Ketua Umum GP Ansor, Yaqut Cholil Quomas

Pemerintah Terlalu Lembek

Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor, Yaqut Cholil Coumas.
Sumber :
  • VIVA.co.id/Ikhwan Yanuar

VIVA.co.id – Pemerintah akhirnya memutuskan untuk membubarkan dan melarang kegiatan yang dilakukan organisasi kemasyarakatan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Menurut Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Wiranto, hal itu dilakukan karena kegiatan HTI terindikasi kuat bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.

Guru Besar UMJ Ingatkan Gerakan Pro-Khilafah Masih Eksis di RI dengan Modus Baru

Namun, pengumuman yang dilakukan pemerintah pada 8 Mei 2017 lalu itu belum ada tanda-tanda akan dieksekusi. Pemerintah berdalih masih melakukan kajian terkait mekanisme pembubaran organisasi yang masuk ke Indonesia pada tahun 1980-an tersebut.

Sesuai UU Nomor 17 tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan, pembubaran ormas harus dilakukan melalui pengadilan. Namun, langkah ini dianggap lambat, karena masih bisa banding dan seterusnya. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) dimunculkan sebagai cara cepat untuk membubarkan organisasi yang berdiri pada tahun 1953 di Al-Quds (Baitul Maqdis), Palestina ini.

Menag Yaqut Buka Suara Soal HTI Diduga Gelar Kegiatan di TMII

Ketua Umum PP Gerakan Pemuda Ansor, Yaqut Cholil Qoumas, mengkritik pemerintah yang dinilai lamban dalam membubarkan HTI. Menurut dia, pemerintah seharusnya segera menindaklanjuti keputusan pembubaran HTI. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat asal Partai Kebangkitan Bangsa ini mengusulkan agar pemerintah menggunakan Perppu untuk membubarkan HTI. Sebab, jika menggunakan mekanisme pengadilan prosesnya akan sangat lama.

Selain HTI, Ansor juga mendesak pemerintah segera membubarkan ormas radikal atau yang bertentangan dengan Pancasila dan Konstitusi. Demikian penuturan pria yang akrab disapa Gus Yaqut ini saat VIVA.co.id berkunjung ke kantor GP Ansor beberapa waktu lalu.   

HTI Diduga Gelar Kegiatan di TMII, Polisi Akan Periksa Panitia Penyelenggara Acara

Pemerintah berencana membubarkan HTI. Tanggapan Anda?

Statement itu hanya sebatas menjadi statement jika tidak ada tindaklanjutnya. 

Sebenarnya bagaimana sikap pemerintah saat ini?

Beberapa hari lalu saya bertemu dengan Mendagri, Pak Tjahjo Kumolo. Saya menanyakan bagaimana tindak lanjut rencana pembubaran HTI. Kepada beberapa pemangku kepentingan lainnya juga saya tanyakan hal yang sama. Karena menurut saya ini tidak bisa kalau hanya sebatas statement tok, karena harus ada tindaklanjutnya.

Menurut Anda bagaimana mekanisme pembubaran HTI?

Kalau tahap pembubaran yang sesuai dengan peraturan yang berlaku akan panjang, karena harus melalui pengadilan. Dan ketika masuk pengadilan, ini seperti memasuki hutan belantara, bisa jadi pemerintah menang, bisa juga sebaliknya. 

Lalu, bagaimana solusinya?

Sebenarnya yang kita harapkan dalam kasus HTI ini, pemerintah membuat terobosan. Tidak harus melalui proses pengadilan tapi bikinlah Perppu. Atau kalau lebih berani Presiden bikin Perpres pembubaran HTI. Karena jelas-jelas HTI ini ormas yang merongrong kedaulatan negara, jadi gak usah ragu lagi. Usulan saya seperti itu.

Apakah mungkin itu dilakukan?

Iya, itu sangat mungkin dilakukan. Tinggal soal keberanian saja sebenarnya. Keppres maupun Perppu itu sangat mungkin hanya soal keberanian.

Tapi sesuai UU Ormas pembubaran kan harus melalui pengadilan?

Justru itu. Kalau lewat mekanisme itu lama nanti, harus melalui beberapa tahapan. Peringatan pertama dua kali, kemudian peringatan kedua, setelah itu baru peringatan ketiga. Jadi lama prosesnya. Maka usul saya kepada Mendagri atau pemerintah adalah pemerintah harus mengeluarkan sebuah terobosan, yaitu Perppu atau Keppres itu.

Lalu, apa respon Mendagri?

Dia sih bilang masih terus mempelajari, berkoordinasi dengan Kejaksaan dan Kepolisian, dan Kemenkumham untuk merumuskan yang terbaik dan tercepat untuk memutuskan ini.

Kenapa GP Ansor getol terkait pembubaran HTI?

HTI ini keinginannya tunggal, yaitu merebut kekuasaan. Mengganti kekuasaan yang telah disepakati oleh semua elemen bangsa ini menjadi negara bentuk baru yaitu Khilafah Islamiyah. 

Dan Ansor menentang itu?

Kita tolak karena kalau kita bicara alasan egosentrisnya Ansor meyakini bahwa Indonesia ini didirikan di antaranya oleh para pendiri NU, seperti Mbah Hasyim Asyari, Mbah Wahab Hasbullah dan ulama NU lainnya. Mereka sebagian tokoh-tokoh pendiri NU yang juga pendiri bangsa ini. Jadi ketika ada sekelompok orang ingin mengganti apa yang dulu menjadi perjuangan para pendiri NU, bagi Ansor ini adalah sesuatu yang harus dilawan.

Selain itu?

HTI ini kan menolak demokrasi. Sementara demokrasi itu adalah sistem politik yang hingga saat ini masih kita akui dan kita gunakan di Indonesia. Mereka menolak demokrasi, tetapi mereka inginkan kekuasaan. Dan tidak ada jalan lain buat mereka kekuasaan itu harus mereka rebut dengan cara makar, dengan cara kudeta. Karena mereka selama ini menolak demokrasi. Nah, sebelum mereka punya kemampuan untuk melakukan kudeta, mumpung mereka belum semakin besar, ya sudah bubarkan saja. 

Setahu Anda, sejauh mana sepak terjang HTI di Indonesia?

Kalau ada orang yang mengatakan apa yang diinginkan oleh HTI itu adalah wacana. Yang diinginkan oleh HTI itu adalah mimpi. Apa yang diinginkan oleh HTI itu adalah utopis. Menurut saya tidak. Mereka itu sudah melakukan gerakan politik kok. Ketika mereka mengumpulkan ratusan ribu orang di Gelora Bung Karno itu adalah gerakan politik.

Di setiap event atau perekrutan mereka selalu melakukan baiat, itu adalah gerakan politik. Ketika mereka menyusup ke dalam birokrasi, dalam Kepolisian, dalam institusi tentara itu adalah gerakan politik. Jadi sekali lagi saya katakan mereka itu tidak sedang mewacanakan atau memimpikan keinginan mereka (khilafah islamiyah), mereka itu sedang melakukan gerakan politik. Jadi jangan sampai salah.  

Menurut Anda, apa bahayanya HTI kalau dibiarkan?

Kalau dibiarkan mereka akan memiliki kesempatan untuk makar. Oke lah mereka ingin mengubah negara Indonesia ini menjadi negara Islam, silahkan. Tetapi ikuti proses politik yang ada, ikut proses demokrasi yang telah kita sepakati sebagai sistem yang kita anut ini.

Mereka jadi partai politik yang formal dong, seperti partai politik yang ada saat ini. Kalau mereka dipilih oleh rakyat dan dapat menangkan pemilu, kemudian mereka mau ubah silahkan. Tapi kan mereka tidak mau melakukan itu. Mereka ini maunya ya kudeta.  Lah wong mereka itu sangat jelas menolak demokrasi kita.

Selanjutnya...Indikasi Kudeta

Indikasi Kudeta

Apakah sudah ada ada indikasi mereka akan kudeta?

Gini loh. Ketika mereka tidak menginginkan demokrasi, dan mereka tidak mengakui sistem politik kita. Sementara mereka itu menginginkan kekuasaan, maka satu-satunya pilihan bagi mereka kan tinggal satu, melakukan kudeta. Apalagi coba? 

Kalau mau melihat beberapa contoh di negara-negara yang ada Hizut Tahrir itu, pasti proses perebutan kekuasaan yang mereka lakukan adalah kudeta.

Apakah ada yang berhasil?

Tidak ada

Artinya, sejauh ini belum ada perkembangan terkait rencana pembubaran HTI?

Terus terang saja ada seperti spekulasi tentang ketidakjelasan proses pembubaran HTI ini. Jangan-jangan isu HTI ini dijadikan bargaining untuk mempengaruhi posisi tawar pemerintah terhadap kelompok Islam. Terus terang ada spekulasi seperti itu. dan itu yang kita khawatirkan, makanya kita dorong terus. Semoga ini tidak sebatas wacana saja.

Ketua Umum GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas (kiri) memeriksa pasukan GP Ansor beberapa waktu lalu.

Selain HTI, menurut Anda ormas apa saja yang ‘berbahaya’ bagi Indonesia dan juga harus dibubarkan?

Ya, tentu ormas-ormas yang bertentangan dengan ciri-ciri dalam Pancasila. Apakah ciri-ciri dalam Pancasila itu, Ketuhanan YME, Persatuan, Musyawarah Mufakat, Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

Ormas yang menolak Ketuhanan, atau organisasi lainnya yang menolak ketuhanan harus dibubarkan. Ormas yang kerjaannya hanya main pukul itu harus dibubarkan. Ormas atau organisasi apapun yang mendukung gerakan sparatis atau organisasi apapun yang ingin memerdekakan diri ya bubarkan.

Ormas yang tidak setuju dengan demokrasi, ormas yang tidak inginkan keadilan, atau ormas yang ingin semena-mena bubarkan.

Dan alat ukurnya Pancasila?

Iya dong, alat ukurnya harus Pancasila.

Saat ini isu SARA kembali menguat. Tanggapan Anda? 

Isu SARA menguat karena kohesi sosial yang melemah. Kenapa kohesi sosial melemah, itu semua karena para pemuka agama telah jauh atau mulai berjarak dengan umatnya. Sehingga mereka tidak sempat lagi merawat umatnya. 

Maksudnya?

Jadi kalau dulu itu para kyai kita itu selalu datang jika ada tetangganya ada hajatan. Jangankan itu, kalau ada tetangga yang kehilangan ayam saja kyai kita dulu itu masih sempat datang kok. Beliau datang menguatkan, menenangkan umat. Nah itu dulu dilakukan. Dan saat ini mau para pemuka dari Islam, nonmuslim itu juga sudah tidak ada lagi yang melakukan itu. Nah ini yang membuat kohesi sosial melemah.

Karena arus globalisasi dan modernisasi itu sudah tidak bisa terbendung, maka ideologi-ideologi dari luar yang kita sebut transnasional itu masuk tanpa proses dialog, tidak ada proses dialog dengan kultur lokal. Dan mereka masuk dengan berbagai macam cara.

Karena Indonesia itu sebenarnya tidak mengenal isu SARA. Wong sejarah kita itu panjang dengan yang namanya perbedaan, dan itu tidak pernah ada masalah. Masalah belakangan ini muncul kan akhir-akhir ini saja, setelah munculnya ideologi-ideologi transnasional itu yang masuk tanpa proses dialog itu tadi.

Selanjutnya Ancam Kebhinekaan

Ancam Kebhinekaan

Artinya Isu SARA ini dapat mengancam kebhinekaan di Indonesia?

Iya dong.

Selain kohesi sosial, apa yang menyebabkan isu SARA ini kembali ke permukaan?

Saya kira tidak ada faktor tunggal ya dalam situasi seperti ini. Tentu ketidakadilan juga mempunyai peran dalam mendorong cepatnya terjadinya isu SARA ini, baik ketidakadilan secara sosial maupun ketidakadilan ekonomi. Terutama ketidakadilan ekonomi. 

Apakah faktor politik juga berperan?

Ya pasti. Kalau politik itu kan hanya nunggangi saja sebenarnya. Jadi politik itu kan selalu mencari celah, dan yang paling mudah digunakan atau meleverage tujuan-tujuan atau keinginannya. SARA itu paling mudah menyatukan dan paling mudah juga sebaliknya, merusak persatuan.

Jadi Isu SARA itu saya selalu katakan sama dengan pertandingan sepak bola, untuk membuat orang bersatu itu gampang, memecah belah juga gampang. Nah, politik itu bertemu di titik itu, politik memanfaatkan isu SARA ini untuk meleverage keinginan politik.

Banyak orang menyatakan bahwa menguatnya isu SARA ini muncul gara-gara Pilkada Jakarta. Apa benar. Tanggapan Anda?

Iya. Saya kira Pilkada Jakarta telah menemukan kelompok Islam Radikal dan kelompok Islam Politik. Artinya kelompok Islam yang memahami Islam secara radikal dan kelompok Islam yang memahami Islam digunakan sebagai alat untuk politik, bertemu di Jakarta dan jadinya seperti ini, dan menular ke daerah-daerah lain. Karena Jakarta kan barometer, apa yang terjadi di Jakarta saya kira akan menjadi contoh untuk daerah lain. 

Tahun depan akan ada Pilkada serentak. Apakah isu SARA ini akan kembali digunakan?

Ya, bisa saja itu terjadi. Tetapi saya meyakini dari sekian banyak daerah yang akan melakukan pilkada serentak, yang paling mungkin terjadi menguatnya isu SARA itu hanya di Jawa Barat. Di Jawa Tengah dan Jawa Timur juga akan melakukan Pilkada serentak, tapi saya kira kultur masyarakatnya agak sulit di sana. Di Jawa Tengah dan Jawa Timur untuk kelompok Islam Radikal bertemu dengan kelompok Islam Politik agak berat. 

Jadi apa bisa dikatakan bahwa Pilkada Jakarta kemarin menjadi salah satu pemicu menguatnya isu SARA?

Iya, kalau kita lihat Pilkada Jakarta itu yang paling kuat dimainkan memangnya apa? Isu SARA kan? Dan efektif menggunakan isu SARA itu di Jakarta.

Lalu bagaimana Ansor menyikapi menguatnya radikalisme dan isu SARA ini?

Kita melakukan kaderisasi terus menerus. Itu yang paling pokok yang kami lakukan dengan asumsi semakin banyak kader Ansor itu maka akan semakin banyak mengurangi peluang menyebarnya gerakan-gerakan radikal. 

Kedua, tadi saya katakan bahwa salah satu penopang munculnya paham radikalisme itu kan karena ketimpangan ekonomi jadi itu harus diselesaikan juga masalah kesenjangan ekonomi itu. Maka menurut saya, kalau negara ini serius ingin menghambat gerakan kelompok radikal, maka negara harus menyelesaikan persoalan ekonomi rakyatnya.

Negara harus memperpendek jurang antara yang kaya dan yang miskin. Artinya negara harus hadir dalam menyelesaikan persoalan kesenjangan ekonomi masyarakat.

Kaderisasi itu kan agenda internal, kalau ke luar apa yang dilakukan Ansor?

Kita dakwah ke kampung-kampung. Kita ini punya yang namanya Rijalul Ansor, perkumpulan dai-dai muda yang kita bekali dengan pengetahuan-pengetahuan nasionalisme, pengetahuan kebangsaan dan lainnya. Itu dilakukan untuk membentengi umat atau jamaah kita. 

Belakangan ini kelompok-kelompok islam garis keras kerap melakukan intimidasi dan kekerasan. Tanggapan Anda?

Ya, kalau mereka itu hari ini berani menekan, melakukan intimidasi, itu kan karena mereka hari ini merasa  berada di atas angin saja. Kalau bicara jumlah mereka juga tidak banyak kok. Makanya saya selalu bilang, kita ini yang memiliki jumlah yang banyak harus berani bersuara lantang, harus berani melawan.

GP Ansor merespons secara langsung beberapa kasus intimidasi yang dilakukan oleh kelompok-kelompok ormas islam yang melakukan intimidasi.

Artinya Banser siap berhadap-hadapan dengan ormas-ormas islam garis keras?

Iya. Karena menghadapi atau berhadapan dengan mereka itu kita sudah sangat siap lahir batin. Karena yang kita perjuangkan itu bukan hanya sekedar bangsa dan negara, tetapi juga kemanusiaan. Jadi apa yang kami pikirkan saat ini adalah memikirkan manusia secara luas, bukan manusia golongan-golongan atau kelompok-kelompok tertentu saja. Karena bagi kami, kami akan berhenti menjadi manusia ketika kami berhenti memikirkan tentang kemanusiaan. 

Bagaimana Anda menilai sikap pemerintah terkait keberadaan ormas intoleran?

Pemerintah ini menurut saya sudah terlalu lama diam. Terlalu lama lembek memberikan kesempatan pada mereka (kelompok anti toleransi) ini. Pemerintah menurut saya hanya perlu tegas dalam menindak para kelompok-kelompok intoleran di Indonesia.

Terkait keberagaman, apa saran untuk masyarakat?

Sebenarnya ini kan tanggung jawab seluruhnya untuk menjaga dan merawat kebhinekaan Indonesia, bukan hanya pemerintah saja yang harus menjaganya. Masyarakat juga harus terlibat aktif menjaga serta merawat persatuan dan kesatuan, menjaga kebhinekaan, menjaga keberagaman. Bahwa perbedaan itu bukan menjadi kelemahan, tapi kekuatan untuk bangsa Indonesia.

Untuk pemerintah?

Pemerintah harus tegas. Kalau kita bicara harus sesuai dengan sistem yang diatur dalam UU Ormas itu kan jelas, diingatkan dulu, dan pemerintah harus melakukan itu. Cuma persoalannya pemerintah kita ini tidak pernah mengingatkan mereka. Jangankan membubarkan, mengingatkan saja tidak pernah. Jadi menurut saya pemerintah harus berani tegas kepada mereka yang merongrong Pancasila, merongrong NKRI.

Kalau menurut Anda, sudah seberapa bahayanya keberadaan ormas-ormas radikal itu?

Oh sudah sangat berbahaya. Sudah tidak bisa ditoleransi. ISIS ini sudah dekat loh, ISIS itu sudah di Filipina Selatan sana, sudah sangat dekat. Jadi kelompok radikal ini dengan kelompok teroris ini kan hanya tinggal membalikkan telapak tangan saja. Jadi kalau kelompok-kelompok radikal ini dibiarkan lama kelamaan tidak menutup kemungkinan mereka akan menjadi kelompok teroris. 

Kalau mau jujur, hari ini di Jakarta saja, kelompok-kelompok radikal itu sudah masuk ke mana-mana. Lihat saja di masjid-masjid kementerian/lembaga sana, mereka itu sudah masuk ke sana kok. Mereka juga sudah masuk ke instansi-instansi pemerintahan, belum kalau kita bicara kampus-kampus di Jakarta.

Jadi menurut saya ini harus menjadi momentum bagi pemerintah untuk berani menindak tegas kelompok-kelompok radikal itu. Pemerintah tidak usah ragu. (ren)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya