Meredam Dendam Terpendam Jakmania di GBK

Aksi tabur bunga dan lilin Jakmania sebagai tanda belasungkawa untuk Muhammad Fahreza, yang meninggal akibat dianiaya.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Radhitya Andriansyah

VIVA.co.id – Brigadir Hanafi, anggota Brimob Polda Metro Jaya, harus menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Polri Kramatjati, Jakarta Timur. Sejak ditemukan dalam kondisi terluka parah di sekitar pintu VII, Stadion Utama Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta, akhir pekan lalu.

Mencari Hukuman yang Membuat Suporter Indonesia Jera

Hanafi menderita luka serius, bagian kepala dan wajahnya terdapat luka-luka bekas terkena benda tajam. Bahkan, tengkorak kepalanya mengalami keretakan.

Hanafi tak sendiri, ada tiga anggota kepolisian lainnya yang juga sempat mendapatkan perawatan di rumah sakit itu. Ketiganya pun bernasib sama, menderita luka-luka karena diamuk massa suporter sepakbola kebanggaan ibu kota.

Nyawa Suporter Tak Sebanding dengan Gemerlap Industri

Saat itu, keempatnya merupakan bagian dari petugas pengamanan laga antara Persija Jakarta dengan Sriwijaya FC dalam lanjutan kompetisi Torabika Soccer Championship (TSC)..

Sementara itu, di sejumlah rumah sakit berbeda di sekitar Senayan, sejumlah suporter juga harus mendapatkan perawatan. Mereka rata-rata berusia remaja. Mereka dirawat karena menderita sesak nafas akibat terpapar gas air mata yang ditembakkan anggota kepolisian, ketika sejumlah suporter mulai berbuat onar di dalam stadion kebanggan Indonesia itu.

Anies: Mesti Marah, Jakmania Harus Junjung Tinggi Penegakan Hukum

Sebenarnya, tak ada ketegangan yang terjadi antara suporter Persija dengan suporter tim tamu, meskipun dalam laga itu, klub sepakbola berjuluk Laskar Wong Kito, mampu mengalahkan tuan rumah dengan skor tipis 0-1.

Baik Jakmania, maupun Singa Mania, sama-sama saling menjaga ketertiban. Bahkan, selama laga berlangsung, kedua kelompok suporter terlihat sangat bersahabat.

Keributan baru muncul ketika suporter Persija mulai melempari petugas keamanan dengan berbagai benda tumpul. Stadion dibuat gaduh, apalagi ketika ribuan Jakmania mengibarkan bendera kuning, yang menandakan, mereka masih berduka atas kematian Fahreza, Jakmania wilayah Jakarta Selatan, yang tewas akibat dipukuli petugas kepolisian dalam laga Persija melawan Persela Lamongan.

Sejumlah spanduk bertuliskan kalima berduka untuk Fahreza terbentang di beberapa penjuru stadion. Dari situlah, tiba-tiba muncul yel-yel yang menyebutkan, polisi sebagai pembunuh Fahreza. Seketika itun juga GBK bergelora, suporter tak hanya menyerang petugas kepolisian dari atas tribun. Tapi juga masuk ke dalam lapangan.

Bentrokan tak dapat terhindarkan, Jakmania terus menyerang polisi. Bahkan, karena kalah jumlah, petugas kepolisian dipukul mundur. Pertandingan pun sempat dihentikan, untuk mencegah bentrokan meluas.

Ternyata, di luar lapangan, bentrokan tak kunjung mereda, meski waktu sudah menunjukkan waktu dini hari. Hingga akhirnya, empat anggota polisi ditemukan dalam kondisi terluka.

Apa yang terjadi di GBK pada Jumat, 24 Juni 2016, ternyata tak tuntas hanya sampai di situ. Di balik semua itu, diduga masih banyak oknum polisi yang sakit hati dengan apa yang terjadi pada empat rekan mereka.

Buntutnya, pada Sabtu malam, 25 Juni 2016, sebuah toko milik suporter The Jakmania di Jalan Percetakan Negara Raya, Rawasari, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, diserang sekelompok orang bersenjata, yang diduga, oknum petugas kepolisian. Dalam penyerangan itu, seorang penjaga toko, yang tak tahu apa-apa soal bentrokan di GBK, jadi korban. Ia ditusuk kelompok berhelm, yang datang dengan mengendarai sepeda motor merek Yamaha RX King.

Tak hanya itu, 15 anggota polisi diamankan jajaran Polres Metro Jakarta Selatan. Karena hendak melakukan razia ilegal di Jalan Saharjo, Manggarai, Jakarta Selatan. Razia tanpa surat perintah resmi itu, dilakukan untuk mencari anggota Jakmania yang melintas di sana.

"Ya memang ada rencana demikian (razia), tapi kan belum terlaksana dan kemudian kita amankan duluan dan kita periksa, tentunya nanti akan memberikan sanksi kepada mereka," kata Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Awi Setiyono di Mapolda Metro Jaya, Senin 27 Juni 2016.

Dia pun menuturkan, rombongan tersebut tidak ada surat perintah untuk melakukan patroli. Awi mengungkapkan, sweeping tersebut merupakan bentuk dari jiwa korsa mereka karena ada salah satu anggota polisi yang dikeroyok saat kericuhan di Senayan.

"Ya jiwa korps yang negatif, karena memang tidak boleh apapun aparat penegak hukum melakukan demikian. Kita sudah berjalan, prosedur sudah berjalan, Krimum Krimsus sudah melakukan penangkapan dan penegakan hukum, tentunya tidak boleh ada oknum yang tidak bertanggungjawab melakukan itu," ujarnya.

Selanjutnya... Mencari dalang dan menanti sanksi...

Mencari Dalang dan Menanti Sanksi

Lebih dari 150 suporter Persija diamankan di Polda Metro Jaya usai kerusuhan itu. Mereka diperiksa satu persatu, hingga akhirnya dibebaskan kembali. Karena tak terbukti melakukan penyerangan.

Menurut Awi, para suporter yang rata-rata berusia belia tersebut tidak memiliki cukup bukti untuk dijerat hukuman. Mereka akan dikembalikan kepada orang tua masing-masing dan akan dilakukan pembinaan.

"Kami panggil orang tuanya. Kami bina karena memang dari barang bukti dan alat bukti memang tidak cukup untuk perbuatan pidananya belum kami temukan," ujarnya.

Namun, informasi terakhir yang didapatkan, ada dua suporter Persija yang masih ditahan di Markas Polda Metro Jaya, keduanya diamankan di dua hari berbeda, yaitu di sekitar wilayah Cikarang, Bekasi.

"Tadi sudah ada dua lagi yang ditangkap, masih dalam pemeriksaan. Saya belum bisa sampaikan identitasnya siapa saja," kata Awi.

Tak dalang kerusuhan yang sedang dicari, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengaku, geram dengan apa yang terjadi di GBK itu.

Meski tak bisa menjatuhkan sanksi kepada Jakmania. Tapi Ahok punya cara lain agar perusuh yang sebagian besar berusia pelajar, jera dan tak mau berbuat onar di lapangan sepak bola lagi.

Ahok akan mencabut fasilitas Kartu Jakarta Pintar (KJP) murid sekolah negeri di Jakarta yang terlibat di GBK.  "Kita akan bilang sama mereka (murid pelaku keributan), lain kali kalau kamu ikutan begitu, KJP akan dicabut," ujar Ahok, di Balai Kota DKI, Senin, 27 Juni 2016.

Ahok mengatakan, KJP merupakan bantuan keuangan dari pemerintah yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan murid. Akan tidak tepat jika murid penerima bantuan itu, justru menjadi salah satu pelaku onar, bukannya fokus kepada pendidikan mereka. "(Jika terlibat kerusuhan), kamu itu sebenarnya mau sekolah yang benar atau enggak?" ujar Ahok.

Ahok juga mewacanakan ditambahnya jam belajar di sekolah untuk mencegah keributan yang disebabkan murid kembali terulang. Menurutnya, murid pelaku onar seringkali adalah anak yang kurang mendapat pengarahan dari orang tuanya di rumah. Ditambahnya jam belajar di sekolah akan membuat guru bisa melakukan pembinaan kepada mereka.

"Lebih baik jamnya (jam belajar) lebih panjang di sekolah, supaya anak-anak seperti itu kita bina di sekolah," ujar Ahok.

Sementara itu, atas kerusuhan berdarah itu, The Jakmania dipastikan takkan bisa ikut mendampingi Persija Jakarta dalam enam laga kandang dan tandang TSC.

Ancaman sanksi bagi Persija direkomendasikan PT Gelora Trisula Semesta (GTS), dalam pertemuan yang digelar di Kantor Kemenpora, Senayan, Jakarta, kemarin, dan dihadiri perwakilan PSSI, manajemen Persija, PT GTS, dan kepolisian dihasilkan rekomendasi sanksi khususnya untuk The Jakmania.

Selain diharuskan mengganti kerugian materi dan korban akibat insiden The Jakmania dengan aparat kepolisian, manajemen Persija juga dihadapkan pada kemungkinan timnya takkan bisa disaksikan oleh para pendukungnya.

Direktur Utama PT. GTS, Joko Driyono, menjelaskan ancaman sanksi yang kemungkinan besar akan dijatuhkan kepada Persija.

"Macan Kemayoran" terancam sanksi bertanding tanpa kehadiran suporter dalam enam laga ke depan, baik kandang maupun tandang per pekan ke-9, tanggal 3 Juli 2016 mendatang.

Setelah itu, The Jakmania juga dilarang menggunakan atribut saat menyaksikan pertandingan hingga kompetisi TSC berakhir (setelah larangan hadir selama enam pertandingan).

"Persija dipastikan takkan bisa bermain tanpa dukungan suporter (The Jakmania) dalam enam pertandingan. Setelah itu, para suporter diperkenankan untuk hadir tapi dengan catatan tidak mengenakan atribut klub," kata Joko.

Ancaman sanksi ini masih jadi prediksi sanksi minimum bagi Persija. Sanksi bisa saja dijatuhkan lebih berat, lantaran keputusan final masih akan menunggu sidang Komisi Disiplin (Komdis) PT. GTS yang baru akan diumukan pada hari ini, Selasa 28 Juni 2016.

Selanjutnya... Dendam Terpendam di GBK....

Dendam Terpendam di GBK

Bentrokan antara Jakmania dan aparat kepolisian bukan kali ini saja terjadi. Di pertandingan sebelumnya menjamu PS TNI bentrokan pun terjadi. Hanya, ketika itu skalanya masih kecil dibanding dengan yang terjadi akhir pekan lalu.

Teriakan Jakmania "Pembunuh. Pembunuh. Pembunuh" dari tribun yang ditujukan kepada aparat kepolisian selalu bergema di dua pertandingan kandang tersebut. Sebagai bentuk protes lainnya, tak jarang petasan dan flare sengaja dilempar ke arah aparat kepolisian berdiri.

Bukan tanpa alasan mereka melakukan itu. Sebab, hingga saat ini pendukung Macan Kemayoran masih ngotot mencari kebenaran atas meninggalnya salah satu rekan mereka, Muhammad Fahreza pada Mei 2016 lalu. Dan hingga kini, penyelidikan kasus tersebut masih mengambang tanpa kejelasan.

Fahreza yang masih berusia 16 tahun mesti meregang nyawa. Setelah dirawat di Rumah Sakit Marinir Cilandak, akhirnya dia mesti mengalah pada rasa sakit. Hal itu disebabkan karena Fahreza menjadi korban pertikaian antara Jakmania dengan aparat kepolisian saat Macan Kemayoran menjamu Persela Lamongan.

"Sebenarnya pihak keluarga tidak ingin melanjutkan kasus ini. Tapi, kalau dibiarkan begitu saja kan enggak benar juga. Jadi ya kita akan berusaha untuk mengusut kasus ini," kata Ketua Umum Jakmania, Richard Achmad Supriyanto, usai menghadiri malam solidaritas untuk Fahreza beberapa waktu lalu.

Senada dengan Richard, Mabes Polri sebenarnya sudah menyoroti kasus ini. Melalui Kepala Divisi Humas Mabes Polri Brigadir Jenderal Boy Rafli Amar disampaikan harapan agar Polda Metro Jaya segera melakukan penyelidikan mendalam.

"Ini perlu pembuktian proses lanjut oleh Polda Metro Jaya. Ada di bagian kepala, ada di bagian bibir itu informasi yang saya terima bukan dari dasar hasil visum. Saya belum melihat hasil visum. Tapi informasi dari laporan yang diterima petugas di lapangan," ujar Boy.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya