Penambahan Kuota dan Penantian Panjang ke Tanah Suci

Jemaah haji memutari Ka'bah saat bertawaf.
Sumber :
  • REUTERS/Ahmed Jadallah

VIVA.co.id – Lobi pemerintah Indonesia, terkait penambahan kuota jemaah haji membuahkan hasil. Pemerintah Kerajaan Arab Saudi, akhirnya menyetujui penambahan kuota 10 ribu jemaah bagi Indonesia. Di samping itu, Arab Saudi, juga memutuskan untuk mengembalikan kuota normal haji bagi Indonesia.

Kemenag Berikan Bantuan untuk Pendidikan Islam dan Pesantren: Simak Syarat dan Ketentuannya

Pengembalian ini, mengingat sejak 2013 lalu, kuota haji Indonesia, termasuk negara-negara lain dipangkas sebesar 20 persen, seiring dilakukannya proses renovasi perluasan Masjidil Haram. Imbasnya, kuota normal haji Indonesia yang semula 211 ribu, dipangkas hingga 168.800.

Dengan keputusan ini, kuota normal haji Indonesia otomatis sudah kembali seperti semula, dari 168.800 menjadi 211 ribu untuk tahun 2017. Jumlah tersebut, masih ditambah kuota tambahan 10 ribu. Dengan demikian, total kuota haji RI pada tahun 2017 ini berjumlah 221 ribu.

Menag Sebut Sidang Isbat Ruang Dialog Umat Islam karena Menyangkut Banyak Pihak

"Indonesia memperoleh kenaikan sebesar 52.200 (jemaah)," kata Presiden Joko Widodo dalam keterangan pers di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu 11 Januari 2017.

Pemberian tambahan kuota jemaah haji sebesar 10 ribu ini, merupakan tindak lanjut dari hasil kunjungan kerja Presiden Joko Widodo ke Arab Saudi pada September 2015 silam.

Presiden Jokowi: Selamat Idul Fitri 1445 H, Semoga Kita Bisa Saling Memaafkan

Kunjungan Presiden itu ditindak lanjuti, dengan pembicaraan Menteri Agama dan Menteri Luar Negeri RI dengan Deputi Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi, Muhammad bin Salman, September 2016 silam, saat melakukan pertemuan di Hangzhou, Tiongkok.

Pemerintah Indonesia menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya kepada pemerintah Arab Saudi atas keputusan ini. Presiden Jokowi juga mengapresiasi segala upaya pemerintah Arab Saudi, yang terus meningkatkan kualitas pelayanan jemaah haji, utamanya bagi jemaah asal Indonesia.

"Dengan sudah adanya keputusan ini, maka persiapan haji 2017, sudah dapat dilakukan sejak dini," tutur Presiden.

Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama, Abdul Djamil mengungkapkan, normalisasi kuota jemaah haji ini adalah kebijakan yang diberikan Pemerintah Arab Saudi ke negara-negara mayoritas Muslim. Kebetulan, Indonesia mendapat kesempatan pertama untuk memperoleh hal ini.

"Dari awal Januari, Indonesia memperoleh kesempatan pertama untuk menandatangani kesepahaman yang isinya terkait ini," kata Abdul di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis 12 Januari 2017.

Mengenai kesiapan pemberangkatan pada tahun ini, Abdul Djamil mengatakan, sejak kepulangan haji pada Oktober 2016 lalu, Kemenag telah mempersiapkan keberangkatan untuk tahun ini. Termasuk mengantisipasi tambahan 10 ribu kuota. "Cuma, kita persiapannya itu kan untuk penambahan 10 ribu. Kita tidak mengira ditambahkan ke kuota asal," ujar Djamil.

Selanjutnya, buah diplomasi>>>

Buah diplomasi

Tak dipungkiri, penambahan kuota ini merupakan buah dari keberhasilan diplomasi Indonesia kepada pemerintah Arab Saudi. Penambahan kuota berhasil diperoleh, setelah dilakukannya berbagai pembicaraan dan diplomasi. Salah satunya yang dilakukan Presiden Joko Widodo dalam kunjungannya ke Riyadh, Arab Saudi, pada 2015.

Dalam kesempatan itu, Presiden Jokowi secara langsung meminta penambahan kuota haji kepada Raja Arab Saudi, Salman bin Abdulaziz.

"Meskipun Masjidil Haram sedang direnovasi, tetapi hal ini tidak menutup langkah diplomasi yang ada di setiap kesempatan," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Arrmanatha Nasir, di Jakarta, Kamis 12 Januari 2017.

Upaya diplomasi tersebut, kata Arrmanatha, dilakukan di setiap kesempatan yang ada dengan pemerintah Arab Saudi, baik dalam tingkat kepala negara, maupun pertemuan antara menteri terkait kedua negara.

Hal serupa juga dilakukan oleh Menteri Agama, Lukman Hakim Saifuddin dan Duta Besar RI untuk Arab Saudi, Agus Maftuh Abegebriel. Langkah diplomasi Indonesia, dilakukan dengan gencar supaya kuota haji RI bisa ditambahkan sesuai dengan harapan.

"Kita juga beri opsi, apakah mungkin kita bisa menggunakan kuota yang tidak terpakai dari negara lain. Tetapi, semuanya itu sesuai mekanisme dan peraturan yang dibuat oleh pemerintah Arab Saudi," tutur Arrmanatha.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, yang membidangi Keagamaan, Sodik Mudjahid menganggap wajar penambahan 10 ribu kuota haji Indonesia yang disetujui Arab Saudi. Hal itu berdasarkan rasio penduduk dan jumlah antrean jemaah haji di Indonesia.

Penambahan itu dianggap penyesuaian dengan jumlah penduduk Muslim di Indonesia saat ini. Sesuai dengan kesepakatan Organisasi Konferensi Islam (OKI), jumlah haji yang dipertimbangkan adalah 1 berbanding 1.000 jumlah penduduk.

"Memang jumlah yang sesuai dengan jumlah penduduk muslim Indonesia saat ini," kata Sodik dalam pesan tertulisnya, Kamis 12 Januari 2017.

Menurutnya, perjuangan normalisasi kuota dan memperjuangkan penambahan kuota telah berhasil dilakukan pemerintah. Dengan begitu, Kemenag diharapkan bisa melipatgandakan kesiapannya sehingga penambahan kuota tidak justru menambah masalah nantinya. "Normalisasi kuota bisa memotong antrean dua sampai tiga tahun," ujar Sodik.

Berikutnya, pangkas antrean>>>

Pangkas Antrean

Penambahan kuota ini memang dinilai sebagai salah satu cara ampuh mengatasi antrean panjang calon jemaah haji, dan meminimalisir aksi pemberangkatan haji melalui cara-cara ilegal. Di beberapa daerah, antrean calon jemaah haji di Indonesia ada yang mencapai 32 tahun.

Data Kementerian Agama per Desember 2016, menyebutkan jumlah jemaah haji yang masuk dalam daftar tunggu diestimasi mencapai 3,24 juta orang. Jumlah daftar tunggu diprediksi meningkat menjadi 3,52 juta orang pada 2017.

Masih dari data Kemenag tahun 2016, jemaah haji di lima kabupaten/kota yang mengalami waktu tunggu terpanjang per 15 Juni 2016, yakni Kabupaten Sidrap, selama 32,3 tahun; Kabupaten Wajo,31,3 tahun; Kabupaten Bantaeng 31,2 tahun; Kabupaten Pinrang 29,3 tahun; Kabupaten Sopeng 26,8 tahun.

Sedangkan waktu tunggu terpendek adalah jemaah calon haji di Kabupaten Sanggau, waktu tunggu hanya 5,8 tahun, Kabupaten Seluma 6,1 tahun, Kabupaten Kaur 6,4 tahun, Kabupaten Kayong Utara 7 tahun, dan Kabupaten Landak 7,1 tahun.

Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kemenag, Abdul Djamil mengaku belum dapat memastikan seberapa banyak antrean haji yang terpotong, setelah ada penambahan ini. Hal itu karena tidak semua provinsi punya waktu antrean yang sama. "Jadi, kalau memangkas, ya memang akan mengurangi antrean," kata Abdul.

Namun, menurut Abdul, titik krusial yang harus dipersiapkan pemerintah adalah terkait persiapan embarkasi dan kloter. Dengan adanya penambahan kuota 10 ribu jemaah, ditambah kuota normal, dipastikan akan ada penambahan kloter yang cukup banyak.

"Karena, akan ada lebih dari 500 kloter. Tahun lalu, kloter kita 385 (kloter). Sekarang ini, lebih dari 505 kloter. Yang akan diberangkatkan melalui embarkasi-embarkasi di seluruh Indonesia," kata dia.

Wakil Ketua DPR RI, Fahri Hamzah berharap, normalisasi kuota dan penambahan kuota ini dapat mengatasi permasalah antrean calon jemaah haji Indonesia. Selain itu, dengan penambahan ini, akan membuat lebih banyak jemaah senior atau usia lanjut yang bisa diberangkatkan lebih dulu. Karena, mereka hanya punya 'kesempatan terakhir' untuk pergi ke Tanah Suci.

"Sehingga, yang sekali seumur hidup ini bisa dilaksanakan oleh mereka-mereka yang berusia senior," kata Fahri di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis 12 Januari 2017.

Dia berharap, diplomasi bisa terus dilanjutkan, agar ada kuota tambahan lagi. Kuota tambahan, katanya bisa diambil dari kuota negara lain yang tidak banyak terpakai.

"Dan, ini kalau bisa segera dialokasikan untuk WNI yang paling tua. Sehingga, lapis umur 80-70 itu segera selesai, sehingga nanti yang pergi haji itu usianya relatif lebih muda. Sehingga, nanti di sana tidak terlalu merepotkan," kata Fahri.

Kemenag sendiri sudah mulai mempersiapan pelaksanaan ibadah haji tahun 2017. Persiapan ini diklaim telah dilakukan sejak akhir 2016 lalu. Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU), Abdul Djamil mengakui, jajarannya akan fokus pada tiga hal. Pertama, pembahasan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) dengan DPR RI.

Kedua, terkait persiapan kegiatan dalam negeri yang meliputi masalah pelunasan biaya haji, konsolidasi dengan pihak terkait, persiapan embarkasi, manasik haji, dan lainnya. Selain persiapan dalam negeri, Kemenag juga fokus pada persiapan layanan jemaah haji di Arab Saudi.

"Fokus ketiga, adalah kordinasi dengan instansi di Arab Saudi, menyangkut akomodasi, transportasi, layanan armina, dan layanan lainnya," katanya di Jakarta, Kamis 12 Januari 2017.

Mantan Rektor IAIN Walisongo Semarang ini berkomitmen untuk terus meningkatkan kualitas layanan bagi jemaah haji. Menurutnya, seiring dengan bertambahnya kuota jemaah haji, maka persiapan yang harus dilakukan juga perlu ditambah, salah satunya terkait dengan petugas haji.

Selanjutnya, tantangan tersendiri>>>

Tantangan tersendiri

Sementara itu, Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri, Sri Ilham Lubis mengatakan, penambahan kuota akan memberikan tantangan tersendiri bagi Kemenag dalam penyelenggaraan haji tahun ini. Tantangan pertama, adalah jumlah petugas harus mencukupi untuk memastikan layanan yang diberikan sesuai dengan kontrak.

Menurutnya, semakin banyak jemaah yang dilayani tentu akan semakin banyak membutuhkan petugas. Keberadaan petugas dibutuhkan untuk memastikan, agar setiap layanan yang diberikan kepada jemaah sudah sesuai dengan kontrak, baik yang terkait katering, transportasi, akomodasi, dan lainnya.

Tantangan kedua, lanjut Sri, adalah penempatan jemaah haji di Mina. Ia mengingatkan, kondisi di Mina akan lebih padat, seiring normalnya kuota nonhaji. Apalagi, Indonesia mendapat tambahan sebanyak 10 ribu. dan apabila terdapat tambahan penempatan jemaah haji kita di tenda yang berada di kawasan Mina Jadid (manthiqatu-dhil).

Ketiga, yakni terkait harga sewa hotel. Kenaikan kuota kata dia, akan berimplikasi pada potensi kemungkinan meningkatnya harga sewa akomodasi. Sebab, persaingan dengan negara-negara lain akan lebih ketat khususnya di Madinah. "Penempatan di hotel Markaziyah, akan berebut dengan negara-negara lain," kata Sri di Jakarta, Kamis 12 Januari 2017.

Terkait tantangan ini, Sri mengaku sedang menyusun perencanaan untuk kebutuhan penyediaan layanan akomodasi, konsumsi, dan transportasi sesuai dengan jumlah kuota yang telah ditetapkan.

Di samping itu, tim Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah juga sedang membuat dan menyempurnakan regulasi-regulasi yang dibutuhkan, baik dalam bentuk Peraturan Menteri Agama (PMA), Keputusan Dirjen, dan SOP yang terkait penyediaan layanan akomodasi, katering dan transportasi di Arab Saudi sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan.

"Kami juga akan segera mengusulkan plafon biaya layanan di Saudi sesuai dengan hasil penjajakan harga di Saudi untuk disampaikan ke DPR," tegasnya.

Sri menambahkan, pihaknya juga tengah menyiapkan tiga tim yang akan diberangkatkan ke Arab Saudi untuk melakukan langkah persiapan. Ketiga tim ini adalah tim penyediaan akomodasi, tim seleksi perusahaan transportasi, dan tim seleksi perusahaan katering penyedia konsumsi.

"Kami juga akan segera menyusun jadwal keberangkatan tim ini dan tahapan penyelesaian tugasnya. Pada saat bersamaan, kami juga terus berkoordinasi dengan KUH (Kantor Urusan Haji) dan instansi terkait di Arab Saudi," tambahnya.

Dengan begitu, ia optimistis persiapan penyelenggaraan haji 2017, akan berjalan dengan baik. Dia juga berharap, penyelenggaraan haji tahun ini semakin baik dan jemaah haji bisa menjalankan ibadahnya dengan baik pula. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya