Babak Baru BlackBerry

Logo BlackBerry.
Sumber :
  • Reuters/Mark Blinch

VIVA.co.id – BlackBerry mengumumkan kabar baru yang mengubah peta industri smartphone dunia. Perusahaan asal Kanada itu  memutuskan angkat bendera putih untuk bisnis perangkat pintar. BlackBerry menyerah dan mengumumkan menghentikan produksi smartphone. 

Unik Banget, Istri Denny Sumargo Ngidam Strawberry Rp100 Ribu hingga Berlian

 BlackBerry kini mengalihkan fokus ke bisnis perangkat lunak (software). BlackBerry menyebutkan, software merupakan lembaran baru yang akan dimanfaatkan dengan maksimal oleh perusahaan. "Software adalah BlackBerry yang baru," tulis situs resmi BlackBerry.

Sebagai konsekuensinya, BlackBerry kini melakukan penyesuaian. Perusahaan berbasis di Waterloo, Kanada ini bersiap mengurangi karyawan. Alasannya jelas, mereka sudah melepas divisi perangkat mobile. 

Wine, Minuman Kelas Atas jadi Tren Gaya Hidup

Langkah BackBerry meninggalkan bisnis perangkat mobile memang berat, namun bisa dipahami. Sebab tanda-tanda menyerahnya BlackBerry dalam bisnis smartphone itu sudah terlihat sejak setahun belakangan sebelum pengumuman tersebut. 

BlackBerry merasa sadar dan tak begitu menyesali keputusan meninggalkan divisi yang pernah membuat perusahaan meraih puncak keemasan. Malah menyetop produksi smartphone dianggap jadi hoki baru bagi perusahaan.  

Bisnis Baru BlackBerry

Chief Executive Officer (CEO) BlackBerry, John Chen, mengatakan dengan melepas bendera putih dalam bisnis smartphone, akan mengurangi beban perusahaan dan seiring sejalan, bakal membuat perusahaan lebih mudah mendapatkan keuntungan. 

Chen mengatakan, selanjutnya produksi smartphone akan dilimpahkan ke mitra BlackBerry. Skema ini menurutnya secara tak langsung mengurangi pengeluaran, operasional perangkat, biaya peralatan, biaya karyawan dan akhirnya bisa menghemat pundi keuangan perusahaan.

Sejalan dengan lambaian bendera putih tersebut, BlackBerry mengincar mitra, BlackBerry bergerak cepat. Di Indonesia, BlackBerry menggandeng PT Tiphone Mobile Indonesia (Tbk), membentuk perusahaan patungan bernama PT BB Merah Putih untuk lisensi software perangkat. 

Tiphone merupakan perusahaan yang berafiliasi dengan Telkom. Dengan adanya usaha patungan ini dan afiliasinya, secara total diklaim memiliki hampir setengah dari pasar mobile di Indonesia.

Jadi nantinya perusahaan patungan itu bakal mengeluarkan smartphone Android 'Merah Putih' yang mana di dalamnya terdapat konten khusus dari BlackBerry. 

Sesuai dengan profil software-nya selama ini, Android 'Merah Putih' itu yang diproduksi Tiphone itu bakal punya tingkat keamanan yang teruji. Produksi smarthone Android itu kabarnya bakal dilakukan Delta Silikon di Cikarang, Jawa Barat. 

Dalam keterangannya tertulis kepada VIVA.co.id, BB Merah Putih akan mendistribusikan, mempromosikan perangkat bermerek BlackBerry yang menggunakan software dan aplikasi Android BlackBerry yang aman. Tahap ini nantinya bisa membuka jalan untuk memproduksi perangkat Android yang aman dan terpercaya. 

Chief Executive Officer (CEO) Tiphone, Tan Lie Pin, mengatakan kemitraan itu akan memungkinkan perusahaannya berbagi pengalaman seluler dengan konsumen. 

"Memanfaatkan software Android BlackBerry yang aman akan menjadi kesempatan yang sangat berarti bagi kami. Dan, kami berharap untuk bisa menghasilkan perangkat inovatif dan berkualitas tinggi bagi para pelanggan kita di Indonesia," ucapnya.

Terkait informasi detail kerja sama tersebut, Tiphone masih irit bicara. Saat dihubungi, mereka mengaku tidak bisa menjawab beberapa pertanyaan, alasannya segara rilis terkait hal tersebut harus mendapat jawaban dari BlackBerry. 

"Itu musti langsung ditanyakan ke BlackBerry saja. Karena kalau kita kerja sama dengan perusahaan luar sana, harus jawab yang ke sana. Mereka ketat kalau kerja sama," jelas Henky Kurniawan, Komisaris Utama Tiphone Mobile Indonesia.

Sebetulnya tiga bulan sebelum menggandeng Tiphone, BlackBerry sudah menggaet perusahaan media Tanah Air, PT Elang Mahkota Teknologi Tbk (Emtek). Judul kerja sama perusahaan tersebut relatif sama dengan Tiphone, yakni lisensi software. 

Pada kerja sama dengan Emtek, BlackBerry akan berbagi konten. Pengguna BBM bisa mendapatkan akses kepada konten Emtek sedangkan Emtek berpeluang membangun ekosistem yang mengombinasikan messaging, media sosial, konten, hiburan sampai e-commerce.

Bermitra dengan Emtek memungkinkan pertumbuhan sektor konsumen dan korporat BBM. Seiring pengembangan Emtek atas platform konsumen, BlackBerry akan meneruskan pertumbuhan platform korporat dengan BBM Protected, layanan pesan antar platform yang paling aman di dunia. 

BlackBerry menggaet Emtek juga dengan fakta masih populernya layanan messaging BBM lintas platform di Indonesia. Setidaknya per Juni lalu, hampir 60 juta pengguna aktif BBM bulanan di Indonesia. 

Praktis kerja sama lisensi software itu bakal menjadi harapan kebangkitan BlackBerry. Pengamat teknologi dan telekomunikasi, Mochammad James Falahuddin, mengatakan kerja sama tersebut sudah pasti menguntungkan BlackBerry. Sebab skema yang dimainkan, pay as you use, membuat makin banyak pengguna yang memakai layanan BlackBerry. Otomatis, pundi-pundi BlackBerry makin bertambah. 

Soal kegagalan BlackBerry dalam bisnis smartphone, banyak yang menuding adanya kesalahan strategi dan merespons pasar. 

Setidaknya kesalahan yang berujung pada menurunnya bisnis smartphone BlackBerry yaitu, pertama terlambat menggunakan teknologi layar sentuh. 

Saat kompetitornya, iPhone yang dirilis Apple muncul dengan perangkat berteknologi layar sentuh, BlackBerry awalnya mengejeknya dan tetap kukuh dengan perangkat fisiknya. Belakangan insting Apple tersebut tepat, dan menjadi tren baru dalam dunia teknologi. BlackBerry berupaya mengejarnya dengan membuat perangkat berlayar sentuh, namun sudah terlambat. 

Kesalahan kedua, BlackBerry terlambat memperkenalkan BlackBerry 10. Padahal jika BlackBerry cepat mengenalkan BlackBerry 10 ke pasar, ceritanya bakal berbeda. Saat itu, perusahaan Kanada itu lebih memilih mengembangkan tablet BlackBerry PlayBook.

Diketahui BlackBerry menunda peluncuran BlackBerry 10 hingga 2013. Sementara pada saat yang sama, Google dan Apple sudah mengeluarkan sistem operasi terbaru mereka. 

Selain Blackberry terjebak pada perkembangan produk PlayBook, perusahaan juga lebih memilih meng-update hardware dari pada sistem operasinya. Itu terjadi akibat dari kepemimpinan yang buruk, dan benar-benar sangat memalukan bagi perusahaan.

Naik turun BlackBerry

BlackBerry sempat menikmati masa kejayaan dalam industri ponsel pintar, perusahaan ini pernah menjadi pemimpin pasar setelah hadir 14 tahun dalam industri. 

Dalam sewindu pertama debutnya, perusahaan yang dulu bernama Research In Motion (RIM) itu sempat mencicipi masa kejayaan pasar ponsel di dunia. Produk BlackBerry melesat di pasar.  

Namun masa puncak itu hanya sampai 2007. Masa kejayaan BlackBerry tak bertahan lama. Pada tahun ini, muncul kompetitornya, Apple yang memperkenalkan iPhone, ponsel pintar dengan teknologi layar sentuh. 

Awalnya, BlackBerry merasa iPhone tak menjadi ancaman. Tapi belakangan inovasi iPhone mulai mendapatkan respons bagus di pasar. Layar sentuh cukup menjadi pengalaman baru bagi pengguna. Perlahan iPhone mulai populer. 

Melihat denyut iPhone mulai kian besar, BlackBerry merespons dengan rilis produk andalan, BlackBeryy Bold 9000. Namun ponsel ini hadir tanpa layar sentuh, masih mengandalkan Qwerty fisik. 

Selanjutnya, BlackBerry meluncurkan seri Storm 9530 yang untuk pertama kalinya memperkenalkan pengalaman Qwerty dalam layar sentuh. 

BlackBerry tak berhenti. Perusahaan ini kemudian memperkenalkan sabak digital, BlackBerry PlayBook pada September 2010 dan merilis seri Bold 9900, yang menggabungkan versi original Bold 9000 dengan layar sentuh. Namun, sayangnya langkah ini sudah terlambat. Sistem operasi iOS milik Apple dan Andorid milik Google bahkan sudah makin meroket. 

BlackBerry pun sempat kelabakan, sampai akhirnya menyadari kecolongan pada pasar sistem operasi. Perusahaan pun akhirnya merilis sistem operasi berbasis QNX yang kemudian menggantikan sistem operasi lama BlackBerry 7. Sistem operasi QNX ini kemudian dijuluki BlackBerry 10. 

Harapan baru perangkat berbasis sistem operasi BlackBerry 10 nyatanya belum menolong perusahaan dari jurang keterpurukan. Justru usai meluncurkan sistem operasi baru itu, perangkat berbasis sistem operasi BlackBerry 7 masih didominasi penjualan.

Setelah benar-benar tak kalah dalam pasar ponsel pintar, BlackBerry berganti nahkoda ke John Chen pada November  2013.  Pada komando Chen, perusahaan mulai fokus pada pada segmen korporasi dan keamanan.
BlackBerry mencoba keberuntungan dengan menjual berbagai perangkat lain, mulai dari perangkat lunak untuk keamanan mobile, perangkat yang membantu layanan kesehatan, pemerintah dan profesional serta sektor keuangan

Tapi berbagai aset perusahaan ini telanjur berkurang. Akibat penurunan performa itu, beberapa aset perusahaan dijual, menurunkan biaya produksi, dan memperluas aplikasi andalannya. 

Tak cukup di situ saja, guna mendapatkan stimulus dana, BlackBerry terpaksa juga menjual aset real estate di sekitar markas perusahaan di Waterloo, Ontario Kanada. 

Pada November 2014, Chen mengklaim perusahaan telah melewati masa genting. Perusahaan mulai tak kehilangan uang dan bisa fokus untuk mendapatkan laba perusahaan. 

Sepanjang 2014, BlackBerry telah meluncurkan BlackBerry Z3 yang semuanya layar sentuh, diikuti BlackBerry Passport, ponsel kotak layar besar Qwerty dan layar sentuh khusus untuk kalangan bisnis. BlackBerry juga bakal merilis seri Classic, yang memiliki desain seperti seri BlackBerry Bold.

Tapi sayangnya, upaya untuk bangkit di pasar ponsel pintar terganggu dengan kerugian setiap tahun. Bahkan menutup tahun 2014, BlackBerry masih menanggung rugi US$148 juta atau Rp1,8 triliun. 

Kerugian itu menambah rekor buruk tahun sebelumnya. Pada 2013, BlackBerry merugi hingga US$4,4 miliar atau Rp54,6 triliun. Kerugian pada 2013 disebutkan akibat gagalnya ekspansi perangkat mereka ke pasar. 

Berdasarkan angka riset IDC, tercatat pangsa pasar BlackBerry per semester pertama 2014, tinggal 3 persen saja, dengan penjualan 305.585 perangkat. Angka itu merosot tajam dalam tiga tahun terakhir, yang mana pangsa pasar pernah mencapai puncak 43 persen dengan menjual 2,5 juta perangkat. 

Sementara data kuartal ketiga 2014, menunjukkan pangsa pasar BlackBerry makin merosot. Data IDC mengungkap pangsa ponsel BlackBerry seluruh dunia tak sampai menyentuh LG Electronics (5 persen), Lenovo (5,1 persen), pendatang baru Xiaomi (5,2 persen) dan makin ditinggalkan oleh Apple (11,7 persen) dan raja Android Samsung (23,7 persen).

Data teranyar yang dirilis awal September 2016, menunjukkan BlackBerry tidak masuk dalam hitungan. 

Perusahaan riset Gartner menemukan ada lima, dari 10 vendor smartphone, yang berhasil menaikkan angka penjualannya di kuartal kedua tahun ini. Empat di antaranya adalah smartphone buatan China.
Laporan Gartner, dikutip dari Cellular News, menyebutkan ada total 344 juta unit smartphone yang terjual di kuartal dua tahun 2016 ini. Angka ini menunjukkan peningkatan 4,3 persen dibanding kuartal yang sama tahun lalu

Dalam laporan tersebut, diketahui secara keseluruhan, penjualan ponsel hanya naik 0,5 persen tiap bulan tahun ini. Dari jumlah itu, hanya lima vendor yang menunjukkan tanda-tanda kenaikan pada penjualannya. Selain empat vendor asal China, yakni Huawei, Oppo, Xiaomi dan BBK Communication Equipment, ada juga Samsung buatan Korea Selatan.

Kemudian BlackBerry mencoba meraih untung dengan terjun ke ponsel Andorid, BlackBerry Priv. Perangkat yang sempat disebut sebagai penyelamat terakhir BlackBerry dalam bisnis smartphone itu akhirnya memang tak menjadi juru selamat perusahaan. 

Pasar merespons, harga Priv yang dibanderol US$700 dinilai terlalu mahal. Meski kemudian BlackBerry memangkas US$50 harga Priv menjadi US$640 tanpa kontrak operator, tapi perangkat itu tak sukses di pasaran.

Pada laporan kuartal kedua tahun fiskal Blackberry, yang berakhir 31 Agustus, perusahaan itu melaporkan hanya menjual 400 ribu unit smartphone, itu pun termasuk smartphone Priv berbasis Android, dan ponsel Android paling aman di dunia, DTEK50, yang dijual seharga US$$271, atau Rp3,5 jutaan.

Tak bisa meraih momentum lagi di bisnis smartphone, BlackBerry pun akhirnya realistis dan mengangkat bendara putih. Menyerah. Fokus pada software.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya