RI Magnet Investasi Transportasi Online

Aplikasi layanan transportasi berbasis pesan online.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/M Agung Rajasa

VIVA.co.id – Buruknya regulasi pemerintah terkait penyediaan dan pelaksanaan transportasi berbasis online, tidak menyurutkan sejumlah investor untuk menjajal bisnis tersebut di Indonesia. Bahkan, sejumlah perusahaan terus bersaing meraih pelanggan dengan menciptakan sejumlah promo menarik.

Ketahui Manfaat dan Risiko Saham Blue Chip, Dapatkan Dividen yang Konsisten

Seperti halnya perusahaan aplikasi penyedia transportasi online Grab, pada Kamis 2 Februari 2017, mengumumkan rencana investasinya sebesar US$700 juta, atau setara dengan Rp9,3 triliun (kurs Rp13.368 per dolar AS). Dana tersebut, akan digunakan untuk pengembangan bisnis di Indonesia.

Dilansir dari laman Reuters, disebutkan dana investasi Grab tersebut, akan digunakan selama empat tahun ke depan di Indonesia. Investasi tersebut diklaim perusahaan asal Malaysia itu, sebagai yang terbesar di bisnis sejenis di negara mana pun saat ini.

Beli Properti Bisa untuk Rumah Tinggal Sekaligus Investasi Jangka Panjang

Upaya Grab menanamkan modal yang cukup besar tersebut, diakui perusahaan untuk memperkuat usahanya dalam menghadapi ketatnya persaingan bisnis transportasi berbasis online di Indonesia. Sehingga, dana segar ini bisa menjadi 'bahan bakar' Grab Indonesia melawan Uber, atau Gojek.

Grab Indonesia umumkan master plan 2020

Lalui Seleksi Ketat, 63 Reksa Dana Sabet Penghargaan Best Mutual Fund Awards 2024

Grab menyatakan, dana investasi itu rencananya akan digunakan pada beberapa pengembangan bisnis, antara lain membuka pusat penelitian dan pengembangan teknologi terkait bisnis yang dijalani. Kemudian, platform pembayaran yang akan digunakan pelanggan juga akan diperbaharui.

Dalam pelaksanaan Grab di Indonesia, juga menunjuk mantan Kapolri Jenderal (Purn) Badrodin Haiti menjadi Komisaris Utama perusahaan. Langkah itu sejalan dengan besarnya investasi dan untuk mengawasi tata kelola perusahaan. 

Group Chief Executive Officer dan Co-Founder Grab, Anthony Tan mengatakan, investasi dalam jangka waktu empat tahun ini diharapkan jadi kesempatan bagi masyarakat Indonesia untuk bisa beralih ke ekonomi digital. 

Hal ini, lanjut Anthony, juga seiring dengan pertumbuhan bisnis GrabCar dan GrabBike di Indonesia yang mencapai 600 persen pada 2016. Selain itu, komitmen investasi ini juga berdasarkan hasil riset yang dilakukan Google dan Temasek, di mana Indonesia akan menguasai pasar digital di kawasan Asia Tenggara pada 2025.

"Ada potensi pasar sebesar US$200 miliar di Asia Tenggara dan Indonesia akan menguasai lebih dari 50 persen," jelas Anthony.

Gojek di Mal Fx, Jakarta.

Sebelumnya, hal senada juga disampaikan Chief Executive Officer (CEO) Gojek, Nadiem Makarim, di mana semakin besarnya Gojek di Indonesia di dukung oleh besarnya pasar dalam negeri dan kondusifnya iklim bisnis di Indonesia.

Nadiem yang di daulat sebagai The First ASEAN Enterpreneur Award dari The World Knowledge, menyatakan, saat ini, usahanya telah memiliki mitra pengemudi yang mencapai 200 ribu orang, sehingga belum terpikir untuk ekspansi layanan Gojek ke pasar luar negeri.

Sementara itu, Badan Koordinasi Penanaman Modal mengapresiasi investasi yang digelontorkan oleh Grab di Indonesia. Sebab, dana investasi tersebut cukup besar dan menunjukkan iklim bisnis di Indonesia kondusif.

Berikutnya, aturannya tak tegas>>>

Aturan tak tegas

Sementara itu, Wakil Ketua Bidang Riset dan Advokasi Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Joko Setijowarno menyatakan, langkah investasi pada transportasi online di Indonesia sangat baik. Namun, hal itu juga perlu diberikan kritik khususnya pada tidak tegasnya penegakan aturan oleh pemerintah.

Menurut dia, keberadaan angkutan online yang kian menjamur tersebut tidak sejalan dengan penertiban pola usaha dan ketentuan angkutan umum. Sehingga, bisa membuat bisnis transportasi yang tidak sehat, atau bahkan merusak tatanan transportasi daerah.

"Padahal, kita sudah ada Permenhub Nomor 32 Tahun 2016, tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek," kata Joko kepada VIVA.co.id, Kamis 2 Februari 2017.

Joko menilai, melalui aturan tersebut seharusnya setiap usaha angkutan semacam itu harus ada pengecekan KIR, memiliki pool, dan penetapan tarifnya harus diatur oleh pemerintah dan bukan hanya sepihak dari perusahaan aplikasi tersebut.

Ilustrasi/Demonstrasi penolakan taksi berbasis online di Indonesia

Untuk itu, ia berharap, penegakan aturan transportasi harus segera diterapkan dan para pengusaha taksi konvensional juga diharapkan bisa berinovasi membuat aplikasi serupa sebagai pembuktian daya saing dihadapan para pengguna layanan transportasi mereka.

"Karena, saya enggak yakin kalau suatu saat nanti, jika mereka (transportasi online) itu resmi, mereka bisa saja menaikkan tarifnya secara sepihak. Sekarang saja, kalau suatu daerah macet, tarif mereka bisa mereka naikkan sepihak melalui aplikasi tersebut," ujarnya.

Kemudian, akibat dari perkembangan transportasi online tersebut, saat ini sebanyak 60 persen taksi konvensional telah melepas kunci, alias tergusur dari persaingan bisnis. Bahkan, para supir taksi konvensional banyak menjadi pengangguran, atau justru ikut beralih menjadi supir taksi online.

Ratusan supir taksi menggelar aksi demonstrasi menolak keberadaan angkutan umum online di Jalan Gatot Subroto kawasan gedung DPR/MPR Senayan, Jakarta.

Ketua DPP Organda DKI Jakarta, Shafruhan Sinungan mengatakan, 60 persen taksi konvensional yang lepas kunci tersebut, lantaran pelanggaran mereka berkurang. Hal ini ditegaskan, karena munculnya taksi online tak berizin.

Ia mengungkapkan, saat ini, baru sekitar 10 persen dari taksi online di wilayah Jabodetabek telah memiliki izin, sehingga diperkirakan baru sebanyak 1.500 taksi online yang miliki dari total keseluruhan di Jabodetabek yang mencapai 15 ribu taksi online.

Karena itu, ini harus menjadi perhatian pemerintah yang terlanjur memberikan kebijakan tidak tepat sasaran dan lebih pentingkan investasi. Sebab, jika itu tak segera dibenahi, tentu 10 ribu supir yang menghentikan operasinya akan bertambah dan jumlah pengangguran bisa ikut bertambah. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya