Pemda Diimbau Tak Tambah Pegawai, Seberapa Efektif?

Wakil Presiden Jusuf Kalla
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Puspa Perwitasari

VIVA.co.id – Wakil Presiden Jusuf Kalla membuka acara Indonesia Investment Week 2016 di JIExpo, Kemayoran, Jakarta, kemarin, Kamis, 5 Mei 2016. Dalam sambutannya, Wapres mengkritisi kinerja pemerintah daerah, yang dianggap belum maksimal dalam pekerjaannya.

Khofifah Awasi Langsung Proyek Padat Karya Dana Desa di Lereng Lawu

Hal itu, lantaran pertumbuhan ekonomi daerah masih kecil. Terbukti dari rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia di kuartal I-2016, hanya sebesar 4,92 persen.

Angka pertumbuhan ekonomi daerah dinilai tidak sesuai dengan dana yang digelontorkan pemerintah. Sebab, transfer dana ke daerah saat ini naik 350 persen, jika dibandingkan 2006. 

Sri Mulyani Setop Penyaluran Dana ke 56 Desa Fiktif

Namun, peningkatan besaran dana desa, ternyata belum bisa dimanfaatkan secara maksimal untuk mengembangkan perekonomian di daerah.

"Saya ingin sampaikan dalam waktu 10 tahun, transfer pusat ke daerah naik 350 persen. 2006 sebesar Rp220 triliun, tahun ini Rp770 triliun. Tetapi, transfer dana ke daerah, pertumbuhan ekonominya kita tidak setara jumlah anggaran itu. Anggaran pembangunan naik empat kali, tetapi mencapai pertumbuhan tidak sebesar itu," tuturnya.

Pujon Kidul Jadi Contoh Keberhasilan Pengelolaan Dana Desa

Wapres menyebut, banyak hal yang membuat pertumbuhan ekonomi di daerah tidak sesuai yang diharapkan. Salah satunya inflasi, utang yang harus dibayar, serta ongkos pemerintahan yang tinggi.

Karena itu, pemerintah pusat mengimbau pemerintah daerah untuk melakukan efisiensi. Salah satunya, dengan tidak menambah pegawai dan menambah kantor baru dalam bentuk apapun.

"Saya minta daerah efisien dalam pemerintahan, maka pertumbuhan kesejahteraan akan naik. Suatu pertumbuhan daerah bukan dilihat dari kantor bupati yang megah, mobil mewah. Tetapi, ditandai dengan kurangnya kemiskinan, kurangnya pengangguran, dan naiknya penghasilan masyarakat," ujarnya.

Lakukan inovasi

Tak hanya itu, Wapres Jusuf Kalla juga meminta pemerintah daerah untuk meningkatkan inovasi dan produktivitasnya melalui kebijakan otonomi daerah. Hal itu bisa menjadi modal pemerintah daerah menghadapi persaingan, baik dalam negeri maupun luar negeri.

Menurutnya, kebijakan otonomi daerah yang sudah ditetapkan selama puluhan tahun, perlu dimaksimalkan oleh pemda dalam menciptakan hal-hal baru untuk meningkatkan daya saing dan kesejahteraan masyarakatnya.

"Saya minta pemerintah daerah lebih efisien dalam pemerintahan dan berinovasi," ujarnya.

Wapres mengarahkan, inovasi yang harus ditingkatkan masing-masing daerah, harus disesuaikan dengan karakteristik dan potensi daerah setempat. 

Sebab, tidak semua daerah harus mengembangkan pertanian, namun masih ada sektor lain yang perlu ditingkatkan, seperti bidang manufaktur.

Dia menuturkan, selama ini pemerintah terus mendorong mengurangi kemiskinan. Menurutnya, sektor pertanian dan penciptaan industri manufaktur bisa menjadi salah satu cara efektif. Dua sektor itu, dikatakannya, mampu menyerap tenaga cukup banyak.

"Saya sampaikan, hari ini penduduk akan terus pindah dari daerah ke kota. Tetapi, itu tergantung pada manufacturing dan pertanian. Apabila pertanian suatu daerah berhasil, maka timbul kemakmuran, kalau tidak, banyak petani masuk ke kota," tuturnya.

Selanjutnya, Belanja pegawai bisa 80 persen...

Belanja pegawai bisa 80 persen

Sementara itu, berbincang dengan VIVA.co.id, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati mengatakan, dana transfer dari pemerintah pusat ke daerah memang meningkat cukup signifikan, tetapi proporsi terbesarnya adalah untuk dana alokasi umum (DAU).

Dia mengungkapkan, 70-80 persen DAU digunakan untuk membayar pegawai, sehingga dana transfer ke daerah tidak berdampak pada penguatan ekonomi daerah.

"Kalau dilihat dari semua daerah secara keseluruhan, jumlah PNS (pegawai negeri sipil) dan produktivitas memang jomplang. Pertumbuhan pegawai di daerah luar biasa, pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat maraknya pemekaran wilayah," ujar Enny, Kamis 5 Mei 2016.

Seperti diketahui, setelah melakukan reformasi keuangan, pemerintah melakukan desentralisasi fiskal. Yakni, mengalirkan uang dari pusat ke pemda. 

Enny menjelaskan, sebagian besar pegawai di daerah adalah tenaga umum. Namun, sangat minim di bidang profesional, seperti untuk perencanaan, pengawasan, dan evaluasi. Akibatnya, daerah lemah dalam menyusun perencanaan.

Untuk itu, katanya, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB) perlu untuk memetakan pegawai di daerah, sehingga bisa ekonomi daerah bisa efektif.

"Pegawai yang sudah ada diverifikasi dan petakan sesuai dengan kompetensinya. Kemudian, harus ada upaya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) pegawai daerah, sehingga bisa menyelesaikan persoalan," jelasnya.

Pangkas Perda

Pemerintah pusat juga akan membantu pertumbuhan ekonomi daerah dengan memangkas Peraturan Daerah (Perda) bermasalah, yang dinilai menghambat pertumbuhan investasi. 
 
Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo, mengatakan jika investasi terhambat lantaran Perda yang membelit, tak hanya berimbas ke ekonomi daerah, tetapi juga perekonomian Tanah Air.

Tjahjo menuturkan, saat ini, 1.300 Perda sudah selesai dipangkas. Dan, hingga Juni 2016, ditargetkan sekitar 3.000 Perda bermasalah akan selesai dihapuskan. 

"Kami menyisir, mana Perda-perda, termasuk Permendagri dan PP (Peraturan Pemerintah) yang menghambat investasi. Mana yang mempersulit perizinan daerah, langsung kami mintakan untuk dipotong," ujar Tjahjo, di JIExpo Kemayoran, Kamis, 5 Mei 2016.

Tjahjo mencontohkan, Perda yang menghambat investasi, di antaranya soal izin usaha. Para pengusaha mengeluhkan soal izin usaha yang memerlukan izin mendirikan bangunan (IMB), izin prinsip, dan segala sesuatu yang tertuang dalam Perda.

Dia menjelaskan, seharusnya ketika pengusaha hendak melakukan izin usaha, tak perlu dipersulit dengan Perda. Sebab, hal tersebut akan menghambat pertumbuhan ekonomi di daerah.

Selain Perda bermasalah yang menghambat investasi, Tjahjo juga mencontohkan ada beberapa Perda yang bertentangan dengan peraturan di atasnya. Lalu, terkait Perda-perda yang bersinggungan dengan suku ras agama dan antargolongan (SARA).

Maka, kata Tjahjo, saat ini pihaknya tengah memproses dan menginventarisir Perda yang bermasalah tersebut. Nantinya setelah diinventarisir, Mendagri akan melayangkan surat permintaan penghapusan Perda-perda tersebut ke daerah.

"Kalau dari pusat ada 3.226 aturan, di Kemendagri sendiri sudah ada 30 persen yang kami pangkas. Jadi, kami mendahului pusat, baru nanti di daerah," ujarnya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya