Saat Harga BBM di Papua Sama dengan Jakarta

Air Tractor, pesawat angkut BBM
Sumber :
  • Pertamina

VIVA.co.id – Bukan rahasia lagi jika kondisi geografis di wilayah pegunungan dan pedalaman Papua relatif sulit dijangkau. Bahkan konektivitas antar daerah belum sepenuhnya terhubung akibat keterbatasan infrastruktur transportasi darat. 

Gara-gara HTI Pertamina Rugi Rp11 Triliun, Cek Faktanya

Tidak heran jika biaya logistik mengangkut bahan bakar minyak (BBM) menjadi sangat tinggi karena sebagian besar diangkut dengan menggunakan moda transportasi udara.
 
BBM Premium di wilayah paling ujung Nusantara itu biasanya dijuak antara Rp25 ribu sampai Rp55 ribu per liter, bahkan pernah mencapai Rp150 ribu– Rp200 ribu per liter. Hal ini diakibatkan belum adanya moda transportasi yang dedicated. Sehingga memberatkan kocek masyarakat.

Untuk memecahkan persoalan harga BBM di Papua yang berkali-kali lipat harga di Pulau Jawa itu, Presiden Joko Widodo menginstruksikan kebijakan “BBM Satu Harga” sehingga masyarakat Papua dapat menikmati BBM dengan harga sama dengan wilayah lainnya. Tujuan dari instruksi Presiden untuk mempercepat gerak perekonomian di wilayah yang didominasi oleh pegunungan dan dataran tinggi tersebut.

Kisah Dokter Nova saat Ahok Hampir Meninggal di Penjara

Untuk mendukung kebijakan satu harga BBM di Papua itulah, PT Pertamina merespons cepat instruksi tersebut dengan beberapa langkah. 

Pertama mendatangkan pesawat khusus, Air Tractor yang difasilitasi Pelita Air Service anak usaha dari Pertamina. Kedua, mendirikan lembaga penyalur Pertamina di delapan Kabupaten Pegunungan dan Pedalaman (Puncak, Nduga, Mamberamo Raya, Mamberamo Tengah, Yalimo,Tolikara, Intan Jaya dan Pegunungan Arfak).

Besok, Bos Pertamina Bongkar Kisah Nyata Ahok di Penjara

Pesawat tersebut memiliki  kapasitas sebesar empat ribu liter. Adapun pengoperasian ke daerah-daerah terpencil yang sulit dijangkau akan  dikelola PT Pelita Air Service.

“Kita sekarang baru punya dua, nantinya tambah lagi tiga menjadi lima. Sekarang masyarakat di Papua sudah bisa menikmati harga BBM yang sama dengan daerah yang lain di  Indonesia, sehingga ke depannya diharapkan mampu mempercepat laju perekonomian di sini,” kata Presiden Jokowi saat mencanangkan  kebijakan BBM satu harga di Papua dan Papua Barat, di Bandar Udara Nop Goliat Dekai, Yahukimo, Provinsi Papua, Selasa 18 Oktober 2016.

Presiden Jokowi menyadari mewujudkan kebijakan satu harga BBM tersebut dibutuhkan biaya logistik yang cukup besar. Meski demikian, Jokowi bertekad mewujudkan kebijakan tersebut dan menginstruksikan Pertamina untuk mencari solusinya. Salah satu solusi yang disebutkan Presiden, melakukan subsidi silang dengan memanfaatkan kompensasi dari usaha-usaha milik Pertamina lainnya.

Presiden juga meyakini bahwa Pertamina mampu mengemban tugas ini dengan baik melalui efisiensi tanpa mengurangi keuntungan yang ada. Terlebih bila mengingat kemudahan-kemudahan yang telah diberikan pemerintah kepada Pertamina dalam menjalankan bisnisnya.

“Sebagai BUMN, Pertamina juga sudah banyak memperoleh hak-hak istimewa untuk berbisnis. Jadi wajar pemerintah memerintahkan untuk mengemban tugas mewujudkan keadilan di harga BBM,” ujar Presiden dikutip dari laman Setkab.

Sesuai Kepmen ESDM

Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto mengatakan, “BBM Satu Harga” ini merupakan bagian dari kontribusi Pertamina yang mendapatkan mandat dari pemerintah untuk mendistribusikan BBM di seluruh wilayah Indonesia.

Kini, harga BBM di delapan Kabupaten di Papua sudah sesuai dengan KEPMEN ESDM No 7174 Tahun 2016, berlaku mulai 1 Oktober. Untuk setiap liternya, minyak tanah Rp2.500, minyak solar Rp5.150, dan Premium Rp6.450 per liter.

“Untuk merealisasikan program tersebut, Pertamina berupaya menggunakan berbagai moda transportasi baik darat, laut maupun udara, guna mendukung kebijakan pemerintah agar masyarakat di daerah terdepan, terluar dan tertinggal bisa mendapatkan BBM dengan harga sama dengan daerah lainnya,” tutur Dwi. 

Ia mengatakan bahwa langkah yang dilakukan itu selain instruksi Presiden juga mewujudkan rasa keadilan terkait harga BBM di Papua. 

VP Corporate Communication PT Pertamina, Wianda Pusponegoro menambahkan, Pertamina menggelontorkan anggaran Rp800 miliar per tahun untuk memasok dan membuat harga bahan bakar minyak (BBM) di Papua dan Papua sama seperti di wilayah lain. 

"Tadinya wilayah angkut di sana sangat tinggi, dan itu yang menyebabkan harga BBM juga tinggi. Dengan adanya pesawat ini dan sejumlah terobosan dari Pertamina, kami harapkan harga bisa sama dengan Indonesia di bagian barat," kata Wianda, saat dihubungi VIVA.co.id, Rabu 19 Oktober 2016. Adapun kebutuhan BBM di Papua mencapai 28 ribu kilo liter (kl) untuk Premium dan 12 ribu kl untuk Solar per bulan. 
  
Pada intinya adalah bagaimana terjadi pergerakan dan pertumbuhan ekonomi di Papua bisa merata dengan daerah lain di Indonesia. "Dengan harga BBM yang sama ini, pertumbuhan ekonomi juga akan bergerak lebih cepat lagi," ujarnya. 

Sementara itu untuk mengantisipasi masalah penyelundupan BBM yang dikhawatirkan akan terjadi, Wianda mengatakan Pertamina sudah menyerahkan kepada pihak berwajib dalam hal ini aparat kepolisian. 

"Untuk masalah penyelundupan adalah kewenangan kepolisian, kami harapkan aparat keamanan dapat ikut membantu sehingga jika diketahui ada agen dan penyalur nakal bisa segera ditindak," katanya. 

Namun Presiden Jokowi juga mengingatkan, upaya mewujudkan kebijakan BBM satu harga di Papua dan Papua Barat tersebut tidak  hanya menjadi tanggung jawab pemerintah dan BUMN saja, tapi juga memerlukan kerja sama dari berbagai pihak.

Pemerintah daerah misalnya, Presiden meminta untuk turut berperan serta mengawasi pelaksanaan kebijakan tersebut di lapangan. “Kadang-kadang kebijakan itu pelaksanaan di lapangan tidak diikuti. Bisa terjadi salah pengertian. Kapolda di sini juga harus ikut mengawasi betul-betul harga itu memang sampai di masyarakat,” ujarnya.

Selain itu, Presiden juga meminta Pertamina untuk menyoroti harga BBM di tingkat penyalur dan pengecer. Presiden tidak menginginkan terjadinya kenaikan harga yang terlalu besar bila BBM tersebut telah sampai di tangan masyarakat.

“Saya juga titip, harga di APMS (Agen Penyalur Minyak dan Solar) saya harapkan juga sama ketika sampai di masyarakat. Jangan sampai nanti dibeli segelintir orang untuk dijual lagi dengan harga yang berbeda. Itu yang saya tidak mau. Harganya harus harga di masyarakat, jadi cara penyalurannya harus benar,” tuturnya.

Presiden pun memastikan akan selalu memantau harga-harga di tingkat penyalur dan pengecer di Papua. Terhadap semua kabupaten ataupun wilayah yang ada di Papua, Presiden kembali menegaskan bahwa hanya satu harga BBM yang berlaku.

“Saya selalu cek kalau ada hal-hal seperti ini sehingga masyarakat mendapatkan harga yang sama. Seperti di Paniae, Intan Jaya, Puncak Jaya, Pegunungan Bintan, di Jayawijaya, dan Lani Jaya saya harapkan juga sama,” kata dia.

Untuk itu, Presiden Joko Widodo meminta kebesaran hati dan kesadaran dari masyarakat agar bersama-sama mewujudkan kebijakan satu harga BBM tersebut. Dia masih memberikan toleransi terhadap kenaikan harga BBM di tingkat pengecer selama masih berada dalam batas kewajaran.

“Di luar pom bensin harganya naik sedikit wajar karena ada yang mengambil keuntungan. Tapi kalau harganya (premium) kemudian menjadi Rp25 ribu per liter, itu tidak wajar. Harganya ada yang Rp40 ribu itu juga tidak wajar karena belinya hanya Rp6.450 rupiah per liter. Itu yang menjadi catatan saya,” ujar Presiden.

Sementara itu, Sekjen Kementerian ESDM, Teguh Pamudji mengakui subsidi BBM di Papua memang belum dihitung. "Jadi itu adalah kesepakatan antara pemerintah dengan DPR, kemudian dari sisi distribusi, yang kemudian timbul biaya-biaya yang perlu diselesaikan secara korporasi," ujarnya kepada VIVA.co.id, Rabu 19 Oktober 2016. 

Mengenai Pertamina yang sudah mengeluarkan anggaran hingga Rp800 miliar, menurut Teguh karena itu adalah upaya korporasi, tentunya ada dua kementerian yang terkait, salah satunya BUMN.

"Begini ya, hari Jumat besok itu, jam 09.00 direksi Pertamina mau datang ke sini, termasuk (membicarakan masalah itu), karena akan lapor beberapa hal, rasanya, ada kebijakan mengenai hal itu, dan besok, hari jumat. Jadi tunggu saja," kata Teguh.

Azas pemerataan dan keadilan

Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, dalam upaya menyamaratakan harga BBM di seluruh penjuru daerah di Indonesia, pemerintah terlebih dahulu harus membenahi jalur pendistribusiannya.

"Mengenai bagaimana distribusinya ini jadi lebih penting. Bukan sekadar pemerintah menentukan harga di Papua sekian, tapi kalau jalur distribusinya enggak ada perbaikan, ya enggak bakal jalan. Jadi harus dibenahi dulu jalur distribusinya," kata Enny saat dihubungi VIVA.co.id, Rabu 19 Oktober 2016.

Enny menilai, selama ini gejolak harga BBM di sejumlah daerah itu disebabkan karena penguasaan sepihak oleh sejumlah pedagang di lapangan, sehingga masyarakat tak punya pilihan lain selain membayar harga yang telah ditentukan oleh mereka.

"Karena penguasaannya itu kan hanya terkonsentrasi di pedagang-pedagang tertentu, sehingga masyarakat nggak punya pilihan lain untuk harga yang lebih murah. Tapi kalau proporsional dan merata, maka (penyamarataan harga BBM) itu baru bisa," kata Enny.

Sementara untuk masalah Pertamina yang harus menanggung rugi karena harga BBM di Papua disamakan dengan harga di daerah lainnya, Enny beranggapan jika seharusnya peran BUMN jangan sampai membuatnya malah merugi karena sebuah program kebijakan.

"Jadi BUMN sekalipun itu kan entitas bisnis, kalau pun ia melaksanakan PSO (public service obligation) tidak boleh untung, iya. Tapi kalau harus rugi ya jangan," tuturnya.

Oleh karenanya, Enny memberikan masukan bahwa bisa saja diberlakukan skema bisnis berupa subsidi silang, seperti yang kerap dilakukan oleh PLN.

Sebab, bagaimana mengakali kesamaan harga BBM di sejumlah daerah itu memang harus diakali sedemikian rupa, agar semua pihak tidak terlalu terbebani dan bisa merasakan manfaatnya.

"Sementara untuk perhitungan bisnisnya, pasti harga single price itu bisa dengan formula. Nanti yang ada bisa dengan subsidi silang seperti PLN. Jadi per kilowatt-nya itu PLN kan pakai subisidi silang," kata Enny.

Sementara itu pengamat minyak dan gas (migas) dari Universita Trisakti, Pri Agung Rakhmanto, menjelaskan langkah yang dilakukan dengan program BBM satu harga patut diapresiasi setelah bertahun-tahun harga BBM di wilayah Papua sangat mahal. 

"Padahal Papua masih NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia). Seharusnya tidak boleh ada perbedaan harga, karena harga BBM adalah kebijakan pemerintah dan harus sama di semua wilayah tidak boleh dibedakan," tutur Pri Agung saat dihubungi VIVA.co.id, Rabu 19 Oktober 2016. 

Menurutnya kemungkinan yang jadi pertimbangan bukan lagi soal ekonomi, tapi lebih kepada rasa keadilan, kehadiran negara dan simbol NKRI. "Di sini ingin ditegaskan jika Papua adalah bagian dari NKRI," ujarnya. 

Jika memang ada subsidi silang, hal itu sudah seharusnya dilakukan oleh Pertamina dan publik tidak perlu mengetahui bagaimana subsidi silangnya. Karena intinya adalah bagaimana agar harga di Papua bisa sama dengan di wilayah lain di Indonesia. 

Hal senada diungkapkan pengamat perminyakan, Kurtubi yang dihubungi VIVA.co.id, Rabu 19 Oktober 2016. Langkah yang dilakukan Pemerintah perlu mendapat dukungan karena merupakan kebijakan yang sangat bagus setelah sekian tahun harga BBM di Papua jauh berbeda dengan pulau lain di Indonesia.  

"Selama ini distribusi BBM di Papua menggunakan kapal terbang berbiaya tinggi, padahal income (pendapatan) warga Papua justru sangat rendah sehingga harga BBM punya menjadi mahal. Akibatnya pertumbuhan ekonomi tidak merata," kata dia. Kurtubi menjelaskan, kebijakan tersebut seharusnya dari dulu kebijakan ini diterapkan. 

Pertamina sebagai BUMN yang bersedia menyediakan sarana transportasi dan lainnya, harus mematuhi instruksi  tersebut. "Memang ada subsidi yang harus dibayar negara, namun kalau sudah menjadi keputusan pemerintah, saya kira semua bisa diatasi oleh Pertamina lewat subsidi silang," ujarnya.

Sementara itu terkait sejumlah kekhawatiran akan adanya masalah terkait kebijakan tersebut, baik Pri Agung dan Kurtubi menilai semua pasti sudah diantisipasi oleh pemerintah dan Pertamina. 

"Kalau terkait penyelundukan, kita wajib mengingatkan pemerintah dan Pertamina jangan sampai kebijakan yang bagus ini dinodai oleh oknum yang menyelundupkan BBM ke luar Papua. Dan kita berharap Pertamina juga transparan," ujar Kurtubi. 

Selain itu, BBM di Papua ini tidak diangkut dengan pesawat terbang saja tapi juga harus dibangun infrastruktur jalan raya, sehingga bisa diangkut dengan angkutan darat. 

"Hal ini tentu akan menekan subsidi BBM di Papua, dengan harga BBM yang relatif murah di Papua, pasti punya dampak positif untuk papua, harga sembako, beras, sabun, itu otomatis akan turun. Dan ada multiplier efek yang strategis untuk mendorong perekonomian, sepeda motor penjualannya juga meningkat, Kebijakan ini sangat tepat dan sangat bagus. di Papua, BBM sudah murah, penjualan sepeda motor meningkat," tutur dia.

Sedangkan Pri Agung mengatakan, pada dasarnya pengawasan juga berlaku di semua wilayah. "Jadi saya kira pengawasan tidak hanya di Papua saja tapi juga semua wilayah. Tentunya kerja sama Pertamina dengan pihak berwajib harus jadi satu paket kebijakan dalam mengatasi penyelundupan dan masalah lainnya," tutur dia. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya