Komitmen Pemerintah Tentukan Nasib Rumah Murah

Pemerintah Diminta Beri Kemudahan Izin Investasi
Sumber :
  • VIVAnews/Muhamad Solihin
VIVA.co.id
Pelonggaran Uang Muka Beli Properti Dinilai Setengah Hati
- Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memperkirakan angka pembangunan rumah kelas menengah ke bawah pada tahun ini naik cukup signifikan. 
 
Program Sejuta Rumah Melambat
Semakin bertambahnya kebutuhan rumah masyarakat, serta kemudahan perizinan pembangunan rumah, dan bantuan pembiayaan bagi masyarakat berpenghasilan rendah, dinilai membuat prospek rumah menengah ke bawah ke depan lebih potensial.
 
Tax Amnesty Bisa Picu Naiknya Harga Rumah Murah
Selain kemudahan perizinan, adanya bantuan dalam pembiayaan perumahan dari pemerintah juga menjadi salah satu hal yang diperlukan, guna meningkatkan daya beli masyarakat, agar bisa menempati rumah yang layak huni.
  
"Rumah itu kebutuhan dasar manusia di negara mana pun. Dan, pemerintah harus hadir untuk memenuhi kebutuhan rumah tersebut, khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Sebuah negara dikatakan sebagai negara maju, jika masyarakatnya sudah tinggal di rumah yang layak huni," ujar Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR, Syarif Burhanuddin di Jakarta, Senin 25 Januari 2016. 
 
Dia memaparkan, optimistis kenaikan pasokan rumah murah juga didukung berdasarkan data yang ada. Yakni, rumah murah yang menggunakan skim kredit pemilikan rumah (KPR) fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) 2014 hanya 70 ribu unit. Sedangkan pada 2015, angkanya melesat menjadi 134 ribu unit rumah.
 
"Dan, properti bisa menjadi pilihan masyarakat dan dapat mendorong perekonomian Indonesia," ungkapnya.

Terkait perizinan, pemerintah juga berkomitmen mempermudah proses izin yang harus ditempuh pengembang untuk membangun rumah murah. Sehingga, target-target yang ditetapkan dapat direalisasikan dengan baik

Dia pun mengakui, salah satu faktor penghambat pembangunan rumah di daerah adalah masalah perizinan. Presiden Joko Widodo dalam waktu dekat akan mengeluarkan Istruksi Presiden (Inpres) yang mengatur kemudahan pembangunan rumah murah. 

Dengan demikian, diharapkan pemerintah daerah dapat mengikuti instruksi tersebut dan memangkas proses perizinan yang berbelit. 

"Inpres yang akan memangkas kemudahan izin dari sekitar 42 tahapan menjadi delapan tahapan saja sudah disiapkan. Dan masalah waktu yang sebelumnya bisa memakan waktu 26 bulan diharapkan bisa dipangkas menjadi 14 hari saja. Tentu aturan-aturan itu akan mendorong Pembangunan Sejuta Rumah bagi masyarakat lebih mudah untuk tercapai," kata dia.

Pemerintah harus komitmen

Asosiasi Pengembang Permukiman dan Perumahan Seluruh Indonesia (Apersi) mengakui, pasokan rumah murah akan bertambah pada 2016. Apersi akan meningkatkan pembangunan rumah murah sebesar 30 persen pada 2016.

"Kami akan meningkatkan dari sekitar 70 ribu pada tahun kemarin, kita akan tingkatkan (pembangunan) menjadi 100 ribu rumah,"‎ujar Ketua Umum Apersi, Eddy Ganefo saat dihubungi VIVA.co.id, Senin 25 Januari 2016. 

Namun, untuk mewujudkan hal tersebut, dibutuhkan komitmen yang serius dari pemerintah. Khususnya, dalam merealisasikan janji insentif yang akan diberikan. 

Dia mencontohkan, salah satu yang disoroti adalah mengenai perizinan. Sebab, dinilai hingga tahun lalu belum ada perbaikan yang berarti. 

‎"Kalau tahun lalu, untuk perizinan masih jelek, masih jelek sekali, sama aja dengan tahun-tahun sebelumnya dalam perizinan. Baik izin pendirian bangunannya, maupun izin sertifikasi tanahnya, masih sangat jeleklah di lapangannya‎," tambah dia.

Sikap yang sama ditunjukan oleh Persatuan Perusahaan Real Estate Indonesia (REI). Tercermin dengan masih memasang target yang sama, seperti 2015, untuk pembangunan rumah tapak dan vertikal dengan FLPP dan subsidi uang muka rumah murah. 

Ketua Umum REI, Eddy Hussy, mengatakan pada 2015 lalu, pihaknya menargetkan membangun 247.725 hunian sederhana, terdiri dari 217.725 rumah sederhana tapak dan sisanya rumah susun sederhana milik (rusunami).

"Jadi, sekitar 230 ribu unit untuk rumah FLPP, itu untuk tapak dan vertikal. Tetapi, di luar FLPP, tentu tergantung pasar dan saya rasa itu jumlahnya cukup banyak," ujar Eddy kepada VIVA.co.id di Jakarta, beberapa waktu lalu. 

Eddy mengatakan, masih samanya target itu, karena pihaknya masih terus mewaspadai pertumbuhan ekonomi nasional yang belum sepenuhnya stabil. Hal itu, diprediksi banyak memengaruhi sektor properti.

"Karena melihat ekonomi tahun ini, terutama di Indonesia. Kita tahu juga beberapa negara lain, itu ekonomi masih cukup melambat. Di Indonesia, dengan berbagai kebijakan, kami lihat penyerapan anggaran di lapangan cukup bagus," kata dia.

Selain itu, lanjut Eddy, target tersebut juga sudah disesuaikan dengan tingkat kebutuhan di daerah, atau target yang ditetapkan perwakilan REI di masing-masing provinsi.


Jaminan pembeli

Terlepas dari segala insentif yang diberikan pemerintah, sebenarnya yang dibutuhkan pengembang adalah adanya upaya pemerintah untuk mendorong pasokan rumah yang dibangun dapat terserap dengan baik. 

"Sebetulnya, yang paling penting itu bukan pasokan, tetapi konsumennya itu yang harus diharapkan meningkat," ujar Eddy Ganefo

Karena itu, menurutnya, selain insentif kemudahan bagi pengembang, insentif bagi konsumen juga harus ditingkatkan. Misalnya, dengan meningkatkan anggaran FLPP. 

"Dana itu kan, sebagian untuk menutupi yang tahun kemarin. Jadi, dana itu sebenarnya sama saja, sekitar Rp4 triliun sampai Rp5 triliun," tegasnya. 

Selain FLPP, menurutnya, bantuan uang muka bagi konsumen juga harus ditingkatkan. Dengan demikian, tujuan awal pengembangan rumah mudah bagi masyarakat dapat terwujud dengan nyata, 

"Kalau kita melihat adanya program BUM (Bantuan Uang Muka) yang Rp4 juta itu yang akan meningkatkan konsumen, dari sisi itu yang akan kita lihat," tegasnya.  (asp)
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya