Usut Peneror Novel Baswedan dengan Tim Pencari Fakta

Aksi dukungan untuk penyidik KPK Novel Baswedan
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Reno Esnir

VIVA.co.id – Rakyat Indonesia – termasuk media massa ini – berharap sekaligus berdoa agar Novel Baswedan segera sembuh dari serangan teror air keras dan pengobatannya di Singapura berjalan lancar. Sungguh rugi bangsa ini bila tidak ada lagi orang-orang tangguh seperti Novel, yang selama ini berada di “garis depan” medan pertempuran melawan para koruptor. 

Omongan Lawas Novel Baswedan soal Karma Firli Bahuri: Tak Usah Dibalas, Nanti Jatuh Sendiri

Maka, baik Komisi Pemberantasan Korupsi maupun pemerintah jangan lagi “kecolongan” atas serangan teror yang menimpa penyidik KPK seperti Novel – apalagi muncul kabar dia sebelumnya beberapa kali menghadapi intimidasi yang membahayakan jiwa. Maka, seruan agar segera dibentuk Tim Pencari Fakta teror atas Novel harus diwujudkan dan segera berjalan.

Tim Pencari Fakta ini penting segera dibentuk agar tidak hanya memburu pelaku teror atas Novel, namun juga jadi acuan penting untuk membuat sistem perlindungan bagi aparat penegak hukum seperti KPK maupun masyarakat dalam memerangi korupsi.

Firli Bahuri Kirim Surat ke Jokowi Nyatakan Mundur Jadi Ketua KPK, Novel: Modus Lama!

Sudah terlalu lama masyarakat menunggu siapa sesungguhnya yang melancarkan serangan teror yang keji itu. Bila kasus itu dibiarkan berlarut-larut, makin kuatlah persepsi negatif ini: aparat hukum yang gigih memerangi korupsi seperti Novel saja bisa dengan mudah diteror, apalagi warga biasa yang ingin melaporkan kasus suap ke aparat berwenang?

Jangan sampai perjuangan panjang bangsa ini melawan korupsi jadi kendor hanya karena upaya membongkar serangan teror atas Novel jadi berlarut-larut. Apalagi Pusat Laboratorium Forensik Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia telah memastikan, cairan yang ditemukan dalam gelas yang ada di lokasi penyerangan Novel berjenis asam sulfat 

Novel Baswedan Minta Firli Bahuri Segera Ditahan setelah Praperadilan Ditolak

"Dari labor (laboratorium) saya mendapatkan informasi H2S04 (asam sulfat)," kata Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian di Jakarta Pusat, Rabu, 12 April 2017.

Berdasarkan hasil Pusalabfor Polr itu, konsentrasi cairan asam sulfat tidak terlalu pekat, sehingga tingkat merusak jaringan tubuh manusia tidak sampai menyebabkan korban terluka lebih parah. Karena, jika konsentrasi cairan itu sangat pekat, siapa saja orang yang terpapar, bisa menderita luka bakar dahsyat.

"Karena kalau terlalu pekat itu membuat daging menjadi hancur. Jadi dia mungkin dalam konsentrasi tidak terlalu pekat," ujar Tito.

Tapi, walau tak memiliki konsentrasi pekat, cairan yang disiramkan orang tak dikenal ke tubuh Novel Baswedan, menyebabkan korban menderita kerusakan pada penglihatan. Berdasarkan catatan medis, penglihatan Novel ketika terpapar asam sulfat hanya 30 persen saja.

Karena itulah pada akhirnya Novel dirujuk ke rumah sakit mata di Singapura. Untuk memulihkan kembali penglihatannya dari efek korosi asam sulfat.

Apa yang dialami Novel seusai menunaikan Salat Subuh berjamaah di Masjid Al Akhlas, Kelapa Gading, Jakarta Utara, pada Selasa, 11 April 2017, cukup menggemparkan tanah air.

Bagaimana tidak, Novel mendapat serangan kekerasan fisik dengan cairan asam sulfat di saat berjuang mengungkap kasus besar, seperti kasus KTP elektronik alias e-KTP.

Banyak pihak yang mengutuk serangan ini, sebagai teror paling biadab sepanjang sejarah pemberantasan korupsi di negeri ini. 

Bahkan, Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak, tak sungkan menyebut teror itu dilakukan oleh bandit-bandit koruptor atau dalam kata lain bukan pelaku kriminal umum kelas teri.

"Saya mengajak kepada rakyat Indonesia untuk mendoakan Novel Baswedan, dan menemani beliau melawan teror biadab yang dilakukan para bandit-bandit yang tidak senang dengan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia," kata Dahnil beberapa usai penyerangan.

Karena itulah, banyak sekali pihak termasuk Presiden RI Joko Widodo, mendesak kepolisian untuk segera mengungkap dan menangkap bandit-bandit itu. 

"Saya perintahkan kepada Kapolri untuk dicari siapa (pelakunya). Jangan sampai orang-orang yang punya prinsip teguh seperti itu dilukai dengan cara-cara yang tidak beradab. Saya kira hal itu enggak boleh terulang," kata Presiden di Istana Negara di hari kejadian.

Selanjutnya...Bukan Teror Pertama

Bukan Teror Pertama

Untuk diketahui, ternyata Novel bukan pertama kali ini saja menerima berbagai teror dan intimidasi. Selama dia aktif menyidik berbagai kasus korupsi di KPK, tercatat lebih dari tiga kali dia mengalaminya.

Sebelum peristiwa penyiraman cairan asam ini terjadi, Novel yang telah bergabung di tim penyidik KPK sejak 2007 itu, juga pernah ditabrak orang tak dikenal, ketika mengendarai sepeda motor menuju kantornya. Saat itu, Novel ditabrak sebuah mobil hingga jatuh dan mengalami luka-luka.

Novel juga pernah ditangkap petugas kepolisian dari Mabes Polri. Saat Novel sedang menyidik perkara korupsi Simulator SIM, yang menjerat Irjen Pol Djoko Susilo. Ia bahkan ditangkap dari rumahnya atas dugaan kasus pembunuhan beberapa tahun silam.

Bahkan pada tahun 2014, Novel sempat mendapat serangan teror di jalanan ketika Dia sedang bertugas menyidik kasus e-KTP. Waktu itu mobil yang ditumpangi Novel sampai terperosok ke dalam jurang di perbatasan Sumba, Kabupaten Dompu, NTT.

Bukan cuma itu, waktu memimpin penangkapan Bupati Buol, Amran Batalipu pada Juni 2012, mobil yang ditumpangi Novel Baswedan diserang loyalis Amran dan ditabrak dengan mobil lainnya.

Novel sekama ini dikenal kerap menangani perkara-perkara besar di KPK. Di antaranya perkara korupsi Simulator SIM Polri, korupsi proyek Alat Pendidikan di Kementerian Pendidikan yang menjerat Angelina Sondakh, korupsi Wisma Atlet yang melibatkan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhamad Nazaruddin.

Prestasi besar Novel lainnya yakni berhasil melacak pelarian istri mantan Wakil Kepala Polri Komjen (Purn) Adang Darajatun, Nunun Nurbaetie. Novel pula yang menjemput Nunun dari tempat persembunyiannya di luar negeri.

Novel juga memimpin penyidikan perkara suap proyek Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah yang menyeret sejumlah politikus Senayan, salah satunya politikus Partai Amanat Nasional (PAN) Wa Ode Nurhayati dan Fahd A Rafiq, Ketua Angkatan Muda Partai Golkar.

Kasus besar ditangani Novel selanjutnya yakni kasus jual beli perkara Pilkada di MK yang melibatkan Akil Mochtar, Ketua Mahkamah Konstitusi saat itu.

Selain itu, Novel Baswedan juga pernah menyidik perkara Hambalang yang banyak menjerat pejabat teras ketika itu, dan teranyar yakni mengepalai penanganan perkara kasus e-KTP yang diduga membuat negara rugi mencapai Rp2,3 triliun.

Pada Maret 2017, Novel juga dikabarkan mendapat surat peringatan kedua dari Direktur Penyidikan, karena memprotes keras kebijakan Dirdik KPK terkait penunjukan kepala Satgas perkara di KPK untuk dipimpin dari unsur Polri. Buntut kisruh itu kini masih ditangani jajaran internal KPK, dengan keputusan sementara mencabut SP2 Novel. 

Selanjutnya...Tim Pencari Fakta

Tim Pencari Fakta

Para penyidik KPK seperti Novel hingga saat ini masih bisa berdiri tegak untuk terdepan melawan bandit koruptor pemangsa uang rakyat. Tapi, Novel dan para koleganya memiliki hak untuk hidup aman dan dilindungi. Rangkaian teror yang dialaminya, harus segera dihentikan.

Dan, pemerintah harus mengambil sikap untuk berada di sisi Novel, ketika dia harus berhadapan langsung dengan para bandit koruptor.

Salah satu langkah yang bisa ditempuh pemerintah, dalam hal ini Presiden Jokowi, ialah membentuk Tim Pencari Fakta (TPF) kasus Novel Baswedan.

Langkah itulah yang disuarakan rekan-rekan Novel di Gedung KPK. Seperti yang diucapkan Wakil Ketua I Wadah Pegawai KPK, Heri Nurudin. Mendesak Presiden untuk membentuk TPF yang independen.

"Meminta dan mendorong kepada Presiden membongkar teror kepada KPK dan membentuk TPF yang melibatkan internal dan eksternal," kata Heri di depan Gadung KPK di Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis, 13 April 2017.

Dalam sejarah Indonesia, TPF pernah dibuat pemerintah pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyo (SBY). TPF dibuat dalam kasus kematian tak wajar aktivis HAM, Munir Said Thalib, pada 2004. TPF dibentuk melalui Keputusan Presiden Nomor 111 tahun 2004.

Lalu, pembentukan TPF kasus penahanan dua pimpinan KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah oleh Mabes Polri. TPF kasus Bibit Chandra dibentuk SBY pada tanggal 2 November 2010. TPF kasus ini diberi nama Tim Independen Klarifikasi Fakta dan Proses Hukum.

TPF yang akan menyelidiki kasus dugaan rekayasa yang menyebabkan Bibit-Chandra jadi tersangka itu diketuai oleh Adnan Buyung Nasution, Wakil Ketua, Koesparmono Irsan dan Sekretaris Denny Indrayana. Sedangkan anggotanya masing-masing Anies Baswedan, Todung Mulya Lubis, Amir Syamsudin, Hikmahanto Juwana, dan Komaruddin Hidayat.

Sementara itu, menurut pengamat sekaligus aktivis hukum, Alvon Kurnia Palma, kasus kekerasan yang dialami Novel Baswedan sudah layak dituntaskan melalui pembentukan TPF independen.

Sebab, dari kaca mata hukumnya, Alvon mengkategorikan kasus teror Novel sebagai kasus luar biasa dan sudah selevel dengan kasus kematian Munir dan kasus penahanan Bibit Chandra. Dan harus ditangani dengan cara yang luar biasa juga seperti pembentukan TPF independen.

"Saya sepakat dibentuk TPF oleh Presiden Jokowi dalam kasus Novel Baswedan ini," kata Alvon ketika dihubungi VIVA.co.id, Jumat petang, 14 April 2017.

Kasus ini menjadi luar biasa, karena teror dan intimidasi di KPK tak hanya dialami Novel. Teror selama ini juga terus menyerang hampir seluruh penyidik dan pegawai KPK.

Jadi, TPF independen itu dibentuk bukan hanya untuk melindungi Novel saja, tapi seluruh pengabdi gerakan anti korupsi.

"Ini bukan kejadian biasa, ini luar biasa. Ini tidak hanya terjadi pada Novel, tapi karyawan lainnya. Sering penyidik KPK diteror dan diintimidasi. Contoh kecilnya, ban mobil dikempesin, mobil disiram air keras," kata Alvons.

Untuk membongkar habis teror dan intimidasi dari bandit koruptor yang menghantui pemberantas korupsi hanya bisa dilakukan dengan pembentukan TPF independen. Karena kasus ini harus diusut menyeluruh, tak hanya dari satu persatu kasus yang pernah terjadi. Yakni dengan menginventarisir antar lembaga.

Memang, efek dari pembentukan TPF tidak bisa dirasakan langsung. Sebab TPF hanyalah tim yang memberikan rekomendasi kepada Presiden tentang langkah apa yang dilakukan untuk melindungi para pemberantas korupsi, setelah melakukan pencarian fakta dalam kasus-kasus itu.

"TPF bisa mengeluarkan rekomendasi, meminta kepada Presiden dan memberikan langkah-langkah sistematis untuk mencegah pengulangan teror dan intimidasi kepada para pengabdi gerakan anti korupsi," ujar mantan Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI) periode 2011-2015 itu.

Namun, yang perlu diingat, karena TPF bersifat independen, sebaiknya anggota TPF tidak berasal dari lembaga yang patut diduga bisa memberikan informasi keluar, seperti Kemendagri dan anggota DPR RI.

"TPF bisa langsung berbicara kepada Presiden. Banyak pihak yang bisa masuk dalam TPF, seperti mantan ketua KPK dan saya sendiri bisa kok," kata Alvon. (ren)
 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya