Kemenangan Nelayan atas Reklamasi Teluk Jakarta

Proyek Reklamasi di Teluk Jakarta.
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Zabur Karuru

VIVA.co.id – Sejumlah nelayan sontak berdiri dari kursinya saat berada di ruang sidang Kartika, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, Kamis, 16 Maret 2017. Mereka langsung meneriakkan takbir “Allahu Akbar.” Sejurus kemudian, mereka menyanyikan lagu Indonesia Raya. Mereka lantas melakukan sujud syukur secara bersamaan.

Pemprov Jakarta Berangkatkan 12.170 Peserta dengan 279 Bus Mudik Gratis ke 19 Daerah

Mereka bersyukur perjuangan menggugat izin proyek reklamasi Teluk Jakarta berbuah manis. Majelis hakim PTUN mengabulkan gugatan mereka,  terkait penerbitan surat izin reklamasi Pulau I. Majelis hakim yang terdiri dari Adhi Budhi Sulistyo, Baiq Yuliani dan M Arif Pratomo mengabulkan seluruh gugatan para penggugat.

"Mengabulkan gugatan penggugat dua untuk seluruhnya. Menyatakan batal  Keputusan Gubernur DKI Nomor 2269 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Izin  Reklamasi ke PT Jaladri Kartika Ekapaksi," kata Hakim Ketua, Adhi Budhi Sulistyo, di PTUN Jakarta, Jalan Sentra Primer Timur, Cakung, Jakarta Timur, Kamis, 16 Maret 2017.

Dishub DKI Tutup JLNT Casablanca-Tanah Abang Mulai Malam Ini, Kenapa?

Tak hanya itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai tergugat, juga diwajibkan untuk mencabut surat keputusan (SK) gubernur tertanggal 22 Oktober 2015 yang diteken Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, tersebut. Hakim pun menghukum tergugat untuk membayar biaya perkara sebesar Rp483 ribu.

Majelis hakim mengabulkan gugatan para nelayan dengan beberapa pertimbangan. Di antaranya, berdasarkan keterangan yang dihadirkan para pihak selama persidangan, hakim menilai pemberian izin reklamasi tersebut tidak berkaitan dengan kepentingan umum dalam rangka pembangunan.

Robot Bergerak Bantu Padamkan Kebakaran Gudang Munisi TNI Ciangsana Bogor

Majelis juga berkesimpulan, para penggugat sangat dirugikan dengan objek sengketa. Selain itu, jika keputusan gubernur itu tetap dilaksanakan maka kerugian yang dialami nelayan selaku penggugat akan lebih besar.

Kemenangan para nelayan dalam gugatan terhadap izin reklamasi Pulau I tersebut merupakan yang ketiga kalinya di hari itu. Pada hari yang sama, majelis hakim PTUN juga mengabulkan gugatan mereka terkait proyek reklamasi Pulau F dan K.

Dalam putusannya, majelis hakim menyatakan, SK Gubernur DKI Jakarta Nomor 2485 Tahun 2015 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau K kepada PT Pembangunan Jaya Ancol, batal. Hakim meminta tergugat untuk menunda pelaksanaan SK tersebut hingga putusan itu berkekuatan hukum tetap.

Pada sidang lainnya, majelis hakim juga membatalkan SK Gubernur DKI Nomor 2268 Tahun 2015 tentang Pemberian Izin Reklamasi Pulau F kepada PT Jakarta Propertindo. Dalam salah satu pertimbangannya, majelis hakim pun berpendapat pemberian izin reklamasi tersebut tidak berkaitan dengan kepentingan umum dalam rangka pembangunan.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) mengapresiasi dikabulkannya gugatan mereka bersama Komunitas Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) itu.  Sebab, reklamasi banyak berdampak terhadap lingkungan sosial budaya. Reklamasi juga dinilai lebih banyak buruknya daripada positifnya.

“Karena memang sudah seharusnya putusannya seperti itu,” ujar Direktur Walhi Jakarta, Puput Tri Dharma Putra.  

Hal senada diungkapkan Ketua Komunitas Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI), Iwan Carmidi. Menurut  dia, banyak sekali kerugian yang dialami nelayan akibat adanya proyek reklamasi Pulau F, I, K. Bahkan, proyek reklamasi berdampak terhadap lingkungan.

"Secara tidak langsung ya, kalau 17 pulau itu berdiri, artinya itu nelayan semua akan musnah di Teluk Jakarta," ujarnya. 

Selanjutnya... Komentar Ahok

Komentar Ahok

Suara berbeda diungkapkan Gubernur DKI Jakarta nonaktif, Basuki Tjahaja Purnama. Pria yang akrab disapa  Ahok ini mengatakan, gugatan yang dilayangkan oleh nelayan dan sejumlah organisasi pemerhati lingkungan, tak bisa langsung membatalkan rencana pemerintah membangun 17 pulau buatan itu. 

Proyek reklamasi telah digagas oleh pemerintah pusat sejak 1995. Proyek itu  tertuang dalam  Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta. Aturan itu ditegaskan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

Pemerintah daerah  lantas melaksanakan aturan itu dengan memungut kontribusi tambahan karena telah berdiri di wilayah DKI Jakarta. "Kalau itu tidak jadi ya memang bukan ide saya, bukan program saya, saya enggak pernah berpikir. Saya berpikir, kalau ada, saya manfaatkan untuk membangun DKI," ujar Ahok.

Hal senada dikemukakan Aldrien S Patty, kuasa hukum PT Jakarta Propertindo dan PT Jaladri Kartika Ekapaksi selaku tergugat intervensi. Dia mengungkapkan, reklamasi telah ada dari tahun 1997. Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI punya kewenangan untuk menerbitkan izin reklamasi. “Kan Ahok hanya melanjutkan,” ujarnya.

Sementara Kuasa Hukum PT Pembangunan Jaya Ancol, Akbar Surya, mengemukakan, pihaknya sudah melakukan kajian lingkungan hidup sesuai prosedur. Dari pertimbangan hakim pun ada dokumen amdal. “Berarti prosedur sudah kami lalui dan itu sudah disahkan Pemerintah Provinsi DKI,” ujarnya.

Meski demikian, Akbar tetap menghormati keputusan pengadilan. Kliennya yang juga selaku  pihak  tergugat intervensi belum menentukan apakah akan menempuh jalur banding atau tidak. “Kami koordinasi dulu, kami lihat nanti (banding atau tidak),” katanya.

Aldrien juga belum menentukan langkah hukum berikutnya, apakah akan banding atau tidak.  “Kami pelajari dulu salinan putusannya,” ujarnya.

Adapun Ahok enggan berkomentar banyak soal upaya hukum selanjutnya. Hal itu lantaran statusnya saat ini tengah cuti untuk kampanye Pilkada DKI Jakarta 2017. Dia digantikan Pelaksana Tugas Gubernur, Sumarsono.

"Ya kamu tanya Plt, biasanya pasti banding," kata Ahok, Jumat, 17 Maret 2017.

Selanjutnya... Perjalanan Gugatan


Perjalanan Gugatan

Gugatan terkait izin reklamasi bukan baru kali ini terjadi. Pada 15 September 2015 misalnya, Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mengajukan gugatan atas SK Gubernur DKI Nomor 2238 Tahun 2014 tentang Pemberian Izin Reklamasi Pulau G kepada PT Muara Wisesa Samudra.

PTUN Jakarta memutuskan SK tersebut tidak sah, pada Selasa, 31 Mei 2016. Dalam salah satu putusannya, hakim memerintahkan penundaan pelaksanaan SK Gubernur itu sampai perkara ini berkekuatan hukum tetap, atau ada penetapan lain yang mencabutnya.

Selanjutnya pada awal 2016,  gugatan soal izin reklamasi kembali dilayangkan. Adalah Walhi dan KNTI yang mengajukan gugatan. Mereka menggugat tiga SK gubernur DKI tentang pemberian izin pelaksanaan reklamasi Pulau F, K dan I.

Tiga SK tersebut, yaitu SK Gubernur DKI Nomor 2269 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Izin Reklamasi Pulau I kepada PT Jaladri Kartika Ekapaksi tanggal 22 Oktober 2015; SK Gubernur DKI Nomor 2485 Tahun 2015 tentang Pemberian Izin Pelaksanaan Reklamasi Pulau K kepada PT Pembangunan Jaya Ancol tanggal 17 November 2015; SK Gubernur DKI Nomor 2268 Tahun 2015 tentang Pemberian Izin Reklamasi Pulau F kepada PT Jakarta Propertindo tanggal 22 Oktober 2015.

Gugatan itu lantas masuk ke meja hijau. Sejak persidangan yang berlangsung mulai Januari 2016, pihak penggugat telah mengajukan sekitar 109 bukti, lima orang ahli, dan enam orang saksi dari para nelayan.

Selama persidangan, pihak penggugat mengajukan bukti-bukti untuk membenarkan bahwa reklamasi akan merugikan banyak pihak. Selain itu, dapat menyebabkan kerusakan yang lebih parah terhadap ekosistem Teluk Jakarta.

Sejumlah poin dari bukti-bukti itu di antaranya,  dasar terbit objek sengketa itu dinilai tidak sesuai dengan hukum lingkungan hidup dan tanpa melalui proses partisipasi publik dari masyarakat pesisir serta nelayan. "Reklamasi bukan untuk kepentingan publik, reklamasi hanya untuk kepentingan pengembang properti komersial kelompok ekonomi atas," kata kuasa hukum para penggugat Tigor Hutapea.

Berdasarkan hal-hal tersebut, pihak penggugat yakin majelis hakim akan mengabulkan gugatan mereka. Meski yakin, mereka tetap menyusun strategi  untuk memenangkan gugatan.

“Strateginya yang pasti kami semua selalu solid melakukan koordinasi lintas komunitas, lintas kementerian sampai ke staf kepresidenan, diskusikan dengan semua tokoh-tokoh yang ada,” ujar Direktur Walhi Jakarta, Puput Tri Dharma Putra.  

Kini, perjalanan sidang selama lebih dari setahun itu telah berakhir. Mereka telah memenangkan gugatan itu. Namun, langkah hukum lanjutan terhadap putusan di tingkat PTUN itu masih bisa dilakukan pihak tergugat.

Jika para tergugat melakukan upaya banding, Walhi siap untuk menghadapinya. “Kami sudah berkomitmen untuk terus melakukan perlawanan,” kata Puput. (one)


 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya