Tarik Ulur Divestasi Saham Freeport Indonesia

Tambang Freeport di Papua.
Sumber :
  • ANTARA/Muhammad Adimaja

VIVA.co.id - PT Freeport Indonesia diberikan tenggat waktu hingga akhir tahun ini untuk segera melakukan divestasi saham kepada pemerintah Indonesia.

United Tractors Akan Produksi Tambang Emas

Namun, hingga saat ini, anak usaha Freeport Mc-MoRan Copper & Gold Inc. ini belum juga menyerahkan penawaran divestasi sahamnya yang direncanakan sebesar 10,64 persen. 

Merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 77 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), Freeport diwajibkan melepas 30 persen sahamnya kepada pemerintah atas badan usaha nasional, karena masuk kategori perusahaan tambang bawah tanah.
Enam Bulan, Realisasi Investasi Energi Mencapai US$876 Juta

Sejauh ini, pemerintah baru mengantongi 9,36 persen saham Freeport, sehingga perusahaan tersebut masih harus melepas 20,64 persen sahamnya dalam dua tahap lanjutan.
BPS: Pertumbuhan di Sektor Pertambangan Melambat

Namun, Freeport Indonesia belum bisa memastikan waktu pasti untuk mendivestasikan sahamnya yang sebesar 10,64 persen. Perusahaan tambang multinasional itu masih menunggu kejelasan dari pemerintah.

"Kami masih menunggu konstruksi hukum dan mekanisme yang jelas dari pemerintah," kata juru bicara Freeport Indonesia, Riza Pratama pada VIVA.co.id lewat pesan tertulisnya, Kamis 26 November 2015.  

Kalau sudah diputuskan, Riza menambahkan, pihaknya akan mengikuti aturan yang berlaku.

Namun, menurut Riza, Freeport Indonesia cenderung menyukai skema pelepasan saham lewat penawaran publik (initial public offering/IPO). Alasannya, skema ini dinilai lebih transparan dan akuntabel. "Kami lebih prefer (lebih suka) IPO, karena alasan transparan dan akuntabel," kata dia.

Sementara itu, pemerintah saat ini tengah menyiapkan regulasi, agar perusahaan-perusahaan tambang asing yang memiliki kegiatan usaha di Indonesia, melakukan pencatatan saham, atau listing melalui mekanisme penawaran umum perdana saham (IPO) di PT Bursa Efek Indonesia (BEI).

Direktur Utama BEI, Tito Sulistio, mengatakan otoritas bursa akan membuat peraturan mengenai porsi penyerapan saham perusahaan tambang asing, jika melepas sahamnya dengan mekanisme IPO.

"Kami bisa bikin peraturan yang beli harus rakyat Indonesia. Itu keberpihakan namanya, yang beli harus rakyat Indonesia. Asing beli, setelah berapa tahun. OJK (Otoritas Jasa Keuangan) bisa bikin (aturan), bursa bisa bikin," ujar Tito di gedung BEI, belum lama ini. 

Tito meyakini, jika Freeport Indonesia bergabung menjadi emiten di BEI, sahamnya akan terserap oleh pasar. Apalagi, saham perusahaan tambang di Papua tersebut menarik bagi pelaku pasar.

Menurutnya, perusahaan asing atau anak perusahaan yang menggali sumber daya alam di Indonesia, seharusnya mencatatkan sahamnya di BEI. Sebab, sumber daya alam Indonesia juga harus dinikmati rakyat Indonesia.

"Rakyat kasih mandat kepada pemerintah untuk menjalankan negara, termasuk mengelola sumber daya alam. Jika sumber daya alam tidak dikelola pemerintah, perusahaan swasta, apalagi asing terus listed (mencatatkan saham) di luar negeri, elok enggak? Orang Jawa bilang enggak elok, listed di Indonesia dong," ujar dia. 

Tito menjelaskan, pelepasan saham Freeport Indonesia melalui IPO memungkinkan untuk dilakukan. "Intinya, saya baca kontrak yang ditandatangani 1991. Alternatifnya, pencatatan saham di Bursa Efek Jakarta (kini Bursa Efek Indonesia) ada tertulis di situ. Insya Allah lebih bagus. Saya imbau, yang satu ini kan sumber daya alam milik rakyat," ujarnya.

Berikutnya, dua BUMN siap membeli



Dua BUMN siap beli 

Rencana divestasi saham PT Freeport Indonesia juga ditunggu Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Menteri BUMN, Rini Soemarno ingin perusahaan pelat merah bisa mengambil divestasi saham Freeport. Dengan begitu, Rini bisa menempatkan wakil BUMN di jajaran manajemen perusahaan.

"Kalau bisa kita naikkan jadi 20 persen, itu kan, menjadi kepemilikan yang cukup baik. Kita bisa duduk sebagai manajemen, bisa duduk sebagai direksi yang aktif. Harapannya begitu," kata Rini di Jakarta, Selasa lalu, 24 November 2015.

Dia mengatakan, telah melayangkan surat minatnya kepada kementerian terkait, dalam hal ini adalah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Kementerian Keuangan. "Kami sudah menulis surat, tetapi kan, kami menunggu saja," kata Rini.

Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN, Fajar Harry Sampurno, menambahkan, ada dua BUMN tambang, yaitu PT Aneka Tambang Tbk dan PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) yang siap untuk membeli saham Freeport Indonesia.

"Kami sudah siapkan dan siap ambil alih, kalau ditawarkan kepada BUMN. Dan, harga yang ditawarkan sesuai," kata Harry ketika dihubungi VIVA.co.id di Jakarta, Kamis 26 November 2015.

Kementerian BUMN memilih dua perusahaan ini untuk mengambil 10,64 persen saham Freeport yang dilepaskan kepada Indonesia. "Yang bisa mengambil alih saham itu adalah perusahaan yang punya pengalaman dalam tambang emas," ujar dia.

Sementara itu, Rini beralasan, Antam dan Inalum bisa saling mengisi terkait masalah divestasi saham Freeport. Antam mempunyai kemampuan di bidang pertambangan, sedangkan Inalum punya neraca keuangan yang kuat.

Namun, keinginan Menteri BUMN tersebut mendapat tanggapan dari mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia Anwar Nasution. Ia meragukan perusahaan tambang pelat merah tersebut, dapat membeli sisa saham perusahaan tambang asal Amerika Serikat itu.

"Aneka Tambang itu bukan saingan untuk Freeport. Antam disuruh beli saham Freeport itu bodoh. Mana punya mereka kemampuan ambil alih itu," ujar Anwar, dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu lalu, 21 November 2015.

Berikutnya, Freeport mau pilih yang mana?



Mau pilih yang mana?  

PT Freeport Indonesia didorong untuk divestasi saham lewat initial public offering (IPO). Bahkan, pemerintah akan membuat aturan saham Freeport hanya bisa dibeli oleh Warga Negara Indonesia (WNI). 

Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan, Muliaman D. Hadad mengaku akan dengan senang hati menerima Freeport, apabila mereka mencatatkan sahamnya di BEI.

"Pada prinsipnya, kami senang kalau ada perusahaan besar yang listing. Kami dorong malah," ujar Muliaman, saat ditemui di Hotel JW Marriot Kuningan, Jakarta, Kamis lalu, 19 November 2015.

Muliaman mengatakan, pihaknya selaku otoritas pengawas pasar modal akan menyiapkan mekanisme tertentu, apabila perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut bersedia melepas sahamnya. "Pokoknya, kami sediakan mekanisme. Nanti, kami tunggu dulu," kata dia.

Sementara itu, analis Universal Broker Satrio Utomo menyampaikan, Freeport Indonesia sebaiknya mencatatkan sahamnya di BEI. Sebab, sebagai perusahaan asing yang mengeksploitasi kekayaan alam Tanah Air baiknya masuk ke pasar modal agar lebih transparan dan terbuka.

"Pasar modal kan, menawarkan transparansi. Dengan perusahaan yang masuk pasar modal, jadi lebih tahu isinya seperi apa," kata dia, saat dihubungi VIVA.co.id, Kamis 26 November 2015.

Ia mengatakan, jika saham Freeport masuk ke pemerintah, atau dengan melalui BUMN, seringkali faktor transparasi tidak terjadi. Apalagi, saat ini, pihak BEI sudah terbuka menerima Freeport di tengah-tengah harga tambang yang sedang menurun.

"Kedua, pasar modal sudah cukup besar menerima Freeport. Mereka sudah (ada) masalah di luar negeri, saham mereka karena sebuah tambang minyak (lagi) tidak bagus, dan itu membuat kondisi keuangan mereka kurang bagus," tuturnya.

Namun, Satrio mengakui, meskipun potensi yang tidak diinginkan dapat terjadi, misalnya melalui skenario saham Freeport yang akan dikuasai oleh asing, atau pihaknya sendiri, dapat diantisipasi oleh regulasi pemerintah.

"Belakangan ini ada yang menarik pemerintah, bukan hanya mengambil alih Freeport, tetapi sekalian ambil alih investasi internasional. Kalau Freeport Indonesia sih menguntungkan, tetapi Freeport internasional sedang jelek. Kalau ambil alih Freeport Indonesia harga kurang bagus, enggak tahu kalau diambil alih internasionalnya," ujar dia. 

Selain itu, Satrio juga mengimbau, agar pihak regulator baik BEI maupun OJK juga saling bersinergi mengenai transparansi dan keterbukaan informasi. "IPO pilihan yang paling baik, asal jangan larinya ke DPR semua," katanya. 

Namun, padangan berbeda soal rencana aturan divestasi saham Freeport Indonesia melalui IPO disampaikan Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara.  

"Tetap menolak (tentang aturan divestasi saham Freeport)," kata dia, belum lama ini.

Marwan mengatakan, seharusnya pemerintah dan perusahaan pelat merah diberi kesempatan untuk memiliki saham mayoritas Freeport. Hal ini bertujuan agar pemerintah bisa mengawasi perusahaan tambang itu.

"Kalau diberikan IPO, tidak ada kesempatan kepada pemerintah untuk mengelola dan duduk menjadi direktur," kata dia.

Sementara itu, saham Freeport McMoran di Bursa Efek AS sudah terjun bebas 30 persen dalam satu bulan terakhir. Saham Freeport anjlok dari posisi US$11,75 menjadi US$8,1 pada penutupan perdagangan Rabu waktu New York, 25 November 2015.

Kepala Riset PT NH Korindo Securities Indonesia, Reza Priyambada, mengatakan, ajloknya saham Freeport McMoran ini dapat dimanfaatkan pemerintah untuk melakukan divestasi saham PT Freeport Indonesia. Pemerintah bisa menghitung harga saham Freeport Indonesia dengan mengacu harga saham Freeport McMoran di AS.   

"Ini jadi kesempatan untuk mengambil porsi divestasi saham Freeport Indonesia yang sebesar 10,64 persen, bahkan bisa hingga 15 persen saham," katanya di Jakarta, Kamis 26 November 2015. 

Bahkan, Reza, mengusulkan pemerintah Indonesia membeli langsung saham Freeport McMoran di AS, sebagai investasi jangka panjang. Dengan demikian, pemerintah akan mendapatkan keuntungan ganda. Sebab, dengan demikian pemerintah juga menjadi pemilik semua pertambangan Freeport di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. 

Sebagai informasi, sepanjang satu tahun ini, harga saham Freeport sudah jatuh lebih dari 70 persen. Anjloknya harga saham Freeport, karena menurunnya pendapatan perusahaan akibat kondisi global mengalami perlambatan dan anjlok harga komoditas tambang.

Saat ini, Freeport-McMoRan memiliki 90,64 persen saham PT Freeport Indonesia. Dalam laporan kinerja perusahaan kuartal III 2015, Freeport mengalami penurunan pendapatan 35,37 persen menjadi US$3,68 miliar dari periode yang sama di 2014, sebesar US$5,69 miliar.

Akibat beban operasional yang meningkat signifikan sepanjang Juli-September 2015, Freeport-McMoRan mengalami rugi bersih sebesar US$3,83 miliar dari sebelumnya mencatatkan untung US$552 juta. (asp)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya