Taktik Ahok Tampung Modal Kampanye

Basuki Tjahaja Purnama
Sumber :
  • VIVA.co.id/M. Ali. Wafa

VIVA.co.id – Menjelang pemilihan kepala daerah (Pilkada) DKI Jakarta 2017, para bakal calon gubernur DKI Jakarta telah menyiapkan berbagai hal, termasuk  dana kampanye. Berbagai upaya pun dilakukan untuk mendapatkan uang itu.

Ahok Pertanyakan Maksud Prabowo soal Antek Asing

Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama punya cara tersendiri untuk mengumpulkannya. Bakal calon gubernur (cagub) petahana tersebut berencana meminta sumbangan kepada Teman Ahok, komunitas relawan pendukungnya.

Ahok, sapaan Basuki, berharap sokongan dana dari satu juta orang yang telah mengumpulkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dukungan untuknya. "Aku mau kirim semua, mau SMS (pesan singkat) blast kepada semua Teman Ahok, kira-kira satu orang mau enggak nyumbang Rp10 ribu," ujanya di Balai Kota, Jakarta, Kamis, 21 Juli 2016.

Ahok Tuding Sekda DKI Lakukan Perlawanan Politik

Asumsinya, jika per orang menyumbang Rp10 ribu maka akan terkumpul dana sekitar Rp10 miliar. Angka tersebut dianggap cukup untuk memenuhi keperluan kampanye serta biaya lainnya.

Tak hanya itu idenya. Dia juga berencana menjual kursi “Sarapan Pagi Bersama Ahok”. Kursi itu akan dijual kepada masyarakat yang mau ikut acara sarapan bersama Ahok. Hasil penjualan tersebut pun untuk dana tambahan berbagai keperluan pencalonan mantan bupati Belitung Timur itu.

Minta Sumbangan Dana Kampanye ke Warga, Ahok Blunder

Untuk menampung dana-dana tersebut, Ahok bakal membuka rekening khusus. Namun, berbagai sumbangan itu baru diterima Ahok jika telah resmi dikukuhkan menjadi calon gubernur dan wakil gubernur bersama pasangannya oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Dalam peraturan KPU, sumbangan oleh perorangan dan instansi kepada salah satu pasangan calon memang dibolehkan. Namun, ada ketentuan yang mesti dipenuhi.

Aturan soal dana kampanye itu tercantum dalam hasil revisi Undang-undang (UU) Pilkada yang baru disahkan DPR. Diatur bahwa dana kampanye calon perseorangan bisa diperoleh dari sumbangan pasangan calon, sumbangan pihak lain yang tidak mengikat meliputi sumbangan perseorangan dan atau badan hukum swasta.

“Pokoknya dia menyumbang ya silakan untuk kampanye tidak boleh dia (penyumbang) punya pesan khusus,” ujar anggota Komisi Pemilihan Umum Hadar Nafis Gumay, Jumat, 17 Juni 2016.

Jumlah sumbangan yang bisa diterima pun ditentukan. Sumbangan dari perseorangan paling banyak Rp75 juta dan dari badan hukum swasta paling banyak Rp750 juta.

Besaran jumlah sumbangan itu mengalami perubahan dibandingkan aturan sebelumnya, Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Dana Kampanye Peserta Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/ atau Wali Kota dan Wakil Wali Kota. Dalam aturan tersebut, batas sumbangan kampanye perseorangan adalah Rp50 juta, sementara sumbangan swasta maksimal Rp500 juta.

Rencana Ahok meminta pendukungnya mengumpulkan dana dinilai bisa menjadi kamuflase sumber pendanaan dari interest group atau kelompok berkepentingan untuk mendukungnya. "Interest group ini biasanya membiayai kegiatan politik atau calon yang memiliki kemungkinan besar menduduki jabatan eksekutif," ujar Emrus Sihombing, pengamat komunikasi politik Universitas Pelita Harapan (UPH), saat dihubungi VIVA.co.id, Jumat, 22 Juli 2016.

Emrus meminta Ahok bersikap transparan menyampaikan sumber pendanaan kampanye itu. Salah satu caranya dengan membuat situs yang menampilkan data masuknya dana tersebut secara real time (waktu nyata).

Jika Ahok tak berlaku transparan, kredibilitasnya di mata pendukungnya akan berkurang. "Jangan nanti bilang minta dana kepada pendukung, tapi sebenarnya (dana kampanye) ditambah dari sumber-sumber lain," ujar Emrus. 

Isu Dana Reklamasi

Perkara dana kampanye sempat menggoyang Ahok. Komunitas relawannya, Teman Ahok, dituding menerima pengalihan dana kontribusi tambahan pengembang reklamasi untuk pemerintah. Mereka dituduh mendapatkan aliran dana senilai Rp30 miliar untuk operasional kegiatannya.

Tuduhan itu mengemuka setelah anggota Komisi III DPR RI, Junimart Girsang, melontarkan pertanyaan kepada pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) di kompleks Gedung DPR, Rabu, 15 Juni 2016.

"Ada informasi yang saya dapatkan tentang uang Rp30 miliar dari pengembang reklamasi untuk Teman Ahok melalui Sunny (Sunny Tanuwidjaja, staf pribadi Ahok) dan Cyrus (Cyrus Network)," ujar Junimart.

Sontak isu itu langsung beredar luas. Pendiri Teman Ahok, Singgih Widiyastono, menampik kabar itu. Menurut dia, sumber dana yang digunakan gerakannya berasal dari hasil penjualan pernak-pernik kelompok relawan itu. "Semua anggaran dari penjualan merchandise (produk promosi)," ujar Singgih.

Bantahan senada diungkapkan Hasan Nasbi, direktur eksekutif Cyrus Network, yang juga salah satu pendana awal berdirinya Teman Ahok. Menurut dia, tuduhan itu merupakan gerakan partai politik untuk menjegal langkah Teman Ahok. "Pasti ada partai-partai yang tidak suka dengan gerakan Teman Ahok," ujarnya.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi DKI Jakarta belum mengategorikan dugaan aliran dana tersebut sebagai pelanggaran Pilkada DKI. Sebab, Ahok belum mendaftarkan diri dan belum ditetapkan sebagai calon gubernur dalam Pilkada DKI 2017.

"Yang diatur adalah dana kampanye yang digunakan oleh calon gubernur atau calon wakil gubernur untuk kegiatan kampanye. Masalahnya sekarang ini adalah belum ada cagub (calon gubernur) dan cawagub (calon wakil gubernur) yang mendaftar dan ditetapkan KPU," kata KPU Provinsi DKI Jakarta Sumarno.

Pendaftaran pasangan calon akan dilaksanakan pada 19 September 2016 sampai 21 September 2016. Selanjutnya, KPU DKI Jakarta akan menetapkan pasangan calon yang memenuhi syarat pada 22 Oktober 2016.

Ahok pun tak percaya dengan isu itu. Dia mengganggap isu tersebut diembuskan lantaran dalam kasus dugaan korupsi pembelian sebagian lahan Rumah Sakit (RS) Sumber Waras disimpulkan tak ada pelanggaran hukum. "Ini bisa jadi permainan politik," ujar Ahok. Dia yakin, serangan politik itu tidak akan berhasil menumbangkannya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya