Kabar Buruk dari Panasonic dan Toshiba

Sumber :
  • wikimedia.org

VIVA.co.id - Akibat krisis ekonomi global, sejumlah perusahaan pun ancang-ancang mengatur rencana keuangan bahkan ada yang mengurangi produksi. Awal Februari 2016 ini, dua pabrik produk elektronik Panasonic dan Toshiba yang telah lama beroperasi di Indonesia tutup. 

Jual Unit Bisnis Peralatan Medis, Saham Toshiba Melonjak
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) memperkirakan ada sekitar 2.500 buruh yang sedang terancam pemutusan hubungan kerja (PHK).  Presiden KSPI, Said Iqbal, mengungkapkan Toshiba telah menutup pabrik terbesarnya di Indonesia yang berlokasi di Cikarang, Jawa Barat. 
 
Toshiba Bantah Mau Jual Pabrik di China
Pabrik tersebut merupakan pabrik terakhir milik Toshiba yang ada di Indonesia. Disinyalir, dalam 10 tahun terakhir Toshiba telah menutup enam perusahaannya di Indonesia.
 
Bahas Isu Investasi, Hipmi Kunjungi Pengusaha Jepang
"PT Toshiba resmi tutup. April 2016 bakal dieksekusi. Saat ini sedang proses negosiasi pesangon dan pelimpahan wewenang," ujarnya saat dihubungi VIVA.co.id, di Jakarta, Selasa 2 Februari 2016.
 
Said menyebut, perwakilan produksi Toshiba di Indonesia saat ini telah habis. Namun, masih tersisa Toshiba Printer yang berlokasi di Batam dan Pekanbaru. 
Sementara untuk jumlah karyawan Toshiba yang terancam menganggur berjumlah 900 orang.
 
Selain itu, Said menjelaskan, pabrik Panasonic juga bernasib serupa. Dua pabriknya yang berlokasi di Cikarang dan Pasuruan, Jawa Timur, diperkirakan akan memberhentikan 1.600 karyawannya.
 
"Pabrik Panasonic di Pasuruan, Jawa Timur, tutup di awal Januari ini, dan satu pabrik lainnya di Kawasan Industri Bekasi pada Februari 2016," tuturnya.
 
Sementara itu Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan, hingga saat ini pihak Toshiba dan Panasonic belum melaporkan secara resmi soal tutupnya tiga pabrik perusahaan asal Jepang itu di Indonesia.
 
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin, I Gusti Putu Suryawirawan, mengatakan, selain belum melaporkan soal tutupnya pabrik, pihaknya juga belum mendapatkan laporan resmi soal adanya PHK ribuan karyawan yang dilakukan Toshiba dan Panasonic.
 
"(Sampai sekarang) kami sedang menunggu berita resmi dari Panasonic Gobel dan Toshiba," ujar Putu di Jakarta, Rabu 3 Februari 2016.
 
Ubah fokus bisnis
 
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengaku belum menerima laporan resmi dari dua industri tersebut terkait kabar penutupan pabrik Panasonic dan Toshiba.  BKPM justru mendapat kabar penyebab tutupnya pabrik tersebut. Salah satunya adalah produk yang kalah saing dengan produk Tiongkok.
 
"Kalau disampaikan ke sini, kami belum (menerima informasi formal)," kata Kepala BKPM, Franky Sibarani, di kantor BKPM, Jakarta, Rabu 3 Februari 2016.
 
Franky mengaku mendapatkan informasi secara informal bahwa produk mereka kalah bersaing dengan produk dari Tiongkok. Untuk itu, mereka mengalihkan produksinya ke produk yang lain.
 
"Ada satu yang menyampaikan bahwa dari sisi kompetisi, produk mereka kalah dari produk Tiongkok. Mereka switch ke produk lain," kata dia.
 
Franky menambahkan ada juga yang menyebutkan bahwa dua industri tersebut tengah melakukan restrukturisasi perusahaan.
 
Laman CNBC, Rabu 3 Februari, melaporkan Toshiba, perusahaan elektronik asal Jepang bulan lalu telah mengumumkan akan melakukan PHK hampir 7.000 tenaga kerja, menyusul ditemukannya skandal akuntansi senilai US$1,3 miliar dalam perombakan perusahaan agar lebih efisien.
 
Seperti diketahui, manajemen Toshiba saat ini lebih memilih mengubah fokus bisnis menjadi ke produksi chip dan energi nuklir.
 
Toshiba juga mengatakan, akan menjual pabrik televisi terbesarnya di Indonesia, dan fokus untuk mengubah bisnis dari perusahaan yang memproduksi PC ke energi nuklir. Diperkirakan jumlah karyawan yang dikurangi mencapai 10.000 buruh, baik yang di-PHK dan yang melakukan pensiun dini.
 
Pada kuartal I-2016, Toshiba diperkirakan akan menderita kerugian bersih sebesar US$4,53 miliar, karena biaya restrukturisasi perusahaan, termasuk proses penutupan pabrik di Cikarang, Indonesia.
 
"Dengan menerapkan semua ini, kami ingin mendapatkan kepercayaan kembali dari pemegang saham, bahwa kami akan mengubah bisnis menjadi lebih kuat," ungkap manajemen Toshiba dalam sebuah pernyataan.
 
Pada Agustus tahun lalu, Toshiba membukukan kerugian bersih 37,8 miliar yen karena membengkaknya biaya operasional. Hingga saat ini Toshiba masih melakukan penyelidikan terkait skandal akuntansi.
 
Sejak adanya pemberitaan terkait skandal akuntansi itu, harga saham Toshiba anjlok hingga 40 persen.
 
Sayangnya, sebagian besar analis mengatakan bahwa Toshiba telah terlambat melakukan restrukturisasi perusahaan. Perusahaan ini sebelumnya meluncurkan produk laptop untuk pertama kalinya pada 1985. Belakangan, laptop produksi Toshiba kurang diminati konsumen Asia karena persaingan harga.  
 
Sementara itu Presiden Direktur Panasonic Manufacturing Indonesia (PMI) Itchiro Suganuma mengaku masih optimistis terhadap perkembangan industri elektronik di Indonesia. 
 
Menurut Suganuma, saat ini pihaknya akan melakukan rekstrukturisasi industri lampu mengantisipasi perkembangan kemajuan teknologi dan situasi pasar di kawasan Asia Pasifik. Panasonic Indonesia akan melakukan penggabungan dua unit usaha (merger) yang terdiri dari  tiga pabrik yang berada di Pasuruan, Jawa Timur; Cileungsi, Jawa Barat; dan Cikarang, Jawa Barat.
 
“Penggabungan pabrik ini merupakan strategi Panasonic dalam mengantisipasi kemajuan teknologi dan perkembangan pasar terhadap produk lampu LED (Light emitting diode), sehingga lebih fokus pada produksi yang memberikan nilai tambah bagi industri,” kata  Suganuma dalam keterangan tertulis yang diterima VIVA.co.id, Rabu 3 Februari 2016.
 
Suganuma memaparkan, penggabungan tersebut merupakan murni masalah teknologi, bukan masalah perburuhan sebagai pihak yang terdampak karena terjadinya merger.
 
"Penggabungan harus dilakukan semata-mata bertujuan untuk meningkatkan efektivitas  dan efisiensi serta merespon perkembangan teknologi perlampuan serta tren permintaan pasar," katanya.
 
Kemudian, sejak 1 Januari 2016 PESGMFID dan PESLID resmi bergabung dengan PESGMFID sebagai perusahaan hasil merger dan berkedudukan di Bogor. Setelah penggabungan PESGMFID menjalankan produksi di dua unit lokasi kerja yaitu di Rembang, Pasuruan, Jawa Timur dan Cileungsi, Bogor.
 
"Panasonic menjadikan kedua tempat tersebut  sebagai sentra produksi luminer dan lampu LED untuk memperkuat daya saing di pasar domestik dan dunia," ujar dia.
 
Pada saat ini, ia mengatakan, kondisi yang terjadi yaitu permintaan produksi CFL menurun di pasar Jepang dan domestik, dengan kecenderungan pindah ke teknologi LED.
 
"Selanjutnya dalam rangka penggabungan perusahaan. kepada  425 karyawan PESGMFID  unit lokasi kerja Cikarang, Bekasi, yang terdampak diberikan beberapa opsi pilihan yang bijak," ujarnya
 
Pilihan tersebut, menurutnya, yaitu tetap bergabung di perusahaan dan akan mengikuti aturan perusahaan untuk mendukung proses produksi di Rembang, Pasuruan, Jawa Timur atau Cileungsi, Bogor, atau bergabung dalam kelompok usaha Panasonic Gobel sesuai dengan kemampuan dan keahlian masing-masing. 
 
"Sedangkan opsi ketiga yaitu memilih untuk mengundurkan diri untuk berwiraswasta. Sedangkan karyawan di unit lokasi kerja Rembang, Pasuruan, Jawa Timur dan Cileungsi, Bogor tetap bekerja  seperti sedia kala," kata dia. 
 
Menunggu keberpihakan pemerintah
 
Ketika perekonomian harus menghadapi gelombang PHK, dampaknya bukan hanya dari segi ekonomi, melainkan sosial, politik, dan keamanan. Penurunan produksi juga berakibat pada pelambatan laju pertumbuhan. 
 
Penurunan produksi akan langsung berakibat pada pendayagunaan pekerja. Perusahaan tak mungkin menggaji karyawan yang menganggur, apalagi yang berstatus pekerja harian lepas.
 
Ekonom Indef Ahmad Heri Firdaus menyebut, tutupnya pabrik elektronik Panasonic dan Toshiba di Indonesia tidak terlepas dari impact perlambatan ekonomi global. Tidak hanya industri elektronik yang mulai meredup, namun sektor industri lainnya juga tengah melesu.
 
Menurut dia, diperlukan peran pemerintah untuk mengantisipasi ledakan PHK secara masal. Pemerintah perlu berpihak kepada sektor-sektor yang saat ini sedang meredup akibat gejolak ekonomi global.
 
"Pemerintah harus memberikan apakah fasilitasi sektor industri agar bisa berkembang yang masih potensial harus di dukung supaya ngga  kena dampak negatif perlambatan ekonomi," ujarnya saat dihubungi oleh VIVA.co.id, Rabu, 3 Februari 2016.
 
Heri mengatakan, paket-paket kebijakan harus memfokuskan dalam mendorong industri yang rentan tersenggol oleh pelemahan ekonomi global. "Pemerintah bisa melakukan kebijakan fiskal dan nonfiskal terkait regulasi yang memihak industri yang sedang tertekan," ujarnya. 
 
Sementara, dari sisi perusahaan, Heri menambahkan, di sektor industri seperti sektor minyak dan gas yang saat ini terus merosot, harus memperhatikan kesejahteraan karyawan seperti kompensasi Jamsostek atau BPJS ketenagakerjaan.
 
Memang semua itu ada batasnya, karena dalam banyak kasus, PHK justru harus dilakukan demi menyelamatkan kapal yang lebih besar. Dan agar perusahaan tidak malah tutup karena tak mampu lagi menanggung beban kerugian.
 
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya