan Ke Kremlin, Buka Hubungan Baru dengan Rusia

Rusia, pemilik jet tempur Su-24 itu meradangP begitu tahu penembakan itu dilakukan oleh Turki. Negara dua benua itu beralasan, penembakan terpaksa diluncurkan karena jet tempur Rusia melanggar wilayah udara Turki.

Kasus ini memicu ketegangan. Presiden Rusia Vladimir Putin bersikukuh, pesawat itu diserang saat berada satu kilo meter dalam wilayah Suriah yang berbatasan dengan Turki. Jadi, pesawat tak melanggar wilayah udara Turki.  Keputusan Turki yang tetap menembak pesawat Rusia membuat Putin berang. Ia memperingatkan, tindakan Turki membawa konsekuensi yang serius, dan itu seperti sebuah tikaman yang dilakukan dari belakang.

"Kami tak akan pernah menoleransi kejahatan apa pun, seperti yang terjadi saat ini," kata Putin, seperti dikutip Reuters, Rabu, 25 November 2015. ‘Tak menoleransi’ dan ‘konsekuensi yang serius’ menjadi kalimat tegas Putin untuk merepresentasikan kemarahannya.

Melalui surat yang dikirim ke Badan Keamanan PBB, Turki mengatakan, mereka menembak jatuh jet tempur tersebut karena pesawat itu telah memasuki batas wilayah Turki hingga satu  mil selama 17 detik. Turki mengaku telah 10 kali menyampaikan peringatan agar mereka mengubah arah penerbangan, namun pesawat tersebut tak mengindahkan.

"Seharusnya tak ada yang meragukan keinginan baik kami untuk terus memberikan peringatan hingga keputusan terakhir. Namun semua orang harus menghargai hak Turki untuk mempertahankan kedaulatannya," kata Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, saat menyampaikan keputusannya melalui kantor berita Ankara.

Pernyataan Turki dibantah Menteri Pertahanan Rusia. Ia  mengatakan, pesawat tempur Su-24 ditembak oleh Turki, padahal pesawat tersebut secara eksklusif telah berada di wilayah Suriah. Turki menolak penjelasan itu. Seorang pejabat Senior Turki mengatakan, data yang mereka miliki sangat jelas.

"Ada dua pesawat yang mendekati perbatasan kami, dan telah kami peringatkan ketika mereka terus mendekat. Berdasarkan temuan kami, sangat jelas mereka memasuki wilayah udara Turki, meski sudah berulang kali diberikan peringatan. Dan mereka tahu mereka melanggar," komentar pejabat tersebut kepada Reuters.

Kemarahan Rusia semakin bertambah ketika NATO membenarkan tindakan Turki. Melalui pernyataan resmi, Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg menyampaikan sikap NATO yang membela Turki. "Seperti yang berulang kali kami sampaikan, kami mengambil sikap untuk berada bersama Turki dan mendukung integritas teritorial bagi Turki, sekutu kami," kata Stoltenberg, seperti dikutip dari nato.int, Selasa, 24 November 2015.

Sikap NATO membuat Rusia kecewa. Apalagi tak ada satu pun negara Eropa yang menyatakan duka cita atas jatuhnya pesawat Rusia tersebut. Eropa memilih bungkam, dan tak berkomentar atas insiden penembakan yang akhirnya menewaskan dua pilot Rusia.

Erdogan Mengaku Tak Sabar Bertemu Putin

Kejahatan Internasional

Duta besar Rusia untuk Indonesia, Mikail Y. Galuzin menyampaikan kekecewaannya. Saat menggelar konferensi pers di Jakarta,  Galuzin mengatakan, sikap NATO menunjukan organisasi itu hanya melindungi negara yang menjadi anggotanya, bukan melindungi seluruh negara di dunia.

Jasad Militer Rusia Ditahan Militan Suriah

Galuzin mengatakan tak ada yang salah dengan pesawat Rusia, karena mereka terbang dalam rangka perburuan teroris. Seperti Putin, Galuzin juga mengatakan, tindakan Turki yang menembak jatuh pesawat Rusia yang sedang memburu teroris, sama artinya dengan bentuk dukungan Turki pada terorisme.

“Seharusnya sikap Turki yang menembak pesawat kami bisa disebut sebagai sebuah kejahatan dan melanggar peraturan internasional,” komentar Galuzin di Jakarta, 25 November 2015.  “Kami mencurigai tindakan Turki yang melakukan pembelian minyak illegal dari ISIS. Dan kami menduga Turki akan menjual minyak ini ke negara lain,” kata Galuzin.

Jika dirunut, kemarahan NATO, serta Amerika dan Koalisi Internasional sudah terjadi sejak Rusia memutuskan ikut terlibat di Suriah. Rusia, yang berdalih ingin ikut memberantas kelompok militan ISIS, sekonyong-konyong meluncurkan serangan udara sejak 30 September lalu. NATO dan Koalisi Internasional menganggap Rusia tak memerangi ISIS, namun membantu Presiden Suriah Bashar al Assaad memerangi pemberontak yang menolak Assaad.

Sejak awal, Rusia telah berbeda sikap dengan Koalisi Internasional soal penyelesaian masalah Suriah. Amerika, yang didukung Koalisi Internasional selalu meminta Bashar al Assaad turun dan menyerahkan jabatannya sebagai pemimpin negara, agar perang saudara di Suriah bisa segera berakhir. Namun Rusia berbeda pendapat. Menurut Rusia, jika Koalisi Internasional ingin menghantam kelompok militan ISIS di Suriah, justru seharusnya mereka mengajak Bashaar al Assaad terlibat. 

Perbedaan cara pandang ini terus meruncing dengan pola serangan uddara yang dilakukan antara Rusia, Amerika, dan NATO. Suriah mulai menjadi jalur neraka bagi serangan udara. Tapi ketegangan sempat mereda ketika ketiganya berhasil sepakat untuk mengatur penerbangan di wilayah udara Suriah. Namun hanya sebentar, insiden penembakan yang dilakukan Turki pada pesawat tempur Su-24 terjadi.

Penembakan ini menyeret Turki dan Rusia dalam situasi berbahaya. Rusia segera memutuskan untuk membatalkan rencana kunjungan Menteri Luar Negeri Sergei Lavrov, yang harusnya berkunjung ke Turki hari ini, Rabu, 25 November 2015. Tak cukup, negara ini juga melarang warganya datang ke Turki untuk alasan apa pun.  Padahal, menurut harian Turki Today’s Zaman, pada tahun 2014 sebanyak 4,48 juta warga Rusia mengunjungi Turki untuk berwisata. Dan Rusia menyumbang lebih dari 12 persen pendapatan Turki dari sektor pariwisata.

Selama ini, Turki dan Rusia adalah mitra dagang yang signifikan. "Namun, penembakan jet tempur ini membuat hubungan itu berada di titik terendah," komentar Ivan Konovalov, Direktur Pusat Studi Strategis Rusia saat diwawancara oleh jaringan televisi kabel, Rossiya 24.

Tak hanya warga Rusia yang merasakan ketegangan, Amerika dan Eropa juga mulai merasakan situasi yang semakin kencang di Suriah. Presiden Amerika Barack Obama dan Presiden Prancis Francois Hollande meminta agar Rusia dan Turki meredakan ketegangan. Meski pun membenarkan tindakan Turki, namun keduanya menganggap butuh kekuatan untuk menghadapi teroris sesungguhnya, yaitu kelompok militan ISIS.

Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov dalam sebuah konferensi pers mengatakan, Rusia memiliki keraguan yang sangat serius atas kasus ini. Kejadian penembakan tersebut, menurut Lavrov, seperti sebuah provokasi yang disengaja.

“Kami mempertanyakan kepemimpinan Turki yang gagal mengkomunikasikan hal ini,” katanya, seperti dikutip dari politico.com, Rabu, 25 November 2015. Namun Lavrov mengatakan, Rusia tak pernah bermaksud memerangi Turki, dan sikap Rusia pada orang-orang Turki tak akan berubah.

Situasi ‘tegang’ antara Turki dan Rusia sepertinya masih akan terus bergulir. Meski Lavrov mengatakan Rusia tak bermaksud memerangi Turki, namun kalimat itu tak bisa memberi jaminan bahwa Rusia akan diam menunggu. Kekecewaan mereka pada NATO, yang tetap mendukung Turki, membuat Rusia meradang.  Dan itu tersampaikan dengan jelas melalui pernyataan Mikail Y. Galazin, Duta Besar Rusia untuk Indonesia, saat konferensi pers di Jakarta, “Kami sangat kecewa dengan Turki. Ini adalah perbuatan pengecut dan tak bisa kami terima. Sekarang, kami tak memperhitungkan mereka lagi sebagai sahabat.”

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya