Mampukah Ekonomi RI Tumbuh 5,3 Persen di 2017

Pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Sumber :
  • VIVAnews/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id – Bank Dunia kembali mengeluarkan laporan kuartalan terhadap ekonomi Indonesia edisi Januari 2017. Dalam laporan terbarunya Bank Dunia memproyeksikan ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5,3 persen hingga akhir tahun ini, atau lebih tinggi dari perkiraan pemerintah yang konservatif mematok pertumbuhan ekonomi sebesar 5,1 persen.

Bank Dunia dan IMF Berlomba Suntik Dana Miliaran Dolar ke Ukraina

Pada tahun ini, Bank Dunia melihat Indonesia sebagai negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, yang siap menghadapi berbagai risiko ekonomi global yang makin intensif, seperti dampak kebijakan ekonomi global dan gejolak finansial global. 

Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia, Rodrigo Chaves mengatakan, besarnya ekonomi Indonesia membuat proyeksi pertumbuhan ekonomi sebesar 5,3 persen pada 2017 bisa dicapai, terlebih didasari oleh kredibilitas fiskal yang membaik, seiring realistisnya target penerimaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2017.

Situasi Mencekam, Bank Dunia dan IMF Pindahkan Staf dari Ukraina

Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia, Rodrigo Chaves, saat pemaparan Indonesia Economic Quarterly.

Selain itu, ia menilai, untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 2017, Pemerintah Indonesia juga masih perlu meningkatkan pendapatan pajak, yang tentunya wajib dengan melakukan percepatan reformasi administrasi dan kebijakan pajak.

Kemenkeu: Pertumbuhan Ekonomi 2021 yang Dirilis BPS Sesuai Prediksi

"Penting bagi Indonesia menjaga momentum reformasi ini, agar sasaran pembangunan lebih cepat tercapai," kata Chaves, saat ditemui di Pakarti Center Building, Jakarta, Selasa 17 Januari 2017.

Kemudian, dalam upaya menjaga belanja negara untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, Chaves menilai, ada dua aksi yang perlu dilakukan pemerintah Indonesia. Yaitu, pertama, adalah merelokasi belanja ke sektor prioritas, agar membawa dampak besar kepada pengentasan kemiskinan dan pertumbuhan, seperti infrastruktur, kesehatan, dan bantuan sosial.

Lalu, yang kedua, adalah memaksimalkan dampak belanja di semua sektor, termasuk pertanian, pendidikan, dan bantuan sosial.

Sementara itu, terkait dampak global, Chaves meminta perhatian Indonesia terhadap tanda tanya kebijakan Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, keluarnya Inggris dari kawasan Eropa (Brexit), referendum Italia, hingga pemilihan presiden yang terjadi di Belanda, Prancis, dan Jerman.

Tak hanya itu, perkembangan ekonomi digital yang semakin merebak di berbagai belahan dunia pun menjadi kewaspadaan tersendiri. Menurut Chaves, apabila Indonesia tidak siap menghadapi kondisi tersebut, tentu akan ada pengaruh terhadap kondisi perekonomian secara keseluruhan.

Selanjutnya, lebih konservatif>>>

Lebih konservatif

Menanggapi laporan tersebut, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, proyeksi Bank Dunia terhadap ekonomi Indonesia 2017, memang lebih progresif dibandingkan pemerintah Indonesia. Sebab, pemerintah memandang ekonomi global masih penuh dengan ketidakpastian.

Menurut Ani panggilan akrab Sri Mulyani Indrawati, ekonomi dunia saat ini memang rumit dan penuh ketidakpastian, sehingga Indonesia telah mempersiapkan diri menghadapi berbagai risiko dunia, termasuk membandingkan dengan negara berkembang lainnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam laporan kuartalan Bank Dunia 2017.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam laporan Indonesia Economic Quarterly

Ani menuturkan, konservatifnya target pemerintah memang melihat berbagai alasan, seperti penurunan nilai ekspor impor. Bahkan, beberapa komoditas yang sudah meningkat harganya saat ini masih tercatat rendah volumenya, karena memang sisi permintaan lemah dan adanya kompetisi dengan negara lain.

Selain itu, Pemerintah Indonesia juga masih menyadari rendahnya daya saing ekspor yang ada saat ini, di mana impor barang mentah masih dominan, tetapi sudah tidak bisa dilakukan Indonesia, dan defisit transaksi berjalan masih cukup besar. Hal itu semua membuat pemerintah berhati-hati terhadap kondisi ekonomi tersebut.

Kemudian, untuk mendorong efektivitas APBN, Ani mengatakan, pemerintah telah melakukan berbagai kebijakan untuk menambah penerimaan pajak. Salah satunya adalah tax amnesty, atau pengampunan pajak. Kebijakan ini dinilai dapat memperkuat kemampuan indentifikasi pajak dan memperkuat basis pajak di masa depan.

Sedangkan Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Suahasil Nazara menambahkan, dalam menghadapi ekonomi dunia yang penuh ketidakpastian langkah optimalisasi sejumlah sektor dalam negeri akan menjadi prioritas pemerintah, karena dinilai masih pontesial dikerjakan.

"Kami punya pasar yang besar. Bagaimana meningkatkan sektor manufaktur, dan potensi di sektor lainnya," ujarnya.

Ditegaskan Suahasil, memperbaiki diri akan terus dilakukan pemerintah Indonesia. Intinya dalam menghadapi global, pemerintah bersama pemangku kepentingan terkait akan terus menyeimbangkan kondisi fiskal maupun moneter, untuk memberikan stimulus bagi perekonomian nasional. "Memperbaiki diri selalu menjadi strategi yang paling baik," jelasnya.

Berikutnya, benahi dalam negeri>>>

Benahi dalam negeri

Sementara itu, Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudhistira mengatakan, adanya perbedaan asumsi pertumbuhan ekonomi 2017, antara pemerintah dan Bank Dunia pada dasarnya, karena selisih harga komoditas minyak, di mana APBN melihat US$45 per barel, sedangkan Bank Dunia di atas US$50 per barel.  

Menurut dia, dua perbedaan ini memang sangat penting bagi sebuah penghitungan asumsi pertumbuhan, karena sangat menentukan nilai penerimaan sebuah negara. Sementara itu, harga komoditas ini bisa saja naik signifikan, atau akan tetap bertahan di level tersebut tergantung kondisi global.

Selain itu, kondisi eksternal seperti kekhawatiran kebijakan Trump yang akan melakukan proteksi perdagangan juga menjadi perhatian serius terhadap proyeksi ekonomi Indonesia ke depan. Sedangkan menurut Bank Dunia, hal tersebut justru hanya sebuah gertakan Trump.

Sejumlah wisatawan asal Belanda dan Australia berkeliling dengan menggunakan becak di kawasan Kota Lama Semarang, Jawa Tengah, Rabu (21/9/2016).

Untuk itu, lanjut Bhima, agar kondisi eksternal tidak memengaruhi besar ekonomi Indonesia, maka pemerintah perlu menggenjot sektor yang punya nilai tambah besar, dan tak lagi mengandalkan komoditas. Hal tersebut bisa dilakukan, seperti fokus pada industri manufaktur, makanan dan minuman, serta sektor transportasi dan pariwisata.

"Untuk sektor pariwisata ini menjadi fenomena super dolar, di mana saat Trump naik, dolar diprediksi menguat, dan itu bagus untuk turis kita, karena akan lebih murah. Namun, itu bisa maksimal asal infrastruktur pariwisata lebih bagus untuk menarik minat datang lagi ke Indonesia," tegasnya. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya