Ketika Ormas Kian 'Beringas'

Ilustrasi/Aksi unjuk rasa Front Pembela Islam (FPI) di Mabes Polri, Senin (16/1/2017)
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id – "Kalau mau jadi pimpinan ormas, berhentikan saja dari Kapolda," sungut politikus Partai Demokrat Benny K Harman menyindir Anton Charliyan, Kapolda Jawa Barat yang disebut menjadi pembina organisasi masyarakat Gerakan Masyarakat Bawah Indonesia.

5 Anggota Ormas Penganiaya Satpam Leasing Tasikmalaya Jadi Tersangka, Fix Lebaran di Penjara!

Baru-baru ini, GMBI memang terlibat bentrok dengan Front Pembela Islam (FPI). Sejumlah orang terluka dan menimbulkan kerusakan di Kota Bandung. Tak cuma itu, buntut kekerasan itu akhirnya membuat markas GMBI di Bogor dan Ciamis, Jawa Barat dibakar dan dirusak massa.

Saat itu juga, Anton langsung menyiratkan bahwa FPI mesti bertanggung jawab dalam tindakan itu. "Saya minta pertanggungjawabannya dan saya usut sampai kemana pun," kata Anton sehari usai bentrokan.

Mantan Napiter Dukung Upaya BNPT Lindungi Perempuan dari Radikalisme

Dasarnya, kata Anton, dalam bentrok yang terjadi di Kota Bandung ketika imam besar FPI Habib Rizieq Shihab usai diperiksa polisi, Kamis, 12 Januari 2017, dipastikan bukan dilakukanGMBI yang dibinanya.

"Yang terjadi keributan bukan anggota GMBI, tapi LSM di luar GMBI," kata Anton.

Din Syamsuddin: Calon Pemimpin Terlalu Muda Minim Pengalaman, Terlalu Tua Suka Pikun

Namun, langkah Anton yang seolah memproteksi GMBI inilah yang kemudian mendapat sorotan. Sebab, apa yang dilakukannya terkesan subjektif lantaran GMBI sudah diketahui luas memang menjadi binaannya

Atas dasar itu, Wakil Ketua Komisi III DPR Benny K Harman melayangkan protesnya atas sikap Anton. Sebab sebagai polisi aktif, Anton yang memiliki kewenangan khusus tidak sepatutnya menjadi pimpinan ormas.

"Kok seperti pimpinan LSM begitu. Kami minta Kapolri melakukan tindakan tegas," kata Benny.

Ormas Anarki
Di Indonesia, secara keseluruhan berdasarkan data dari Kementerian Dalam Negeri total ormas yang kini ada 254.633.

Sebanyak 287 terdaftar di Kemendagri, 250.000 di Kementerian Hukum dan HAM, 1.807 di Pemerintah Provinsi/Kabupaten dan Kota dan sisanya di Kementerian Luar Negeri sebanyak 62 ormas.

"Beberapa eksis membantu pemerintah, beberapa pasif alias tidak melakukan apa-apa," kata Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo awal Desember 2016.

Tahun ini, pemerintah berencana  melakukan revisi undang-undang nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Salah satu yang mendasari revisi ini adalah banyaknya ormas yang didirikan justru tidak berlandaskan asas negara yakni Pancasila.

Atas itu, revisi ini kemudian ditargetkan masuk dalam program legislasi nasional (Prolegnas) tahun 2017. Tak cuma itu, poin penting lain yang akan direvisi yakni soal kewenangan pemerintah untuk membubarkan sebuah ormas akan dipertegas lagi.

Konon, langkah ini juga berkaitan dengan banyaknya tindakan ormas atau yang mengatasnamakan Ormas, namun kemudian justru menimbulkan keresahan bagi masyarakat. Sementara di sisi lain, pemerintah justru dibuat tidak berdaya  menindak ormas-ormas tersebut. "Ini kan tidak fair," kata Tjahjo.

Harus diakui, di Indonesia memang kerap terjadi kerusuhan yang ditengarai oleh ormas. Kelompok massa yang tumbuh subur di tingkat masyarakat ini, sering melakukan tindakan arogan.

Tahun 2015 misalnya, dua ormas di Bali terlibat bentrokan di dalam Lapas Kerobokan Denpasar. Dua narapidana dan dua warga sipil dilaporkan menjadi korban tewas.

Kejadian yang berbuntut pada pencopotan Kepala Lapas Kerobokan Sunarto itu menimbulkan tanda tanya besar. Sebab, bentrok itu menguak adanya praktik penyimpanan senjata tajam di dalam lapas.

Kejadian berikutnya pada Januari tahun 2016, di Medan Sumatera Utara. Dua ormas, Pemuda Pancasila dan Ikatan Pemuda Karya, terlibat bentrok berdarah. Seorang disebutkan tewas dan lebih dari empat lainnya mengalami luka serius.

Tentu, ini bukan hal terakhir. Cukup banyak ormas berulah yang ada di Indonesia. Mulai dari pembubaran acara keagamaan, aktivitas mahasiswa sampai dengan pengusiran kelompok minoritas tertentu.

Namun memang, beberapa memang mencuat ke permukaan lantaran memakan korban, sementara sisanya cenderung tenggelam dan menjadi gunjingan masyarakat di tingkatan bawah.

Yang jelas, mayoritas memang menimbulkan keresahan dan menggesek toleransi menjadi semakin menipis. Sehingga membuat riak-riak di berbagai wilayah. "(Ormas) Banyak membuat permasalahan di negeri ini," kata Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto usai bertemu DPR, Selasa, 29 November 2016.

Lemah Menindak

Presiden Joko Widodo, secara prinsip juga 'gerah' dengan ulah berbagai ormas di Indonesia yang kerap menimbulkan ulah dan keresahan.

Karena itu, seiring dengan rencana pemerintah merevisi kembali UU Ormas, Jokowi mengingatkan agar tidak ada keraguan bagi penegak hukum untuk menindak ormas-ormas nakal.

"Jangan ada keraguan di lapangan menindak segala sesuatu yang bertentangan dengan hukum, sweeping-sweeping, kemudian kegiatan ormas tertentu di lapangan harus disikapi dengan tegas," kata Jokowi seperti disampaikan Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Komisaris Besar Rikwanto.

Sejauh ini, apa yang menjadi titah Jokowi itu, secara eksplisit memang belum menunjukkan adanya praktik nyata. Malah kini semakin melebar dan meluas aksi ormas-ormas yang bertindak seperti melawan hukum.

Bentrok GMBI dan FPI yang pecah di Kota Bandung pada awal tahun 2017 pun menjadi contoh nyata. Praktik perusakan, pembakaran hingga penganiayaan pun dipertontonkan secara terbuka. Sementara di sisi lain, kepolisian bagi sebagian besar publik justru masih terkesan membiarkan.

Apa pun itu, rencana pemerintah menertibkan ormas yang berulah, sejauh ini mendapat respons positif dari berbagai pihak. Hanya saja yang harus digarisbawahi adalah upaya itu jangan sampai menghilangkan hak untuk berserikat.

"Jangan sampai upaya melakukan penertiban berbelok menjadi upaya merampas kemerdekaan berserikat tersebut. Jangan sampai pula upaya penertiban digunakan untuk membungkam organisasi yang dianggap kritis terhadap pemerintah," kata Ketua Umum PP Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak.

Sebab, beberapa waktu kebelakang, unsur tebang pilih itu telah menjadi rahasia umum bagi masyarakat. Ketika di daerah-daerah muncul tindakan ormas berupa aksi premanisme dan anarkisme, faktanya tidak ada tindakan yang dilakukan.

Akar masalahnya adalah ormas-ormas itu rupanya memiliki kedekatan dengan polisi dan pemerintah. "Karena memiliki kedekatan dengan penguasa," kata Dahnil.

Lalu bagaimana respons polisi soal ini? Hingga kini, sejalan juga dengan kembali pecahnya bentrok ormas di Bandung, kepolisian hanya memberikan respons normatif.

Komitmen agar ormas anarki ditindak, siapa pun di belakangnya mau, sipil atau militer, sepertinya masih menjadi hal normatif. Tidak ada pernyataan tegas polisi bahwa hal itu akan disikat habis.

"Siapa yang punya bukti (ormas anarkis), saksi, disampaikan. Kalau memang ada kesaksian pidana, sebaiknya disampaikan. Kalau perlu kami masukkan dalam BAP (Berita Acara Perkara)," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Brigadir Jenderal Polisi Rikwanto.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya