Nasib Freeport Usai Dihapusnya Kontrak Karya

Tambang Freeport di Papua.
Sumber :
  • ANTARA/Muhammad Adimaja

VIVA.co.id – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, telah menerbitkan sejumlah aturan baru yang memberikan kesempatan bagi perusahaan tambang untuk memperpanjang masa kegiatan ekspor konsentrat dan mineral mentah dengan syarat tertentu. 

RI Bisa Kuasai 61 Persen Saham Freeport, Menteri Bahlil Beberkan Mekanismenya

Dalam aturan baru tersebut, perusahaan tambang yang diizinkan mengekspor konsentrat dan mineral mentah hanyalah perusahaan berstatus Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan IUP Khusus (IUPK). Kemudian, berkomitmen membangun smelter sampai batas waktu lima tahun setelah aturan terbit, melakukan divestasi saham sedikitnya sebesar 51 persen, serta dikenakan bea keluar 10 persen. 

Kebijakan itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017 sebagai perubahan keempat PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu bara, Peraturan Menteri ESDM Nomor 5 tahun 2017, serta Peraturan Menteri ESDM Nomor 6 tahun 2017

Intip Sederet Sanksi Buat Perusahaan yang Tak Bayar hingga Mencicil THR

Dalam salah satu aturan turunannya, yaitu Permen ESDM Nomor 6 Tahun 2017 tentang Tata Cara Persyaratan Pemberian Rekomendasi Pelaksanaan Penjualan Mineral ke Luar Negeri Hasil Pengolahan dan Pemurnian, disebutkan beberapa syarat bagi perusahaan tambang untuk melakukan ekspor konsentrat ke luar negeri. 

Gayung bersambut, aturan ini secara kebetulan dikeluarkan berdekatan dengan habisnya izin eskpor konsentrat  PT Freeport Indonesia (PTFI) pada 11 Januari lalu. Salah satu cara agar perusahaan itu bisa melanjutkan kegiatan ekspornya adalah mengubah status kerja sama Kontrak Karya (KK) yang dimiliki saat ini menjadi IUPK. 

Soal Sengketa Pemberitaan, Dewan Pers Perintahkan Tempo Minta Maaf ke Bahlil

Baca juga: Lima Tujuan Jonan Revisi Aturan Minerba

Juru Bicara PT Freeport Indonesia (PTFI), Riza Pratama menyatakan, pihaknya siap untuk mengubah status KK menjadi IUPK. Hal itu akan dilakukan, jika menjamin keberlangsungan operasionalnya di Indonesia. 

"Kami terus bekerja sama dengan Pemerintah terkait perpanjangan operasional kami. PTFI telah menyampaikan kepada pemerintah, kesediaannya untuk konversi menjadi IUPK, bila disertai dengan perjanjian stabilitas investasi bagi jaminan kepastian hukum dan fiskal," kata Riza kepada VIVA.co.id, Jakarta, Rabu 18 Januari 2017. 

Sementara itu, lanjut dia, pihaknya juga akan melakukan pembangunan smelter seperti yang disyaratkan pemerintah. Demi perpanjangan operasional Freeport di Tanah Air, pihaknya akan melakukan apa yang akan disyaratkan tersebut. 

"PTFI juga telah menyampaikan kepada Pemerintah komitmennya untuk membangun smelter dan akan melanjutkan pembangunan segera, setelah hak operasionalnya diperpanjang," tuturnya. 

Berdasarkan komitmen tersebut, lanjut dia, pihaknya berharap pemerintah dapat segera memperpanjang izin ekspor Freeport yang telah habis pada 11 Januari 2017. 

"Berdasarkan komitmen-komitmen tersebut, kami berharap pemerintah akan segera memperpanjang izin ekspor PTFI," ujarnya.

Beda kontrak karya dan IUPK

Staf Khusus Menteri ESDM, Hadi M. Djuraid menjelaskan perbedaan antara KK dan IUPK yang  menjadi syarat agar ekspor dapat dilanjutkan. Di antaranya dalam KK, jelas Hadi, kedudukan negara dan perusahaan adalah sama atau setara sebagai dua pihak yang berkontrak. 

"Dalam IUPK posisi negara lebih tinggi sebagai pihak yang memberi izin," kata Hadi kepada VIVA.co.id, Jakarta, Rabu 18 Januari 2017. 

Kemudian, dari sisi fiskal, lanjut Hadi, KK hanya dikenakan royalti, iuran tetap, Pajak Penghasilan (PPh) Badan, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan pajak Daerah. "Untuk IUPK, selain itu semua, ditambah retribusi  daerah  dan pungutan lain sesuai kebijakan pemerintah," jelas dia. 

Sementara itu untuk luas wilayah, IUPK dibatasi maksimal hanya 25 ribu hektare, berbeda dengan KK yang mana luas wilayah tergantung kontrak yang ditetapkan antara pemerintah dan kontraktor. 

Selain itu, divestasi saham untuk Penanaman Modal Asing (PMA) untuk KK yang hanya 30 persen dan IUPK 51 persen.

"Sehingga dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan, perusahaan akan jadi milik nasional," kata dia. 

Sebetulnya, lanjut dia, perusahaan tambang tidak wajib merubah KK menjadi IUPK. Hanya saja, jika perusahaan tambang ingin melakukan ekspor, maka perubahan status dari KK menjadi IUPK harus dilakukan. Di samping itu ada dua syarat lagi yang harus dilakukan, diantaranya adalah penandatanganan pakta integritas untuk pembangunan smelter dalam waktu 5 tahun dan divestasi sebanyak 51 persen selama 10 tahun. 

Siapa yang diuntungkan? 

Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara saat ditemui di gedung parlemen menegaskan, berdasarkan penghitungannya, aturan yang baru saja diterbitkan oleh Menteri ESDM Ignasius Jonan tersebut berpotensi meningkatkan penerimaan negara.

“TIdak ada (kekurangan penerimaan). Malah ada penambahan (penerimaan negara) kalau kami menggunakan datanya Freeport,” kata Suahasil, Rabu 18 Januari 2017.

Dalam ketentuan yang tercantum dalam payung hukum tersebut, perusahaan tambang yang mengubah status dari KK mejadi IUPK diberlakukan seperti Wajib Pajak Besar lainnya. Mereka, kata Suahasil, tidak lagi dikenakan pajak khusus, sesuai ketentuan dalam kontrak sebelumnya.

“Misalnya seperti Freeport. (Aturan) dulu bayar 35 persen, sekarang 25 persen. Pajak dividen tadinya tidak ada sekarang ada. PPN (Pajak Pertambahan Nilai) jadi 10 persen. Umum semua ketentuannya,” katanya.

Dalam kesempatan yang berbeda, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak Hestu Yoga Saksama mengatakan, setiap perusahaan tambang yang mengubah statusnya dari KK menjadi IUPK, akan diberlakukan secara berbeda.

Perusahaan tambang yang masih berstatus KK, menggunakan mekanisme pajak khusus dan skema nail down. Artinya, seluruh tunggakan pajak yang dikenakan bagi perusahaan tambang berlaku selamanya, hingga perusahaan tersebut menutup operasi di indonesia.

“KK Itu berlaku sampai kontrak berakhir. Kalau IUPK, itu mengikuti ketentuan dalam UU (Undang-undang) mineral dan batubara. Sesuai ketentuan, dan tidak ada kekhususan. Artinya, diberlakukan seperti WP lain,” katanya saat berbincang dengan VIVA.co.id.

Sementara menurut Kepala Kantor Wilayah DJP Wajib Pajak Besar Mekar Satria Utama, perubahan skema KK menjadi IUPK memang untuk menyederhanakan berbagai aturan tambang yang selama ini terkesan terbelit-belit. Sebab, sebelumnya memang tidak ada aturan yang jelas terkait hal ini.

“PKP2B (Perjanjian Karya Pengusaha Pertambangan Batubara) misalnya. Sampai 13 generasi itu beda-beda. Dengan disederhanakan, untuk tanggulangi masalah tumpang tindih izin,” ujarnya. (adi)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya