Hilangnya 'Matahari Kembar' di Pertamina

Yenni Andayani Jadi Plt Dirut Pertamina
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id –Kementerian Badan Usaha Milik Negara mencopot jabatan Direktur Utama PT Pertamina, Dwi Soetjipto, dan Wakil Direktur Utama Ahmad Bambang. Keputusan itu diambil dalam Rapat Umum Pemegang
Saham di kantor Kementerian BUMN, Jumat 3 Februari 2017. 

Erick Thohir Rombak Komisaris PLN, Nawal Nely Gantikan Tedi Bharata

Untuk mengisi kekosongan posisi puncak itu, Kementerian BUMN dan Dewan Komisaris Pertamina sepakat mengangkat Yenni Andayani sebagai Pelaksana tugas Direktur Utama Pertamina. 

Komisaris Utama Pertamina, Tanri Abeng, mengungkapkan Yenni akan menjabat selama 30 hari, sementara Direktur Utama definitif akan ditetapkan. Penunjukan Yenni disebut berdasarkan senioritas yang ada di Pertamina.

Jadi Top 5 Perusahaan TIC di Asia Pasifik, IDSurvey Tetapkan Visi Top 20 Global

"Penggantinya belum. Ini diberi waktu tiga puluh hari untuk mencari. Kalau search-nya di luar lingkungan Pertamina. Kami memberikan penilaian, Semoga enggak sampai 30 hari sudah ada pengangkatan yang baru. Plt nya, Yenni (diangkat) karena faktor senioritas dan lain-lain," kata Tanri di kantor Kementerian BUMN.

Perombakan pimpinan Pertamina itu dianggap sebagai penyegaran saja. Tanri mengungkapkan penyegaran perusahaan dilakukan untuk memperbaiki struktur organisasi yang ada di Pertamina. Sebagai perusahaaan besar yang multikompleks, lanjut dia, tidaklah mudah untuk bisa membuat manajemen perusahaan secara efektif.

Kementerian Ajak Pegawai BUMN 'Curhat' Demi Jaga Kesehatan Mental

"Kami harapkan tim ini bisa bekerja sama dengan tugas tugas yang sudah dicanangkan. Pertamina harus jadi world class energi company," kata Tanri.  Selanjutnya jabatan Wadirut akan dihapuskan untuk keefektifan perusahaan. 

"Ini karena kecocokan dari manusianya. Ini bukan sesuatu yang baru. Lebih baik memang, dicari talenta baru yang bisa bekerja sama dan solid di Pertamina," tutur dia. 

Sebelumnya pada pagi hari sudah beredar rumor dua pimpinan di perusahaan minyak negara ini akan mencopot Dirut dan Wadirutnya. Perombakan direksi Pertamina ini ditengarai karena ada persoalan kepemimpinan yang akrab diistilahkan sebagai "matahari kembar". Sistem kepemimpinan dengan adanya wakil direktur utama membuat direksi lama saat akan mengambil keputusan. 

Bahkan isu kepemipinan ganda saat ini santer menjadi isu yang hangat di tubuh PT Pertamina juga menjadi sorotan DPR RI.

"Kepemimpinan ganda di Pertamina, ini menurut kami perlu penanganan serius. Karena bagaimana pun, ini jadi tanggung jawab Pak Menteri (ESDM) di sektor ini. Kami melihat jangan sampai permasalahan ini mengganggu kinerja BUMN," kata Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Mulyadi dalam rapat dengan Menteri ESDM, di ruang rapat Komisi VII DPR, Senayan, Jakarta, Senin, 30 Januari 2017.
 
Ia menuturkan, dalam dualisme kepemimpinan ini seolah-olah ada 'dirut satu' dan 'dirut dua'. Ia mengaku khawatir sekaligus bingung, apakah pemerintah sudah mendalami hal ini dari sisi manajemen.

"Apakah ini sudah didalami? Hulu (migas) katanya ditanggung jawab Pak Dwi. Hilir di bawah Pak Bambang. Jadi menurut saya seperti dirut satu dirut dua," kata Mulyadi. Untuk itu, dalam konteks peningkatan kinerja di sektor ESDM, lanjut Mulyadi, apapun keputusan atau informasi dari Pertamina, itu dinilai DPR merupakan keputusan Pertamina.

"Tidak menurut kami, Pertamina versi A atau versi B. kami harapkan ke depan pemerintah segera menyelesaikan, karena ini sudah bukan rahasia umum lagi," katanya. 

Menteri BUMN, Rini Soemarno.

Manajemen Tak Efisien

Menteri BUMN Rini Soemarno mengatakan pencopotan dua pucuk pimpinan PT Pertamina dinilai sudah melalui pertimbangan yang matang. Usulan pencopotan itu berasal dari keputusan Dekom yang mempertimbangkan aspek personality kepemimpinan. 

"Dalam rapat dewan komisaris yang terakhir sudah diputuskan dan melakukan interview kepada semua Direksi, Dirut dan Wadirut. Bahwa masalah kepemimpinan di Pertamina ini sudah akut. Sehingga tidak menstabilize pertamina,” kata Rini, di kantor Kementerian BUMN.

Ia menceritakan, setelah diputuskan pembentukan Wadirut di PT Pertamina, muncul masalah-masalah baru, sehingga pada akhirnya Dekom melakukan rapat yang memutuskan untuk meniadakan posisi tersebut. Berdasarkan usulan dari Dekom, Rini mengaku segera melaporkan kepada Presiden Joko Widodo perihal pencopotan Dirut dan Wadirut. Presiden pun langsung menyetujui. 

"Atas usulan Dekom itu, saya melapor ke Presiden, lalu pak presiden bilang ya sudah lakukan. Lalu tadi malam saya tanda tangan pemberhentian dua direksi, untuk Dirut dan Wadirut," kata dia. 

Permasalahan yang terjadi, lanjut Rini, adalah urusan pengaturan manajemen perusahaan yang tidak efisien. Ia mengaku sengaja tidak melakukan komunikasi dengan Dirut dan Wadirut sebelum melakukan keputusan itu. "Saya sengaja tidak berkomunikasi dengan dua-duanya. Sedih saya memang, karena karakter seseorang tidak bisa kita baca," kata dia. 

Rini mengatakan alasan pencopotan itu lebih kepada personality. Ada ketidakcocokan antara Dirut dan Wadirut. "Betul mendadak, karena dianggapnya sudah akut oleh Dekom. Sudah parah, itu yang tentunya kami harus merespons. Sehingga diberi waktu oleh bapak presiden memutuskan, akhirnya kita laksanakan," tutur Rini.

Dalam kesempatan itu, Rini tidak membantah isu ada konflik personal antara Dirut Dwi Soetjipto dengan Wakil Direktur Utama Ahmad Bambang. Namun, ia enggan berkomentar lebih jauh.

"Kayaknya begitu (ada konflik), tapi tolong tanya dia. Karena, kalau  ditanya satu, (bilang) enggak ada apa-apa, yang satu bilang enggak ada apa-apa. Terus di luar (Pertamina) kenapa  bilang ada apa-apa, di dalam (Pertamina) juga bilang ada apa-apa," ujarnya.

Rini juga mengaku dirinya sedih, sebab dia yang mereferensikan Dwi Soetjipto sebagai Direktur Utama begitu pun dengan beberapa Direksi lainnya. 

"Saya juga sedih, karena saya yang mendukung pemilihan Pak Dwi. Ini Pak Dwi kan juga bukan orang Pertamina. Memang dia berat (mengemban amanat itu), tapi ini bisa berjalan dengan baik. Dan juga ada yang baru, seperti Pak Arif (Direktur Keuangan) dan Sudaryoko. Penunjukannya bisa berjalan dengan baik," kata dia.

Menanggapi  pencopotan dirinya, mantan Wadirut Pertamina, Ahmad Bambang mengatakan jika itu sudah merupakankeputusan terbaik dari pemerintah sebagai pemegang saham. 

"Intinya begini saja. Ini sudah keputusan terbaik dari pemerintah atau pemegang saham agar kegaduhan soal Pertamina berakhir. Dengan demikian, sambil mencari pengganti, direksi yang ada bisa menjalankan tugas-tugas perusahaan dengan tenang," kata Abe sapaan akrab Ahmad di Jakarta, Jumat, 3 Februari 2017. 

Dia juga meyakini, pemerintah pasti sudah mempertimbangkan bahwa keputusan ini merupakan yang terbaik bagi Pertamina dan bangsa pada umumnya. Pertamina juga dapat menjadi perusahaan BUMN yang lebih bermanfaat bagi masyarakat. 

"Mari kita berikan waktu, kita dukung, dan doakan direksi yang ada bisa membawa Pertamina lebih hebat, maju, dan bermanfaat bagi masyarakat Indonesia. Itulah esensi perusahaan BUMN yang rahmatan lil 'alamin, sehingga bisa menunjang pemerintah yang rahmatan lil 'alamin juga," ujar dia.

Kilang minyak Pertamina.

Harus Tetap Jalan

Setelah dicopotnya Dirut dan Wadirut Pertamina, Menteri Rini telah menunjuk Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Utama Pertamina, Yenni Andayani. Ditemui di tempat yang sama, Yenni memastikan kinerja Pertamina tidak akan terganggu dengan adanya pencopotan tersebut. 

"Enggak (mengganggu kinerja). Semua sistem sudah ditetapkan. Rencana kerja juga sudah ditetapkan. Masing masing direksi sudah tahu dan kita harus memastikan sustainibility (keberlanjutan) kita pada 2017 ini," kata Yenni di kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat 3 Februari 2017. 

Dalam menjalankan tugasnya, lanjut Yenni, dia akan berhati-hati dalam mengubah kebijakan-kebijakan. Yenni berjanji akan menjaga kesatuan Pertamina yang sesuai dengan Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP).
 
"Amanatnya sudah jelas. Saya tugasnya mengisi jabatan strategis dan menjaga solid. Selain saya menjalani kegiatan sehari-hari. RKAP juga sudah jelas," tutur dia. 

Dihubungi terpisah Kepala Pusat Kajian Energi Universitas Indonesia, Iwa Garniwa menilai jika pencopotan kedua pejabat di Pertamina bukan karena internal tapi lebih ke eksternal. 

"Jadi dimulai dari perbedaan isu solar yang dilakukan seolah-olah hanya Wakil Direktur yang tidak koordinasi dengan direktur. Makanya sempat ada sebutan Matahari Kembar. Itu juga kan berdasarkan adanya kebutuhan kilang. Tapi yang jadi isu hangat ada persaingan," kata Iwa, Jumat 3 Februari 2017.

Menurutnya, jika melihat kinerja wadirut memang memiliki posisi startegis. Misalnya saja tahun ini Pertamina meraih keuntungan. "Negara lain kan kita lihat merugi tapi Pertamina untung, ini prestasi yang patut diapresiasi," ujarnya. 

Lebih lanjut, kata Iwa, memang terlihat ada kesan kurang koordinasi, seperti isu yang menyatakan Wadirut memutuskan sendiri tentang informasi solar.  

"Padahal mungkin ini juga keputusan direksi Pertamina untuk mengantisipasi kebutuhan solar dalam negeri. Isunya melakukan tanpa melakukan koordinasi. Seolah-olah pemimpinnya ada dua. Namun menurut saya ada pihak yg mengincar karena posisi Strategis," tuturnya. 

Terkait dengan isu seputar pencopotan Dirut dan Wadirut tersebut, Iwa mengingatkan tantangan Pertamina saat ini masih besar dengan harga minyak yang masih rendah ini. Harga pasar dunia masih rendah sehingga harga bahan bakar minyak dalam negeri masih dalam jangkauan daya beli. "Pikirkan saja bagaimana kinerja Pertamina ke depannya," kata dia. 

Pertamina harus tetap jalan apalagi, nilai proyek Pertamina bukan main, yang nilai investasinya mencapai Rp700 triliun. Rini mengungkapkan, proyek dari hulu hingga hilir tersebut diharapkan berjalan tanpa ada gangguan. 

"Karena megaproyek Pertamina itu kalau dihitung bisa sampai Rp700 triliun. Dan itu belum pernah dalam sejarah," kata dia. Menurutnya dia, dualisme dan konflik kepemimpinan dalam tubuh Pertamina dapat membuat kondisi perusahaan menjadi tidak stabil. Kerja sama, menurut dia, merupakan hal yang penting. 

"Ini memang tidak terlepas dari teamwork. Kalau teamwork tidak berjalan, habislah kita. Karena, misalnya, apa pun yang dilakukan pada 2016 akan berpengaruh pada 2017," tutur dia.  Pada 2017, merupakan tahun yang penting bagi proyek-proyek Pertamina.

"Pertamina itu besar, karena secara aset itu nomor empat di Indonesia dan juga tanggung jawabnya pasti, terutama untuk distribusi BBM satu harga, sangat penting bagi Indonesia," kata Rini. (adi)
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya