Prediksi Bencana Alam Bertambah Tuntut Respons Siaga

Sejumlah anggota Basarnas Kota Padang, mengevakuasi korban longsor yang berada di dalam mobil pick up di daerah Koto Alam, Pangkalan, Limapuluh Kota, Sumatera Barat, Sabtu (4/3).
Sumber :
  • ANTARA/Muhammad Arif Pribadi

VIVA.co.id – Memasuki bulan ketiga 2017, sejumlah wilayah Tanah Air, dilanda bencana. Banjir, tanah longsor, dan gempa patut menjadi perhatian. Terakhir, merujuk laporan Badan Nasional Penanggulangan Bencana berdasarkan data Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi diprediksi pada tahun ini, bencana alam akan jauh lebih banyak dibandingkan sebelumnya.

Merinding! Jayabaya Ramal Bencana Alam Berupa Banjir dan Gunung Meletus di Mana-mana

Pada awal tahun ini, dicatat sudah 695 kasus bencana alam yang terjadi di Indonesia. Dalam pekan ini, yang masih terdampak adalah banjir dan tanah longsor yang terjadi di Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat.

Bencana tersebut, sedikitnya sudah merenggut enam nyawa. Selain itu, banjir juga merendam 3.774 rumah penduduk, 1.039 hektare sawah, dan 45 hektare ladang dan kebun warga juga mengalami rusak parah.

Banjir Melanda Rusia, Lebih dari Sekitar 15.000 Rumah Terendam

Tak hanya itu, 166 gardu listrik diidentifikasi rusak akibat terjangan banjir.

Banjir dan longsor yang terjadi di wilayah tersebut dipicu oleh tingginya curah hujan yang berlangsung sejak Selasa lalu, 2 Maret 2017. Air menggenangi setidaknya 12 kecamatan di Wilayah Kabupaten Lima Puluh Kota.
 
“Titik tertinggi dan terparah 1,5 meter di Kecamatan Pangkalan akibat meluapnya sungai Maek,” kata Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho melalui siaran pers.

5 Ramalan Jayabaya yang Terjadi di Tahun 2024, dari Bencana Alam hingga Situasi Politik

Bencana pada tahun ini diprediksi BNPB, akan jauh lebih banyak dibandingkan tahun sebelumnya, lantaran baru pada awal bulan ketiga, jumlah musibah alam itu sudah mendekati angka 700 kasus.

Dari 695 bencana yang dicatat BNPB, ada 245 kasus banjir, 12 kasus banjir sekaligus tanah longsor, 215 kejadian angin puting beliung dan 214 kejadian tanah longsor.

Sementara itu. total korban yang meninggal dunia adalah 81 orang dengan rincian 32 orang tewas akibat banjir, empat orang akibat banjir dan longsor, 11 orang akibat bencana puting beliung, 17 orang tewas akibat tanah longsor dan 11 orang meninggal akibat kecelakaan transportasi terkait bencana.

Sebenarnya tahun lalu, jumlah bencana di Indonesia juga mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya. Menurut BNPB, ada kenaikan intensitas bencana hingga 35 persen. Dicatat,  sepanjang 2016, terjadi 2.342 bencana alam di Indonesia, yang mana 92 persen di antaranya adalah bencana yang terkait dengan hidrometeorologi dengan dominasi banjir, tanah longsor, dan angin puting beliung.

Pada 2016, diketahui ada 766 bencana banjir, 612 bencana longsor, 522 kasus puting beliung, 74 bencana longsor, 178 kebakaran hutan dan lahan, 13 kasus gempa bumi, tujuh bencana gunung meletus dan 23 kejadian akibat gelombang pasang dan abrasi. Dampaknya, hingga 522 orang diketahui meninggal dunia dengan kerusakan hingga 10 ribu rumah yang mengalami rusak berat.

Berikutnya, tanggap darurat>>>

Tanggap darurat

Relatif besarnya bencana dan dampak banjir serta tanah longsor di Lima Puluh Kota membuat Pemerintah Provinsi Sumatera Barat, kemudian menetapkan status tanggap darurat untuk wilayah tersebut.

Status tanggap darurat ini akan melekat hingga Kamis 9 Maret 2017. Termutakhir, BNPB kembali merilis bahwa jumlah kecamatan yang terkena dampak bencana tak hanya di 12 kecamatan di Kabupaten Lima Puluh Kota, namun hingga di 25 titik di provinsi tersebut.

Sementara itu, potensi bencana juga diprediksi bisa meluas dengan kondisi adanya gerakan tanah akibat banjir dan longsor. Disebutkan hingga 144 kecamatan di Sumatera Barat, bisa berpotensi terdampak gerakan tanah akibat bencana dengan kategori sedang hingga tinggi.

Enam belas kabupetan yang wilayahnya berpotensi terdampak tersebut, antara lain Solok, Solok Selatan, Kota Solok, Agam, Kota Bukittinggi, Padang Pariaman, Kota Padang, Kota Sawahlunto, Sijunjung, Dharmasraya, Lima Puluh Kuto, Tanah Datar, Pasaman Barat, Pasaman, Pesisir Selatan, dan Kepulauan Mentawai.

BNPB menyatakan bahwa pihaknya bersama badan-badan penanggulangan bencana di daerah bisa berkomunikasi intens termasuk meminta agar badan bencana sigap dalam peringatan dini kepada masyarakat. Tak hanya itu, gerak cepat pemerintah daerah juga dibutuhkan. Sebab, potensi banjir dan tanah longsor dinilai masih rawan hingga dua bulan ke depan.

“BNPB mengimbau masyarakat untuk tetap waspad terhadap potensi bahaya terkait hidrometeorologi seperti banjir, longsor, angin putting beling. Hal ini mengingat puncak musim hujan hingga April 2017,” kata Sutopo lagi.

Sementara itu, Kepala BNBP Willem Rampangile juga menyoroti bencana yang terjadi di Kabupaten Lima Puluh Kota tersebut. Dia menyinggung soal wilayah-wilayah yang terdampak longsor dan akibatnya sempat terisolasi hingga Selasa 7 Maret 2017.

William mengatakan, pihaknya mengupayakan bantuan ke tiga daerah yang terputus aksesnya akibat longsor yakni ke Nagari Galugua dengan penduduk 2.272 orang, Koto Lomo dengan penduduk 3.251 penduduk dan Wilayah Jorong Nenang di Kawasan Nagari Maek dengan penduduk 350 jiwa.

Khusus untuk dana tanggap darurat diketahui Rp500 juta telah digelontorkan oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Dalam kondisi tersebut dibutuhkan alat-alat berat untuk membersihkan akses. Selain itu, kebutuhan makanan, obat-obatan dan selimut bagi warga juga menjadi prioritas.

Kepala BNPB menjanjikan bahwa dalam hitungan hari, tiga daerah tersebut bisa dijangkau kembali. “Kami tenggatkan waktu antara tiga sampai empat hari untuk pembersihan rumah dan jalan raya pascalongsor,” kata Willem Rampangile.

Tak hanya Lima Puluh Kota, dua hari terakhir, Kabupaten Bandung juga kembali dikepung banjir. Akses lalu lintas utama dari Kabupaten Bandung menuju Kota Bandung via Dayeuhkolot bahkan lumpuh total. Dalam kondisi sebagian wilayah masih terendam, hujan dilaporkan masih mengguyur Kabupaten Bandung hingga Rabu pagi, 8 Maret 2017.

Tiga kecamatan yang mengalami bencana banjir tersebut yakni Kecamatan Dayeuhkolot, Kecamatan Baleendah dan Kecamatan Bojongsoang.

Permasalahan banjir di Wilayah Kabupaten Bandung, memang bukan hal baru. Hal tersebut, dibenarkan warga yang terdampak. Mereka berharap pemerintah daerah bisa segera mengatasi masalah yang menjadi rutin tersebut. Ratusan rumah dan puluhan hektare wilayah pertanian terendam dan mengganggu keberlangsungan hidup penduduk.

Selanjutnya, perlu peringatan dini>>>

Perlu peringatan dini

Kejadian yang hampir sama juga berlangsung di Depok pada Februari 2017 lalu. Menurut laporan BNPB, ada 1.178 rumah yang berada di bantaran sungai Ciliwung di pintu air Depok, yang tergenang banjir mulai 10 Centimeter hingga 60 Centimeter. Permukiman yang tergenang banjir itu mendampak terhadap 3.832 jiwa di daerah tersebut.

Sutopo Purwo Nugroho pada saat itu mengatakan bahwa adanya banjir di bantaran sungai Ciliwung tak lain karena masih belum selesainya normalisasi sungai sementara debit air terus bertambah akibat tingginya curah hujan.

Dalam kondisi bencana, BNPB mengingatkan perlunya peringatan dini kepada masyarakat. Sekalipun hal tersebut dilakukan konvensional, dengan waktu yang tepat, potensi korban dari warga bisa diminimalisir.

“Saat terjadi kenaikan debit sungai Ciliwung atau status siaga naik, maka sistem peringatan dini disampaikan kepada masyarakat melalui berbagai moda seperti SMS, Whatsapp, kentongan, sirine, atau pemberitahuan melalui masjid,” kata dia lagi.

Pemberitahuan dan peringatan dini, setidaknya akan bisa mengurangi potensi korban saat bencana datang. Namun, dalam waktu jangka panjang maka tugas pemerintah untuk mengondisikan sungai siap untuk menampung volume air hujan dengan intensitas tinggi itu.

Menyusul bencana alam yang terjadi di beberapa wilayah belakangan ini, Ketua  Komisi VII Ali Taher Parasong menanggapinya. Menurut Ali, bencana memang susah diramalkan khususnya jika terkait dengan geologi. Namun, dari sisi kelembagaan dan kesiapan penanganan, Indonesia sebagai negara rawan bencana harus siap setiap waktu.

Dia mengingatkan, ada tiga aspek yang perlu diingat, yaitu aspek prabencana, aspek saat bencana dan aspek pascabencana.

“Tiga aspek itu dari sisi regulasi menurut DPR perlu penguatan kelembagaan dari pusat hingga daerah. Pemda, BNPB, Kepolisian, tentara, masyarakat dan lembaga sosial karena hampir setiap ada bencana mereka terlibat langsung,” kata Ali Taher.

DPR, kata dia, juga akan memperkuat dalam hal anggaran dalam setiap tahapan tersebut. Namun dia juga mengingatkan perlunya pendidikan kepada masyarakat soal tanggal bencana.

“BNPB selalu sudah siap di lapangan dari sisi tanggap darurat evakuasi masyarakat berjalan baik,” ujar dia. (asp)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya